Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Friday, 9 May 2014

MENDIKBUD DITANTANG SISWA SMA

Dilematika Unas: Saat Nilai Salah Bicara

oleh: Nurmillaty Abadiah

 

Sebuah surat terbuka, untuk Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat,
di tempat.

16. Mencontek adalah sebuah perbuatan…

a. terpaksa

b. terpuji

c. tercela

d. terbiasa



Ardi berhenti di soal nomor enam belas itu, salah satu soal ulangan Budi Pekerti semasa dia kelas 2 SD dulu. Ia tertegun, dan hatinya berdenyut perih saat dilihatnya sebuah coretan menyilang pilihan jawaban C. Coretan tebal, panjang, ciri khas si Ardi kecil yang menjawab nomor itu tanpa ragu, melainkan dengan penuh keyakinan…



Handphonenya berdering pelan, sebuah SMS masuk. Ardi membukanya, dan ia menghela nafas dalam-dalam begitu membaca isinya.



Jadi gimana Di, ikutan pakai ‘itu’ nggak?



Barangkali bukan kebetulan Ardi menemukan soal-soal ulangan SD-nya saat ia mau mencari buku-buku lamanya, barangkali bukan kebetulan Ardi membaca soal nomor enam belas dan jawaban polosnya itu, sebab denyut perih di hatinya baru mereda setelah ia mengirim sebaris kalimat yakin…



Nggak, Jo, aku mau jujur aja.



Sebuah balasan pahit mampir selang beberapa detik setelahnya,



Ah, cemen kamu.



Tapi tidak, Ardi tak goyah. Ia mengulum senyum dan batinnya berbisik pelan, salah, Jo. 



Jujur itu keren.






UNAS. Sebuah jadwal tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk mengevaluasi hasil belajar siswa selama tahun-tahun sebelumnya. Sebuah penentu kelayakan seorang siswa untuk lulus dari jenjang pendidikan yang sudah dia jalani atau tidak. UNAS sudah sejak lama ada, meliputi berbagai tingkat pendidikan, mulai dari SD, SMP, sampai yang terakhir, yakni SMA. Sudah sejak lama pula UNAS menuai pro dan kontra, yang mana rupanya kontra itu belakangan ini berhasil 'memaksa' pemerintah untuk menghapuskan UNAS di tingkatan SD. Sedang untuk tingkat SMP dan SMA, kemungkinan itu masih harus menunggu.


Tiap kali UNAS akan digelar, seluruh elemen masyarakat ikut tertarik ke dalam pusaran perbincangannya. Perdebatan tentang perlu-tidaknya diadakan UNAS tak pernah absen dari obrolan ringan di warung kopi, dan acara-acara yang mengklaim ingin memotivasi para peserta UNAS pun bermunculan di berbagai channel televisi. Di sela-sela program motivasi itu, jikalau ada sesi tanya-jawab, hampir bisa dipastikan akan ada seorang partisipan yang melempar tanya:


"Bagaimana dengan kecurangan UNAS?"


Ah, ya, UNAS memang belum pernah lepas dari ketidakjujuran.


Sekarang, jangan marah jika saya bilang bahwa UNAS identik dengan kecurangan. Sebab jika tidak, pertanyaan itu tidak akan terlalu sering terdengar. Tapi nyatanya, semakin lama pertanyaan itu semakin berdengung di tiap sudut daerah yang punya lembaga pendidikan; dan tahukah apa yang menyedihkan? Yang paling menyedihkan adalah saat lembaga-lembaga pendidikan itu, tempat kita belajar mengeja kalimat 'kejujuran adalah kunci kesuksesan' itu, hanya mampu tersenyum tipis dan menahan kata di depan berita-berita ketidakjujuran yang simpang-siur di berbagai media.


UNAS dengan segala problematika dan dilematika yang dibawanya memang tak pernah habis untuk dikupas, dan sayangnya ia tak pernah bosan pula menemui jalan buntu. Dari tahun ke tahun selalu ada laporan tentang kecurangan, tetapi ironisnya setiap tahun itu pula pemerintah tetap tersenyum dan mengabarkan dengan bahagia bahwa 'UNAS tahun ini mengalami peningkatan, kelulusan tahun ini mengalami kenaikan, rata-rata tahun ini mengalami kemajuan', dan hal-hal indah lainnya. Dulu, saat saya belum menginjak kelas tiga, saya berpikir bahwa grafik itu benar adanya dan saya pun terkagum-kagum oleh peningkatan pendidikan yang dialami oleh generasi muda Indonesia.


Tetapi sekarang, sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS... dengan berat hati saya mengaku bahwa saya tidak bisa lagi percaya pada dongeng-dongeng itu. Sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS, saya justru punya banyak pertanyaan yang saya pendam dalam hati saya. Banyak beban pikiran yang ingin saya utarakan kepada Bapak Menteri Pendidikan. Tapi tenang saja, Bapak tidak perlu menjadi pembaca pikiran untuk tahu semua itu, karena saya akan menceritakannya sedikit demi sedikit di sini. Dari berbagai kekalutan dan tanda tanya yang menyesaki otak sempit saya, saya merumuskannya menjadi tiga poin penting...


Pertama, tentang kesamarataan bobot pertanyaan-pertanyaan UNAS, yang tahun ini Alhamdulillah ada dua puluh paket.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat... pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Bahasa Indonesia bisa membuat 20 soal yang berbeda, dengan tingkat kesulitan yang sama, untuk satu SKL saja? Pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Biologi membuat 20 soal yang berbeda, dengan taraf kesulitan yang sama, hanya untuk satu indikator 'menjelaskan fungsi organel sel pada tumbuhan dan hewan'?


Menurut otak sempit saya, sejujurnya, itu mustahil. Mau tidak mau akan ada satu tipe soal yang memuat pertanyaan dengan bobot lebih susah dari tipe lain. Hal ini jelas tidak adil untuk siswa yang kebetulan apes, kebetulan mendapatkan tipe dengan soal susah sedemikian itu. Sebab orang tidak akan pernah peduli apakah soal yang saya terima lebih susah dari si A atau tidak. Manusia itu makhluk yang seringkali terpaku pada niai akhir, Pak. Orang tidak akan pernah bertanya, 'tipe soalmu ada berapa nomor yang susah?' melainkan akan langsung bertanya, 'nilai UNASmu berapa?'.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, di sini Bapak akan beralasan, barangkali, bahwa jika siswa sudah belajar, maka sesusah apapun soalnya tidak akan bermasalah. Tapi coba ingat kembali, Pak, apa sih tujuan diadakannya Ujian Nasional itu? Membuat sebuah standard untuk mengevaluasi siswa Indonesia, 'kan? Untuk menetapkan sebuah garis yang akan jadi acuan bersama, 'kan? Sekarang, bagaimana bisa UNAS dijadikan patokan nasional saat antar paket saja ada ketidakmerataan bobot soal? Ini belum tentang ketidakmerataan pendidikan antar daerah, lho, Pak.


Kedua, tentang pertanyaan-pertanyaan UNAS tahun ini, yang, menurut saya, menyimpang dari SKL.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya tahu Bapak sudah mengklarifikasinya di twitter, bahwa soal tahun ini bobot kesulitannya di naikkan sedikit (saya tertawa miris di bagian kata 'sedikit' ini). Tapi, aduh, jujur saya bingung juga Pak bagaimana menanggapinya. Pertama, bobot soal kami dinaikkan hanya sampai standard Internasional. Kedua, konfirmasi itu Bapak sampaikan setelah UNAS selesai. Saya jadi paham kenapa di sekolah saya disiapkan tabung oksigen selama pelaksanaan UNAS. Mungkin sekolah khawatir kami pingsan saking bahagianya menemui soal-soal itu, 'kan?


Bapak, saya tidak mengerti, benar-benar tidak mengerti... apa yang ada di pikiran Bapak-Bapak semua saat membuat, menyusun, dan mencetak soal-soal itu? Bapak mengatakan di twitter Bapak, 'tiap tahun selalu ada keluhan siswa karena soal yang baru'. Tapi, Pak, sekali ini saja... sekali ini saja saya mohon, Bapak duduk dengan santai, kumpulkan contoh soal UNAS tahun dua ribu sebelas, dua ribu dua belas, dua ribu tiga belas, dan dua ribu empat belas. Dengan kepala dingin coba Bapak bandingkan, perbedaan tingkat kesulitan dua ribu sebelas dengan dua ribu dua belas seperti apa. Perbedaan bobot dua ribu dua belas dengan dua ribu tiga belas seperti apa. Dan pada akhirnya, coba perhatikan dan kaji baik-baik, perbedaan tipe dan taraf kerumitan soal dua ribu tiga belas dengan dua ribu empat belas itu seperti apa.


Kalau Bapak masih merasa tidak ada yang salah dengan soal-soal itu, saya ceritai sesuatu deh Pak. Bapak tahu tidak, saat hari kedua UNAS, saya sempat mengingat-ingat dua soal Matematika yang tidak saya bisa. Saya ingat-ingat sampai ke pilihan jawabannya sekalipun. Kemudian, setelah UNAS selesai, saya pergi menghadap ke guru Matematika saya untuk menanyakan dua soal itu. Saya tuliskan ke selembar kertas, saya serahkan ke beliau dan saya tunggu. Lalu, hasilnya? Guru Matematika saya menggelengkan kepalanya setelah berkutat dengan dua soal itu selama sepuluh menit. Ya... beliau bilang ada yang salah dengan kedua soal itu. Tetapi yang ada di kepala saya hanya pertanyaan-pertanyaan heran...


Bagaimana bisa Bapak menyuruh saya menjawab sesuatu yang guru saya saja belum tentu bisa menjawabnya?


Tidak diuji dulukah kevalidan soal-soal UNAS itu?


Bapak ujikan ke siapa soal-soal itu? Para dosen perguruan tinggi? Mahasiswa-mahasiswa semester enam?


Lupakah Bapak bahwa nanti yang akan menghadapi soal-soal itu adalah kami, para pelajar kelas tiga SMA dari seluruh Indonesia?


Haruskah saya ingatkan lagi kepada Bapak bahwa di Indonesia ini masih ada banyak sekolah-sekolah yang jangankan mencicipi soal berstandard Internasional, dilengkapi dengan fasilitas pengajaran yang layak saja sudah sujud syukur?


Etiskah menuntut sebelum memberi?


Etiskah memberi kami soal berstandard Internasional di saat Bapak belum mampu memastikan bahwa seluruh Indonesia ini siap untuk soal setingkat itu?


Pada bagian ini, Bapak mungkin akan teringat dengan berita, 'Pelajar Mengatakan bahwa UNAS Menyenangkan'. Kemudian Bapak akan merasa tidak percaya dengan semua yang sudah saya katakan. Kalau sudah begitu, itu hak Bapak. Saya sendiri juga tidak percaya kenapa ada yang bisa mengatakan bahwa UNAS kemarin menyenangkan. Awalnya saya malah mengira bahwa itu sarkasme, sebab sejujurnya, tidak sedikit teman-teman saya yang menangis sesudah mengerjakan Biologi. Mereka menangis lagi setelah Matematika dan Kimia. Lalu airmata mereka juga masih keluar seusai mengerjakan Fisika. Sekarang, di mana letak 'UNAS menyenangkan' itu? Bagi saya, hanya ada dua jawabannya; antara narasumber berita itu memang sangat pintar, atau dia menempuh jalan pintas...


Jalan pintas itu adalah hal ketiga yang menganggu pikiran saya selama UNAS ini. Sebuah bentuk kecurangan yang tidak pernah saya pahami mengapa bisa terjadi, yaitu joki.


Mengapa saya tidak paham joki itu bisa terjadi? Sebab, setiap tahun pemerintah selalu gembar-gembor bahwa "Soal UNAS aman! Tidak akan bocor! Pasti terjamin steril dan bersih!", tetapi ketika hari H pelaksanaan... voila! Ada saja joki yang jawabannya tembus. Jika bocor itu paling-paling hanya lima puluh persen benar, ini ada joki yang bisa sampai sembilan puluh persen akurat. Sembilan puluh persen! Astaghfirullah hal adzim, itu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir. Kemudian ajaibnya pula, yang sudah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi hal ini sepanjang yang saya lihat baru satu: menambah tipe soal! Kalau sewaktu saya SD dulu tipe UNAS hanya satu, sewaktu SMP beranak-pinak menjadi lima. Puncaknya sewaktu SMA ini, berkembang-biak menjadi 20 paket soal. Pemerintah agaknya menganggap bahwa banyaknya paket soal akan membuat jawaban joki meleset dan UNAS dapat berjalan mulus, murni, bersih, sebersih pakaian yang dicuci pakai detergen mahal.


Iya langsung bersih cling begitu, toh?


Nyatanya tidak.


Sekalipun dengan 20 paket soal, joki-joki itu rupanya masih bisa memprediksi soal sekaligus jawabannya. Peningkatan jumlah paket itu hanya membuat tarif mereka makin naik. Setahu saya, mereka bahkan bisa menyertakan kalimat pertama untuk empat nomor tententu di tiap paket agar para siswa bisa mencari yang mana paket mereka. Lho, kok bisa? Ya entah. Tidak sampai di sana, jawaban yang mereka berikan pun bisa tembus sampai di atas sembilan puluh persen. Lho, kok bisa? Ya sekali lagi, entah. Seperti yang saya bilang, kalau sudah sampai sembilan puluh persen akurat begitu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir bandang. Saat joki sudah bisa menyertakan soal, bukan hanya jawaban, maka adalah sebuah misteri Ilahi jika pemerintah masih sanggup bersumpah tidak ada main-main dari pihak dalam.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya memang hanya pelajar biasa. Tapi saya juga bisa membedakan mana jawaban yang mengandalkan dukun dan mana jawaban yang didapat karena sempat melihat soal. Apa salah kalau akhirnya saya mempertanyakan kredibilitas tim penyusun dan pencetak soal? Sebab jujur saja, air hujan tidak akan menetesi lantai rumah jika tidak ada kebocoran di atapnya.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat... tiga hal yang saya paparkan di atas sudah sejak lama menggumpal di hati dan pikiran saya, menggedor-gedor batas kemampuan saya, menekan keyakinan dan iman saya.


Pernah terpikirkah oleh Bapak, bahwa tingkat soal yang sedemikian inilah yang memacu kami, para pelajar, untuk berbuat curang? Jika tidak... saya beritahu satu hal, Pak. Ada beberapa teman saya yang tadinya bertekad untuk jujur. Mereka belajar mati-matian, memfokuskan diri pada materi yang diajarkan oleh para guru, dan berdoa dengan khusyuk. Tetapi setelah melihat soal yang tidak berperikesiswaan itu, tekad mereka luruh. Saat dihadapkan pada soal yang belum pernah mereka lihat sebelumnya itu, mereka runtuh. Mereka menangis, Pak. Apa kesalahan mereka sehingga mereka pantas untuk dibuat menangis bahkan setelah mereka berusaha keras? Beberapa dari mereka terpaksa mengintip jawaban yang disebar teman-teman, karena dihantui oleh perasaan takut tidak lulus. Beberapa lainnya hanya bisa bertahan dalam diam, menggenggam semangat mereka untuk jujur, berdoa di antara airmata mereka... berharap Tuhan membantu.


Saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan teman-teman yang terpaksa curang setelah mereka belajar tetapi soal yang keluar seperti itu. Kami mengemban harapan dan angan yang tak sedikit di pundak kami, Pak. Harapan guru. Harapan sekolah. Harapan orangtua. Semakin jujur kami, semakin berat beban itu. Sebelum sampai di gerbang UNAS, kami telah melewati ulangan sekolah, ulangan praktek, dan berbagai ulangan lainnya. Tenaga, biaya, dan pikiran kami sudah banyak terkuras. Tetapi saat kami menggenggam harapan dan doa, apa yang Bapak hadapkan pada kami? Soal-soal yang menurut para penyusunnya sendiri memuat soal OSN. Yang benar saja, Pak. Saya tantang Bapak untuk duduk dan mengerjakan soal Matematika yang kami dapat di UNAS kemarin selama dua jam tanpa melihat buku maupun internet. Jika Bapak bisa menjawab benar lima puluh persen saja, Bapak saya akui pantas menjadi Menteri. Kalau Bapak berdalih 'ah, ini bukan bidang saya', lantas Bapak anggap kami ini apa? Apa Bapak kira kami semua ini anak OSN? Apa Bapak kira kami semua pintar di Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris sekaligus? Teganya Bapak menyuruh kami untuk lulus di semua bidang itu? Sudah sepercaya itukah Bapak pada kecerdasan kami?


Tidak.


Tentu saja Bapak tidak sepercaya itu pada kami. Sebab jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sampai terpikir untuk membuat dua puluh paket soal, padahal lima paket saja belum tentu bobot soal kelima paket itu seratus persen sama. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sengaja meletakkan persentase UNAS di atas persentase nilai sekolah untuk nilai akhir kami, padahal belum tentu kemurnian nilai UNAS itu di atas kemurnian nilai sekolah. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan merasa perlu untuk melakukan sidak. Jika Bapak percaya... mungkin Bapak bahkan tidak akan merasa perlu untuk mengadakan UNAS.



.........


.........


.........


Anda akan mengatakan kalimat klise itu, Pak, bahwa nilai itu tidak penting, yang penting itu kejujuran.


Tapi tahukah, bahwa kebijakan Bapak sangat kontradiktif dengan kata-kata Bapak itu? Bapak memasukkan nilai UNAS sebagai pertimbangan SNMPTN Undangan. Bapak meletakkan bobot UNAS (yang hanya berlangsung tiga hari tanpa jaminan bahwa siswa yang menjalani berada dalam kondisi optimalnya) di atas bobot nilai sekolah (yang selama tiga tahun sudah susah payah kami perjuangkan) dalam rumus nilai akhir kami. Bapak secara tidak langsung menekankan bahwa UNAS itu penting, dan itulah kenyataannya, Pak. Itulah kenyataan yang membuat kami, para pelajar, goyah. Takut. Tertekan. Tahukah Bapak bahwa kepercayaan diri siswa mudah hancur? Pertahanan kami semakin remuk ketika kami dihadapkan oleh soal yang berada di luar pengalaman kami. Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelumnya? Bahwa soal yang di luar kemampuan kami, soal yang luput Bapak sosialisasikan kepada kami meskipun persiapan UNAS tidak hanya satu-dua minggu dan Bapak sebetulnya punya banyak kesempatan jika saja Bapak mau, sesungguhnya bisa membuat kami mengalami mental breakdown yang sangat kuat? Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelum memutuskan untuk mengeluarkan soal-soal tidak berperikesiswaan itu dalam UNAS, yang notabene adalah penentu kelulusan kami?


Pada akhirnya, Pak, izinkan saya untuk mengatakan, bahwa apa yang sudah Bapak lakukan sejauh ini tentang UNAS justru hanya membuat kecurangan semakin merebak. Bapak dan orang-orang dewasa lainnya sering mengatakan bahwa kami adalah remaja yang masih labil. Masih dalam proses pencarian jati diri. Sering bertingkah tidak tahu diri, melanggar norma, dan berbuat onar. Tapi tahukah, ketika seharusnya Bapak selaku orangtua kami memberikan kami petunjuk ke jalan yang baik, apa yang Bapak lakukan dengan UNAS selama tiga hari ini justru mengarahkan kami kepada jati diri yang buruk. Tingkat kesulitan yang belum pernah disosialisasikan ke siswa, joki yang tidak pernah diusut sampai tuntas letak kebocorannya, paket soal yang belum jelas kesamarataan bobotnya, semua itu justru mengarahkan kami, para siswa, untuk mengambil jalan pintas. Sekolah pun ditekan oleh target lulus seratus persen, sehingga mereka diam menghadapi fenomena itu alih-alih menentang keras. Para pendidik terdiam ketika seharusnya mereka berteriak lantang menentang dusta. Kalau perlu, sekalian jalin kesepakatan dengan sekolah lain yang kebetulan menjadi pengawas, agar anak didiknya tidak dipersulit.


Sampai sini, masih beranikah Bapak katakan bahwa tidak ada yang salah dengan UNAS? Ada yang salah, Pak. Ada lubang yang menganga sangat besar tidak hanya pada UNAS tetapi juga pada sistem pendidikan di negeri ini. Siapa yang salah? Barangkali sekolah yang salah, karena telah membiarkan kami untuk menyeberang di jalur yang tak benar. Barangkali kami yang salah, karena kami terlalu pengecut untuk mempertahankan kejujuran. Barangkali joki-joki itu yang salah, karena mereka menjual kecurangan dan melecehkan ilmu untuk mendapat uang.


Tapi tidak salah jugakah pemerintah? Tidak salah jugakah tim penyusun UNAS? Tidak salah jugakah tim pencetak UNAS? Ingat Pak, kejahatan terjadi karena ada kesempatan. Bukankah sudah menjadi tugas Bapak selaku yang berwenang untuk memastikan bahwa kesempatan untuk berlaku curang itu tidak ada?


Mungkin Bapak tidak akan percaya pada saya, dan Bapak akan berkata, "Kita lihat saja hasilnya nanti."


Kemudian sebulan lagi ketika hasil yang keluar membahagiakan, ketika angka delapan dan sembilan bertebaran di mana-mana, Bapak akan melupakan semua protes yang saya sampaikan. Bapak akan menganggap ini semua angin lalu. Bapak akan berpesta di atas grafik indah itu, menggelar ucapan selamat kepada mereka yang lulus, kepada tim UNAS, kepada diri Bapak sendiri, dan Bapak akan lupa. Bapak yang saya yakin sudah berkali-kali mendengar pepatah 'don't judge a book by its cover', akan lupa untuk melihat ke balik kover indah itu. Bapak akan melupakan kemungkinan bahwa yang Bapak lihat itu adalah hasil kerja para 'ghost writer UNAS'. Bapak akan lupa untuk bertanya kepada diri Bapak, berapa persen dari grafik itu yang mengerjakan dengan jujur? Kemudian Bapak akan memutuskan bahwa Indonesia sudah siap dengan UNAS berstandard Internasional, padahal kenyataannya belum. Joki-jokinyalah yang sudah siap, bukan kami. Mengerikan bukan, Pak, efek dari tidak terusut tuntasnya joki di negeri ini? Mengerikan bukan, Pak, ketika kebohongan menjelma menjadi kebenaran semu?


Bapak, tiga hari ini, kami yang jujur sudah menelan pil pahit. Pil pahit karena ketika kami berusaha begitu keras, beberapa teman kami dengan nyamannya tertidur pulas karena sudah mendapat wangsit sebelum ulangan. Pil pahit karena ketika kami masih harus berjuang menjawab beberapa soal di waktu yang semakin sempit, beberapa teman kami membuat keributan dengan santai, sedangkan para pengawas terlalu takut untuk menegur karena sudah ada perjanjian antar sekolah. Pil pahit, karena kami tidak tahu hasil apa yang akan kami terima nanti, apakah kami bisa tersenyum, ataukah harus menangis lagi...


Berhentilah bersembunyi di balik kata-kata, "Saya percaya masih ada yang jujur di generasi muda kita". Ya ampun Pak, kalau hanya itu saya juga percaya. Tetapi masalahnya bukan ada atau tidak ada, melainkan berapa, dan banyakan yang mana? Sebab yang akan Bapak lihat di grafik itu adalah grafik mayoritas. Bagaimana jika mayoritas justru yang tidak jujur, Pak? Cobalah, untuk kali ini saja tanyakan ke dalam hati Bapak, berapa persen siswa yang bisa dijamin jujur dalam UNAS, dibandingkan dengan yang hanya jujur di atas kertas?


(Ngomong-ngomong, Pak, banyak dosa bisa menyebabkan negara celaka. Kalau mau membantu mengurangi dosa masyarakat Indonesia, saya punya satu usul efektif. Hapuskan kolom 'saya mengerjakan ujian dengan jujur' dari lembar jawaban UNAS.)


UNAS bukan hal remeh, Pak, sama sekali bukan; terutama ketika hasilnya dijadikan parameter kelulusan siswa, parameter hasil belajar tiga tahun, sekaligus pertimbangan layak tidaknya kami untuk masuk universitas tujuan kami. Jika derajat UNAS diletakkan setinggi itu, mestinya kredibilitas UNAS juga dijunjung tinggi pula. Mestinya tak ada cerita tentang soal bocor, bobot tidak merata, dan tingkat kesulitan luput disosialisasikan ke siswa.


Kejujuran itu awalnya sakit, tapi buahnya manis.


Dan saya tahu itu, Pak.


Tapi bukankah Pengadilan Negeri tetap ada meski kita semua tahu keadilan pasti akan menang?


Bukankah satuan kepolisian masih terus merekrut polisi-polisi baru meski kita semua tahu kebenaran pasti akan menang?


Dan bukankah itu tugas Bapak dan instansi-instansi pendidikan, untuk menunjukkan pada kami, para generasi muda, bahwa kejujuran itu layak untuk dicoba dan tidak mustahil untuk dilakukan?


Kejujuran itu awalnya sakit, buahnya manis.


Tapi itu bukan alasan bagi Bapak untuk menutup mata terhadap kecurangan yang terjadi di wilayah kewenangan Bapak.


Kami yang berusaha jujur masih belum tahu bagaimana nasib nilai UNAS kami, Pak. Tapi barangkali hal itu terlalu remeh jika dibandingkan dengan urusan Bapak Menteri yang bejibun dan jauh lebih berbobot. Maka permintaan saya mewakili teman-teman pelajar cuma satu; tolong, perbaikilah UNAS, perbaikilah sistem pendidikan di negeri ini, dan kembalikan sekolah yang kami kenal. Sekolah yang mengajarkan pada kami bahwa kejujuran itu adalah segalanya. Sekolah yang tidak akan diam saat melihat kadernya melakukan tindak kecurangan. Kami mulai kehilangan arah, Pak. Kami mulai tidak tahu kepada siapa lagi kami harus percaya. Kepada siapa lagi kami harus mencari kejujuran, ketika lembaga yang mengajarkannya justru diam membisu ketika saat untuk mengamalkannya tiba...





Dari anakmu yang meredam sakit,




Pelajar yang baru saja mengikuti UNAS.


=====================================================

sumber:  KLIK DI SINI!!!


 

968 komentar:

«Oldest   ‹Older   201 – 400 of 968   Newer›   Newest»
Anonymous said...

SYAHDENI : tolong dibaca baik baik tulisan adek kita ini klo sekali ga ngerti tolong anda bacanya di ulang ulang terus sampe anda mengerti, baru kasih komentar..
ade ini sangat sopan bahasanya n terlihat dewasa tidak ada hinaan atau kata kata kasar di situ.
justru komentar anda yang sangat2 terlihat tidak dewasa..
cobalah anda baca komentar anda sendiri secara berulang ulang, jangan jangan anda sendiri tidak mengerti dengan apa yang anda sudah tulis diatas???

Anonymous said...

Quote ya: "UAN sangat penting dilaksanakan karena merupakan tolak ukur pemerintah dalam mengetahui sukses atau tidaknya pendidikan yang diselenggarakan."
Anggaplah kata-kata ini mencerminkan niat baik pemerintah yang ingin tahu seberapa tinggi standar anak-anak yang lulus jika dibanding dengan ...... (silahkan isi dengan standar yang ingin diraih pemerintah, menurut anda), seharusnya bobot nilai UNAS adalah di bawah ujian sekolah dan tidak dijadikan patokan lulus tidaknya siswa. Kenapa?
Karena ketika siswa menjawab jujur tanpa contekan dan bocoran jawaban, nah barulah akan ketahuan sebenar-benarnya seberapa tinggi standar pendidikan Indonesia VS standar ujian UNAS.
Dan rasa-rasanya, karena grafik yang akan dihasilkan dengan cara seperti ini kemungkinan akan mencoreng muka pemerintah/Kementrian, tentunya juga ide ini kan sulit diterima oleh akal "sehat" mereka untuk dijalankan.

Nah, dengan begitu, jadilah teori tidak akan sama dengan praktek.
Teorinya Pelajaran macam PPKN, Kenegaraan dan Budi Pekerti hanyalah hafalan belaka sementara yang akan teraplikasikan pada kehidupan adalah Short Cut, Quick Fix & Mark Up (iya, ini penggelembungan angka; angka nilai ujian ketika di sekolah, entah angka apa yang digelembungkan saat turun lapangan kerja nanti :) ).
Dan ini akan berulang secara generasi. Mari tanya kenapa, kenapa hari ini pejabat jujur susah ditemukan?
(Eh, ternyata topik UNAS bisa melebar kemana-mana ya... maaf lanturannya).

Anonymous said...

semoga ajh bu........
tapi kalo melihat standar kur 2013 sekolah-sekolah di tempat terpencil akan mengalami kesulitan.
tapi apa pun itu semoga kurikulum 2013 bisa membuat perubahan yang lebih baik

Anonymous said...

Nak, nggak usah di perhatikan syahdeni ini ....inilah produk dari sistem pendidikan kita... yang memberi peluang pada ketidakjujuran....inilah contoh produk karbitan yang lebih suka 'hasil' daripada 'proses'
Biarlah anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu...

Sejak saya SMA sekitar tahun 1999 sampai sekarang memang kita harus bilang "kasihan" sama bapak-bapak kita yang duduk di pemegang kebijakan. sistem pendidikan selalu dijadikan percobaan hanya untuk meningkatkan output kinerja mereka yaitu berhasil merevisi ini, berhasil membentuk itu bukan pada upaya memperbaiki sistem yang sebenarnya....alasannya bagaimana mengetahui keberhasilan kalau tidak diujicoba....tapi sungguh....ngenes....sedih....

Sebagai refleksi...(tidak bermaksud pamer)....saya termasuk orang yang memegang teguh prinsip "nggak mau contekan" dan itu yang saya tekankan pada anak saya sekarang...bahwa "umi akan lebih menghargai kamu mengerjakan tugasmu sendiri daripada kamu nyontek dan dapat nilai bagus"....apa yang terjadi dulu...? saya harus rela dapat danem SMA rendah waktu lulus dulu karena saya hanya bertahan tidak mau contekan, sementara teman2 sekelas saya yang memang kelas unggulan sedang sibuk antre dapat kertas contekan....kamu tahu sayang....anak2 yang contekan itu danemnya tertinggi se kabupaten, rata2 danem waktu itu 50, sekian...dan danem saya dibawah rata2. cuma 45, sekian...dan tahu tidak....teman2 saya sekarang itu sudah banyak yang jadi dokter spesialis, kuliah di luar negeri, jadi asisten bupati, dsb.......apa yang masyarakat liat ??? hasilnya kan ??? tidak pernah sama sekali menelusuri prosesnya.......

Sungguh...miris, dan keberanian adinda ini untuk matur sama pak menteri ya sebaiknya ditanggapi dengan kepala dingin dan berjiwa besar...demi kebaikan masa depan anak2 kita semua....masa depan kualitas manusia indonesia

Mudah2n diperhatikan.amiin

Unknown said...

UNAS = proyekan = Uang= Korupsi

itu si.. makanya buat bancakan rame2,

Riestha said...

luar biasa.. semoga ada respon...

Unknown said...

Kita semua sepakat ada Ujian pada akhir setiap jenjang pendidikan.

Tapi ujian yang dimaksud adalah ujian terhadap pelajaran yang diajarkan....kalo di luar itu, ya ga wajar & ga masuk akal.

MAJU TERUS, DIK !!!

Hanya orang yang Berani dan punya Nurani yang sanggup menulis ini....

Ga usah risau dengan hasil UNAS kamu, masa depan kamu bukan ditentukan UNAS tapi oleh TUHAN. Dengan sikap & integritas kamu ini, kamu akan siap menghadapi kesulitan apa pun.

Bangsa Indonesia bangga kepadamu...

heri1to said...

adik ini hanya salah Satu dari jutaan siswa SMP & SMA yang merasakan kepahitan ujian nasional...miris banget.

Anonymous said...

lalu solusi nya apa??

Anonymous said...

tapi bukan masalah lulus atau ngak lulus unas. yg jadi masalah nya nilai unas yang asli itu untuk bahan pertimbangan untuk lulus snmptn jalur undangan,,
kalo di bilang lulus,, ya pasti di lulusin pihak sekolah.

Anonymous said...

turut berduka cita sama lembaga pendidikan disini :')

Unknown said...

Coba study banding dengan tetangga sekitar kita. Katakanlah Philippines, yang sama2 negara kepulauan, supaya bisa diidentifikasi dengan benar apa masalahnya. Kemudian pecahkan masalahnya.

Unknown said...

Coba study banding dengan tetangga sekitar kita. Katakanlah Philippines, yang sama2 negara kepulauan, supaya bisa diidentifikasi dengan benar apa masalahnya. Kemudian pecahkan masalahnya.

mansur said...

Mrinding baca surat ini,
smoga tetap dalam jalan kebenaran :D

Unknown said...

setau gue soal yg gue kerjain pas UN itu ada soal UN taun 2008 deh, soal OSN juga cuma 1 nomor ... ga sampe segininya juga

Anonymous said...

ngomong jgn asal jeplak lo

MOH.ARPIANSYAH, AMTE, S.KM, MPH. said...

Subahanallah.....saya salut dengan tulisan mu dek...semoga dengan tulisan ini membuka pandangan para pemangku kebijakan dalam menyikapi sistem pendidikan di negeri tercinta kita,,,,,saya sangat yakin kelak orang-orang seperti adek ini yang sangat di perlukan dalam menata negara ini ke arah yang lebih baik, semoga perubahan sistem pendidikan ini secepatnya terjadi...aminnn.

Anonymous said...

Subahanallah.....saya salut dengan tulisan mu dek...semoga dengan tulisan ini membuka pandangan para pemangku kebijakan dalam menyikapi sistem pendidikan di negeri tercinta kita,,,,,saya sangat yakin kelak orang-orang seperti adek ini yang sangat di perlukan dalam menata negara ini ke arah yang lebih baik, semoga perubahan sistem pendidikan ini secepatnya terjadi...aminnn.

Unknown said...

Bagus sekali suratnya....

Unknown said...

Bagus sekali suratnya....

Unknown said...

tetap semangat jangan jadikan beban yg berat, sabar jangan emosi, semua pasti ada jalan keluarnya. jadilah orang sabar yg pandai jangan jadi orang pandai tetapi tidak sabar. tetap semangat

Anonymous said...

Bapak syahdeini sudah pernah mengikuti unas kah? Kalau bapak belum pernah mari bapak kerjakan soal yg setara SBMPTN itu dahulu baru bapak bicara atau berkomentar. Kalau nilai unas bapak 10,00 semua tanpa joki barulah bapak pantas berkomentar seperti itu.

Unknown said...

Saya sempat menitikkan air mata setelah membaca tulisan ini.... secara tidak langsung mengajak saya bernostalgia beberapa tahun yang lalu.... yang menggelitik hati saya apa yang membuat pak mentri tetap mempertahankan sistem ini, apakah yang ingin mereka capai... apa mereka tidak berfikir akan ketakutan yang di alami para siswa secara psikologis... belum UAN saja mereka sudah di landa ketakutan yang luar biasa... tidak tahukah mereka bahwa hal ini dpt mematikan karakter siswa dimasa mendatang??

Unknown said...

Saya lulus sekolah tahun 2006 yang juga pernah merasakan bagaimana panasnya kursi yang saya duduki ketika mengerjakan soal UN/UAN/UNAS. Dalam hal ini kita tidak boleh hanya bersabar dan menikmati soal-soal yang memang belum pernah kita pelajari atau yang sama sekali guru kita tidak bisa menjawab beberapa soal-soal itu, bagaimana hal itu bisa menjadi standar untuk lulus dari sebuah ujian? bagaimana dengan orang-orang yang lambat dalam memahami sebuah pelajaran? apakah teman-teman yang di sekolah tertinggal sama standarnya dengan teman-teman yang di sekolah negeri berstandar tinggi? apakah hal itu disebut "DISKRIMINASI"?

Anonymous said...

@Anonymous diatas ini: hahahaa juga... mendikbud DULU memang ikut menjawab UAN (setahu saya DULU namanya EBTANAS). tapi bukan ikut menjawab UAN beberapa tahun belakangan ini, kan? dan saya yakin anda juga tidak ikut (membaca atau bahkan mengerjakan) soal-soal UAN belakangan ini, kan? dan anda pernah baca berita tentang studi-studi ilmiah terbaru: bahwa otak setiap manusia TIDAK sama! jangankan otak, DNA (fyi:deoxyribonucleicacid) setiap manusia tidak mungkin sama, walaupun itu kembar identik (fyi lagi). tolong jangan malas membaca, rajin-rajinlah membaca, terutama isi surat adik Nurmillaty Abadiah di atas (secara total: dari awal sampai selesai! dan tolong sekali lagi: dibaca sampai dimengerti). itu kalau anda manusia yang rajin....

Unknown said...

Lanjutkan perjuangan mu dek...

Unknown said...

Memberlakukam standart internasional kpd semua sekolah d indonesia sy rasa sebuaj langkah yg tdk bijaksana mengingat banyak sekolah yg blm berkualitas internasional. Bahkan bnyk sekolah yg gedungnya sj sdh tdk layak. Kami di Papua misalnya, banyak dr anak2 papua yg terpaksa belajar di halaman terbuka krn tdk ada gedung yg memadai. Belum lg kurangnya tenaga guru. Bahkan anggota TNI/POLRI yg bertugas di pedalaman seringkali menjadi guru dadakan. Dengan keadaan spt ini sy rasa keputusan utk melaksanakan UNAS dgn soal berstandart internasional menjadi sgt tdk bijaksana.

Novelia Ephilina said...

Saya juga salah satu peserta UN tahun ini yang jujur dan berasal dari sekolah yang dulunya RSBI(RSBI sudah dihapus, kan?). Dan memang benar, menurut saya soal UN tahun ini memang terlampau sulit untuk ukuran kami anak kelas 3 SMA yang belum tentu bisa menguasai 6 mata pelajaran yang diujikan dalam 3 hari tersebut. Guru matematika saja belum bisa mengerjakan soal UN kami, Pak. Apalagi kami yang cuma muridnya? Guru kami yang lulusan jurusan matematika dan mungkin sudah puluhan tahun mengajarkan matematika saja tidak bisa. Apalagi kami yang masih belajar matematika secuil dari kehidupan mereka? Dan ingat pak, kami di sekolah yang ipa juga tidak hanya mempelajari mata pelajaran ipa. Tetap ada berbagai mata pelajaran lainnya yang mengikuti dan nilai kami hraus selalu di atas standar. Kenyataannya, USEK saya saja ada lebih dari 10 mata pelajaran. P
ak, setiap manusia tidaklah sama. Semua mempunyai kemampuan masing-masing. Yang kadang, keinginan tiap individu dari kami tidaklah sejalan dengan keinginan orang tua. Tidak semua orang bisa semua pelajaran itu pak. Kami punya kecondongan minat dan bakat masing-masing.Dan soal standart internasional yang terlambat diberitahukan itu jug sangat menyakiti hati kami, Pak. Bapak coba tengok Finlandia. Apakah ada UN di sana? Dan bagaimana dengan sistem pendidikannya? Lalu bagaimana tanggapan bapak tentang tertangkapnya Joki Ganas, tim guru, dan kepala sekolah daerah Lamongan yang sudah mencuri soal UN dan menyebarkan jawabannya? Coba diresapi betapa sakit hatinya kami yang jujur mengetahui bahwa kunci jawaban yang dipegang oleh teman-teman kami adalah hasil pengerjaan 70 guru SMA di Lamongan? Dan itu dikerjakan secara "keroyokan".

Anonymous said...

MENTERI NE Pendidikan DODOL

Fisikasik said...

bahasa suratnya mantap, dek. dulu saya juga pernah berada di situasi itu namun tak pernah terungkapkan, karna saya pikir ini sudah jadi rahasia umum yang hampir semua siswa yang mengikuti unas sudah tau. dan saya harap pak mentri membaca suratmu sampai selesai.

Didik said...

Sekolah itu proses, bejar di SD 6 tahun, smp 3 tahun, sma 3 tahun, agar dapat mengerjakan soal Unas yang hanya 3 hari itu proses belajarnya 3 tahun itu, keberhasilan dalam 3 hari tsb tentunya berasal dari sejauh mana proses yang 3 tahun itu, kritis memang apa yg disampaikan salah satu murid yg "menantang" mrnteri tsb, tentunya penyusun soal telah berpedoman pada kurikulum yang ada, kurikulum tsb lah yang disampikan ke murid, pertanyaanya sekarang sejauh mana kurikulum tsb dipahaami oleh paara guru dan disampaikn kpd para murid dan sejauh mana murid dpt memshami apa yg telah disampaikn oldh para guru

Unknown said...

rapakan barisan,, dan buat hal yang nyata atas kritikan anda!!
saya siap berjuan untuk hal ini,, saya jg adalah korban dari ganasnya peraturan UN..

Unknown said...

saya seutuju dg tantangan anda 'bisakah pak mentri mengerjakan soal UN dalam waktu 2 jam tanpa bantuan apa pun, hanya otak anda yang membantu'
saya rasa 100% pak mentri akan menolak tantangan ini.
ayo lakukan aksi atas kritikan ini, jangan hanya bicara tanpa aksi sesungguhnya!!
kami siap membantu untuk hal ini, kami jg adalah korban dari kejamnya proyek UN di negri ini!!!

logo said...

miris juga ya bacanya ,ternyata sistem pendidikan sekarang dah kaya gitu...ckckckckck...siswa siswi sekarang sudah dijadikan alat politik.Yang jadi korban ya siswa/i dan orang tua.Tapi jangan khawatir,kejujuran dan ketulusan adik2 kelak akan membuahkan hasil yang indah,,,,walaupun nilai tidak sesuai harapan karena faktor (x).Kalau boleh saya berbagi pengalaman,dari pendidikan yang sudah saya peroleh mulai tingkat sd sampai universitas dengan hasil yang tidak terlalu bagus...ternyata semua pendidikan yang sudah kita peroleh itu bukan satu-satunya faktor penentu tujuan akhir seseorang.Faktor lain yang berpengaruh adalah atitude,keterampilan,improvisasi,sosialisasi.itu yang diperlukan di dunia kerja....target seseorang setelah lulus pendidikan adalah dunia kerja....dan yang dibutuhkan di dunia kerja adalah kejujuran keterampilan dan kecakapan.hal itulah yang harus di pupuk dari remaja.Walaupun kadang ada dunia kerja yang membutuhkan standar minimal nilai kelulusan,tapi kadang hal itu kalah jika kita memiliki keterampilan lebih...(itu sudah pernah alami dibeberapa perusahaan besar).jadi saran saya jangan terlalu fokus pada nilai akhir ujian,tapi fokuslah pada prosesnya yaitu cara kita belajar,cara memaksimalkan waktu,pola berfikir,pola kejujuran,dll.karena hal itulah yang akan dipakai setelah lulus perguruan tinggi.

logo said...

miris juga ya bacanya ,ternyata sistem pendidikan sekarang dah kaya gitu...ckckckckck...siswa siswi sekarang sudah dijadikan alat politik.Yang jadi korban ya siswa/i dan orang tua.Tapi jangan khawatir,kejujuran dan ketulusan adik2 kelak akan membuahkan hasil yang indah,,,,walaupun nilai tidak sesuai harapan karena faktor (x).Kalau boleh saya berbagi pengalaman,dari pendidikan yang sudah saya peroleh mulai tingkat sd sampai universitas dengan hasil yang tidak terlalu bagus...ternyata semua pendidikan yang sudah kita peroleh itu bukan satu-satunya faktor penentu tujuan akhir seseorang.Faktor lain yang berpengaruh adalah atitude,keterampilan,improvisasi,sosialisasi.itu yang diperlukan di dunia kerja....target seseorang setelah lulus pendidikan adalah dunia kerja....dan yang dibutuhkan di dunia kerja adalah kejujuran keterampilan dan kecakapan.hal itulah yang harus di pupuk dari remaja.Walaupun kadang ada dunia kerja yang membutuhkan standar minimal nilai kelulusan,tapi kadang hal itu kalah jika kita memiliki keterampilan lebih...(itu sudah pernah alami dibeberapa perusahaan besar).jadi saran saya jangan terlalu fokus pada nilai akhir ujian,tapi fokuslah pada prosesnya yaitu cara kita belajar,cara memaksimalkan waktu,pola berfikir,pola kejujuran,dll.karena hal itulah yang akan dipakai setelah lulus perguruan tinggi.

Anonymous said...

Yahh, gimana yah? Hahahaha.. Namanya juga mentri di indonesia.. Kalopun ini pesan sampe, mentok' balesannya "terimakasih atas saran dan kritik yang telah diberikan, kami akan perbaiki di kesempatan yang akan datang".. Anyway, stuju sama adik ini, ga yakin (90% ga yakin) kalo mentri bisa ngerjain unas yang sekarang. Yang sekarang loh yah, bukan jamannya para mentri itu masih sekolah hahahah.. Keep up the good work dik!

Unknown said...

Ambil palumu tancapkan pakumu, JALAN BARU!

Anonymous said...

Tetap semangat...tetaplah menjunjung kejujuran....kelak kamu akan merasakan manisnya dari kejujuran itu....mungkin bukan satu bulan kemudian...satu tahun kemudian...ataupun sepuluh duapuluh tigapuluh tahun kemudian...tapi percayalah hasil dari kejujuran itu meskipun kecil dan tidak berarti di mata orang lain....akan sangat berarti bagi dirimu sendiri dan orang2 terdekatmu...jangan putus asa tetap semangat.

NANANG BS said...

Judule "Mundurnya Peradaban manusia dari sudut Pendidikan" apik kuwi dijadikan skripsi ato tesis. Hahahahaha

NANANG BS said...

Sebuah PROSES lebih indah daripada sebuah HASIL.

NANANG BS said...

Makanya mbak cepet cepet dilulusin, ubah sistem yg ada saat ini dgn sistem yang anda inginkan.

NANANG BS said...

Sing komentar pada pandai pandai tur pinter kbeh. Wis pada jadi MENTERI ajalah...

Anonymous said...

Saya setuju sekali dengan komentar kakak yang diatas ini, bahwa Tuhan tidak tidur dan pegang teguh prinsip kejujuran. Saya juga punya pengalaman serupa hampir 20 tahun yang lalu. Teman teman saya banyak yang mecontek, membeli bocoran ujian, bahkan ada yang bisa masuk salah satu PTN paling terkenal di Indonesia karena orang tuanya adalah orang "nomor kesekian" di pemerintahan. Tapi mana mereka sekarang? tidak ada satupun yang berprestasi.

Dear adik penulis yang baik, kunci keberhasilan 99% adalah kejujuran, tekad, kerja keras, dan konsistensi, bukan nilai tinggi, kepintaran atau kecerdasan. Saya tidak pintar dan NEM saya juga jelek, orang tua saya pun bukan orang yang mampu membiyai pendidikan lanjutan. Tapi saya bekerja keras, sampai saya akhirnya bisa bekerja diperusahaan multinasional di luar negeri dan akhirnya bisa melanjutkan S2 di Eropa dengan biaya sendiri. Jadi semoga adik tidak terlena dengan kekecewaan melainkan mencoba berprestasi sebaik baiknya di perguruan tinggi nanti. Jadilah orang berhasil yang bisa ikut membantu memperbaiki sistem pendidikan di negara ini.

Dan semoga apa yang adik tulis bisa jadi pertimbangan serius pemerintah untuk mencari solusi terbaik untuk memperbaiki sistem pendidikan kita. Saya setuju sekali kalau generasi muda memang harus dihadapkan dengan standar internasional sesegera mungkin. Mungkin suatu saat nanti adik berkesempatan kuliah atau bekerja di luar negri, adik akan lihat sendiri betapa banyak ketinggalan yang harus kita kejar. Kalau kita tidak berubah sekarang, negara ini akan semakin terjajah oleh negara- negara lain. Pada akhirnya mayoritas orang Indonesia hanya akan menjadi kuli atau pegawai rendahan di negara sendiri, ini sudah terjadi di beberapa negara di dunia dimana jabatan-jabatan tinggi dipegang orang asing bukan orang lokal. PR untuk pemerintah adalah BUKAN UNAS yang harusnya diutamakan untuk standar internasional, TAPI KUALITAS PENDIDIK, PROSES, DAN SISTEM PENDIDIKAN YANG SESUAI STANDAR INTERNASIONAL. Meningkatkan kualitas ya harus secara komprehensif! Plus pendidikan budi pekerti dan integritas sedini mungkin. Standar internasional tidak akan pernah bisa dicapai jika kecurangan tidak ditindak tegas, hal - hal sederhana seperti menghormati hak dan keselamatan orang lain tidak diajarkan dan diterapkan.

Unknown said...

Mungkin saya tidak pro dengan pendapat sodara dan jg tidak pro terhadap pak mentri, mwnurut ane gan yaah, uas memang diadakan bukan bertjuan agar siswa memilik tujuan dalam proses pembelajaran... Cb bayangkan apakah yg trjadi jika uas dihapuskan,,, yaah benar... Tidak semua anak memiliki kemampuan berpikir luas dan kedepan sperti sodara yv jikalau uas ditiadakan maka lebih mudah untuk lulus ikut anmptn dsb... Namun bagaimana dgn siswa lain yg notabanenya seperti saya yg dl sering akali main baik olahraga, inet, ato lainnya... Sy merasa bersyukur sekali diadakannya uas, krena dari uas kita dapat belajar bertanggung jawab, yg postid... Dan berbuat yg menggunakan akal, seperri shortcut membeli soal, yg negatif... Namun semua itu ttp memakai usaha... Jujur saja sy blm bs logaritma smpai sekarang ato rumus pangkat dsb... N mgkin matematika pejaran yg sy benci... Namun di sisi lain mw tdk mau sy hrus... Berpikir positif, stop complaining... Bertindak sebagai siswa yg mana notabane nya kita adalah siswa yg perlu di isi dgn bnyak ilmu... Pemikiran sodara tdk salah menantang menteri untuk mengerjakan soal namun alangkah baiknya jika kita berhenti mengeluh, belajar, dan trus bersoa... Ingat negara kita bukan atheia... Dan sy yakin anda muslim yg bertaqwa... Pasti diajarkan bagaimana berhuznuzon... Yakin lah bahwa tiada seuatu hal di dunia iniyg sia sia... Allah swt memiliki ketentuann tertentu... Silahkan maen ke sini gan insyallah pikiran ente terbuka
http://m.kaskus.co.id/thread/5361538abfcb17cc5e8b45b0

Terimakasih kaskus...

Unknown said...

http://m.kaskus.co.id/thread/5361538abfcb17cc5e8b45b0 main kesini gan

Unknown said...

terharu baca curhatan mu dek, gw sendiri pernah ngalamin UNAS baik SMP maupun SMU jd ngerti lah gimana perasaan kalian semua yg menempuh UNAS selain itu gw juga punya usaha bimbel dan murid gw juga curhat langsung gimana berat nya soal UNAS yg dihadapin dengan 20 paket soal (jaman gw klo gak salah masih 5 paket). gw secara pribadi mendukung penghapusan UNAS karena menurut gw UNAS gak bisa dijadiin tolak ukur tunggal dari kemampuan siswa.apa yang terjadi klo siswa gagal dalam UNAS? pasti stress, malu dan akhirnya mental down padahal bisa jadi siwa yg gagal itu punya potensi di bidang lain yang gak diujikan. tapi ya begitulah sistem pendidikan di negara kita, masih perlu banyak yang diperbaiki. masih banyak peraturan yang gak jelas malah dipertahankan sementara yg sudah pas dihapuskan (contoh nya kurikulum TIK dan bahasa daerah yg sudah dihapuskan)

Anonymous said...

Ma'af sebelumnya, saya mengerti apa yang anda pikirkan, namun telaah lebih dalam bagaimana nasip indonesia sekarang ini ??
Gajah di seberang lautan masih bisa dilihat namun semut di depan mata tidak dilihat.
Kalau kita hanya melihat sisi positif dan tidak melihat sisi negatif bukankan itu tidak seimbang. ada dua hal yang sangat berubah pada sistem pendidikan indonesia.
1. Bukankan tujuan utama pendidikian itu adalah proses dan bukanlah nilai?? anda tidak bisa berkelak jika generasi sekarang hancur, pelajar itu tidak mengeluh, mereka hanya menyampaikan aspirasi mereka saja, kenapa anda men judge mereka mengeluh, mungkin karna anda tidak merasakan soal UNAS tahun 2014, saya saja membandingkan soal UNAS 2014 dengan 2013 mempunyai perbedaan yg drastis, biasanya tanpa buku sekalipun di soal UNAS 2012 dan 2013 dengan mudah saya bisa menjawab 20 soal, sekarang untuk menjawab sebanyak itu sangatlah sulit.

2. kami tidak memaksakan bahwa UNAS harus dihapuskan, yang terpenting sistem pendidikan di indonesialah yang diperbaiki bukan dihapuskan, kalau kami skeptis ya bukan hanya UNAS saja di hapuskan namun juga sama sekolahnya sekalian. kan biar bodoh semua rakyat indonesia. silahkan tanyakan soal tersebut pada pelajar sekolah yang berstandar sekalipun, bahkan mereka saja belum tentu bisa menjawabnya. sekarang apakah mungkin seorang pelajar dari sekolah berstandar saja tidak bisa, pemerintah memaksakan pelajar yang ada di daerah2 yang bahkan untuk belajarpun sulit, apalagi fasilitas yang jauh dari standar dapat menjawab soal itu??

Anonymous said...

Wah jadi teringat tahun lalu saya unas. Memang ketika saya unas tahun lalu terdapat berbagai paket yg saya dan teman2 rasakan sendiri bahwa tidak merata tingkat kesulitannya, jadi saya cukup bisa merasakan yg adek rasakan saat ini. Well intinya sih tetep jadi orang jujur jangan terpengaruh yang pake kunci. Akibatnya akan dirasakan sendiri ketika kuliah kok dek tetap semangat masih ada ujian tertulis karena itulah satu2nya jalan yg menurut saya paling realistis dan bisa diperjuangkan dengan benar. Keep believing dan perbanyak berdoa kepada Tuhan.

Dan lebih baik jgn menjudge Pak Menteri dengan sesuatu yg mas mbak belum tau kebenarannya. Beliau memang professor ada gelar DEA yang setau saya gelar itu adalah gelar s3 dari universitas di perancis dan tentu saja tidak mudah mendapatkan gelar spt itu apalagi dari perancis. Memang kita harus akui sistem pendidikan di Indonesia bukanlah yg terbaik di dunia mas mbak sekalian. Ayo dijalani saja dek tetap berusaha maksimal bagi para pejuang yg ingin meneruskan pendidikan di universitas yg kalian inginkan dan bagi para orang tua tetap support anak2nya dan tetap membuat anak percaya bahwa kebaikan akan menghasilkan sesuatu yg baik pula.

Salam dari sesama pejuang SBMPTN Tertulis tahun lalu.

Anonymous said...

Yang bikin soal suruh mengerjakan biar mencret..semua mapel harus 100..kalo pendidikan sudak dipolitisir da dibisniskan ya kaya gini nih..ruwet bin gelap, UN setuju dihilangkan..sekolah untuk membentuk budi pekerti dan ahklak..selebihnya bisa pakai kalkulator atau komputer..yg penting anak saleh, jujur dan berbudi pekerti luhur bukan membentuk anak licik, dendam, tdk bermoral dan tdk berperikemanusiaan..waktu belajar di kelas belajar 1+1=2..waktu UNAS..3:6(6+6)8x+8y+7z<1237687...

Suamiistribahagia said...

Santai aja cuma masalah ujian, yg buat dan yang mengerjakan sama sama bingung tuh saling mendiskreditkan satu sama lain, saya juga dulu ujian gak pakai bingung, hidup gak berakhir diujian bro, ujian hidup lebih lebih berat dari sekedar ujian sekolah sama-sama gak bisa milih soal, hidup dan rezeki kitak gak bergantung dari nilai sekolah, mau bagus atau jelek gak jadi soal, selama niatnya nuntut ilmu, klo niatnya cari nilai ya repot. Saya dulu juga gak perduli nilai yg penting pelajaran yg saya ingin tau saya pelajari yg tidak ya sekedarnya saja, nilai kadang bagus kadang jelek bukan soal yg penting niatnya menuntut ilmu, pemikiran ketuhanan kita sangat kurang mungkin hampir tidak ada yg menuntut ilmu karena memang ingin mengetahui ilmunya, saya dulu mau tidak lulus juga tidak maslah, mindset menuntut ilmu yg salah, jika tidak suka sekolah ya menuntut ilmu diluar sekolah Itu yg saya lakukan ketika ilmu disekolahan saya anggap buakan yang ingin saya cari, hidup ini lebih dari sekedar mengeluhkan soal disekolahan, bosan sekolah cari ilmu ditempat lain yang menarik bagimu, itu saya lakukan ketika saya bosan dengan ilmu yg ada disekolahan, jangn mengeluh sehari saja itu lebih berat dari ujian meja hijau sekalipun

Unknown said...

itu org ngomong gk d pikir dulu kali y asal nyeplos jk. kau lh tu yg paling pintar. coba tolong d kerjakan dulu soal UAS y. kl bisa jawab dngan benar minimal 60% baru lu boleh ngomong.....

windy said...

semoga kelak adek ini bisa menjadi pahlawan pendidikan , salut bgt bacanya ,, hatiku bergetar dek bc tulisanmu ,,, smoga pihak terkait buka mata buka telinga mari sama2 menjadi generasi masa depan Indonesia yg hebat . dan sumpah gw akan bilang WOOOW . ;)

windy said...

semoga kelak adek ini bisa menjadi pahlawan pendidikan , salut bgt bacanya ,, hatiku bergetar dek bc tulisanmu ,,, smoga pihak terkait buka mata buka telinga mari sama2 menjadi generasi masa depan Indonesia yg hebat . dan sumpah gw akan bilang WOOOW . ;)

Anonymous said...

saya dulu UAS dan UMPTN gak khawatir sama sekali, persiapan juga biasa aja, terlalu cengeng kalo smape nangis. hidup ini gak akan bergantung sama itu semua. yg penting ibadah yg baik, kerja keras, gak lulus pun masih bisa wirausaha, betapa banyak lulusan sarjana cuma menganggur!

Anonymous said...

Setuju banget sama surat kakak tersebut.
Tahun lalu saya juga mengalami hal seperti itu, di saat kita mencoba mengerjakannya dengan jujur lalu ada orang lain yang 'kurang' jujur dan setelah melihat hasilnya ternyata yang 'kurang' jujur lebih baik hasilnya daripada yang jujur. Itu nyesek banget. Apalagi hasil UN dipakai sepenuhnya untuk PPDB SMA.
I do hope that mister will read it sincerely. And i'm sure most of Indonesian high-shooler agree 'bout it :)
Semangat kak!!

Danang Sugiarto said...

awesome :D

Unknown said...

yg jelas
..pemerintah itu bodoh. ug bgini bgini nih(unas..ujian akhir..dll)yg buat negara ini menvetak mental koruptor.. suruh nonton film india yg judulnya tri idiot tuh mentri yg lulusan ipb..ituh...sungguh aneh.

Modifikasi Motor said...

Izin menyimak dulu gan...

Anonymous said...

Saya berdoa supaya pak mentri yg sudah mau habis masa jabatannya ini baca tulisan kamu dek...
Trus dia agendakan dan wariskan soal pembenahan urusan unas ini kepada mentri selanjutnya. Seandaikan nanti masih ada unas di jaman anak saya sma. Insya allah saya akan berusaha sekolahkan anak saya di luar negri aja deh... kalo bisa sekalian pindah negara. Terlalu banyak kepentingan satu pihak diatas kepentingan rakyat. Ga sesuai sama asas yg dijunjung tinggi negara yg katanya pancasila ini.
Semoga kamu bs jadi orang hebat dan penting di negara ini ya dek... hapuskan ato setidaknya perbaiki sistem pendidikan di negara kita ya... saya titipkan nasib anak bangsa lainnya dan tentunya nasib anak saya juga pada kamu.
Amin

Nacha said...

Saya setuju sekali dengan ulasan kamu
. Jujur saya juga sekarang merasakan kekhawatiran melihat materi pelajarang sekarang yang begitu berat. Karena anak2 saya yang masih duduk di bangku SD kelas 1 dan 3 sudah harus mampu mendapat nilai diatas atau = nilai kkm yang ditetapkan oleh diknas. bila belum tuntas mereka harus mengulang pelajaran tsb sampai nilainya tuntas. Padahal pelajaran mereka ada 14 mata pelajaran. dengan buku tebal2 dan isi materinya baru saya dapat kelas 1 SMP dulu. contoh pelajaran IPA kelas 3, materinya sudah detil tentang tumbuh-tumbuhan, mulai dari jenisnya monokotil/dikotil, ciri-cirinya, pernafasan, perkembangbiakan dll. belum lagi matematika seperti soal-soal pecahan, bangun datar, angka-angka yang sudah mencapai hitungn ribuan. Dan jujur, saya salut pada anak2 saya yang mampu menjalankan dan mempelajari semua itu. Hanya sebagai orang tua saya Khawatir, apakah otak mereka tidak akan jenuh dan lelah untuk menghadapi tingkat pendidikan yang lebih tinggi di masa depannya nanti.. Yang tentu saja masih sangat lama.
Saya berharap mudah-mudahan ulasan kamu dan semua komen di baca oleh mendikbud. Saya juga terbawa untuk menantang pak menteri untuk coba membaca dan mengingat semua materi pelajaran IPA, IPS, MATEMATIKA, PKN dll untuk anak kelas 3 dan harus ingat/hafal semua materi untuk meghadapi UKK besok. karena kami orangtua juga tidak tau soal apa yang keluar nanti. jadi otomatis anak2 harus belajar 1 buku penuh untuk 1 pelajaran. dan ini ada 14 mata pelajaran.

Anonymous said...

iya, memang benar kalau UNAS tahun ini kacau balau, saya yang jujur saja harus geleng-geleng kepala melihat soal yang diujikan. Matematika dan Kimia, itulah yang saya khawatirkan... karena hampir 5 soal lebih benar-benar di luar SKL. Ada apa dengan Pendidikan di Indonesia saat ini?
kita yang telah belajar selama 3 tahun dengan mapel yang banyak ujung-ujungnya hanya mengerjakan soal 6 mapel itu? bagaimana dengan yang lain? apakah harus disepelekan? tentunya tidak, karena pelajaran lain juga penting bagi diri siswa.

mending Ujian Sekolah saja daripada harus UNAS.

demi adik kelas, saya tak mau hal ini terulang terus... mudah-mudahan tak ada UNAS tahun depan, dst.

Anonymous said...

Syahdeni lo wakil mentri atau wakil mantri ???

Anonymous said...

UNAS harusnya bukan penentu kelulusan. proporsinya cukup 20% aja. Nilai raport juga jangan dijadikan patokan SNMPTN. Harusnya kembali ke jaman PMDK dulu ranking 5 besar yang layak ikut SNMPTN. dan yang menentukan persaingan adalah presatsi siswanya dan prestasi sekolah seperti jumlah juara OSN,dll.

Jangan perbanyak proporsi penerimaan mahasiswa dari jalur prestasi karena kenyataannya siswa berprestasi itu sedikit. Saya juga bingung kenapa tahun lalu saya di terima di salah satu PTN ternama dengan mudahnya SNMPTN padahal nilai UNAS yang saya kerjakan dengan jujur tidak terlalu baik dan nilai raport saya biasa-biasa saja.
Proporsi yang baik itu
20% SNMPTN, 50%SBMPTN, DAN 30 % MANDIRI
atau yang tidak menerima mandiri
30% SNMPTN DAN 70%SBMPTN

Terlihat dari sistem UNAS dan Penerimaan di perguruan tinggi. Pendidikan di Indonesia mentolelir kecurangan. Standard tetap harus ada tapi sesuaikan dengan akreditasi sekolah. kalau yang akreditasi A silahkan kasih soal standar internasional tapi kalau yang di pelosok kasih soal standar pelosok.

Anonymous said...

GREAT LETTER SIST:) saya juga merasa seperti itu, krn thn ini saya juga mengikuti UN tingkat SMP. rasanya mmg sangaaaatttt tidak adil bagi kita, yg menjunjung tinggi kejujuran, tapi seolah-olah jerih payah kita tidak ternilai sama sekali.. semoga bisa benar-benar dipertimbangkann
HAPUSKAN UNAS!;))

Unknown said...

Pola pikir anda terlalu sempit yaa pak syahdeini, sekolah gak sih pak.. kasihan sekali anda

Anonymous said...

Salut pada generasi muda yg semakin cerdas menyikapi keadaan. Sering kali pendidik memaksakan muridnya utk menjadi penghafal hebat bukan menjadi individu berkualitas. Lalu kalau selama 6+3+3 sibuk menghafal untuk mengejar kelulusan kapan mereka belajar menjadi orang "hebat". Ironis sekali pendidikan di Indonesia ini.

Lihat Tugas Bahasa Inggris di sini.... said...

Sekalian aja suratnya ditulis tangan mssukkan ke amplop kirim ke kantor Bpk menteri, kalo via media elektronik spt ini, kecil kemungkinan u/ mendapat tanggapannya. Ujian itu tanda umat akan dinaikkan derajatnya....ins alloh!

Anonymous said...

kritik mu sangat bagus dek....
saya juga pernah mengikuti unas tapi dulu masih 2 paket.
masih teringat betul, setelah mngikuti ujian matematika soalnya saya berikan kepada guru dan pengajar bimbel untuk di kerjakan...
tapi hasilnya ada lebih dari 5 soal yg tdk bisa di jawab.
saya saja yg sering mengikuti olimpiade matematika waktu sma dri tingkat kota sampai provinsi hanya bisa mnjawab 50-55% sisanya yg 45% anda bisa menebaknya sendiri dari mana jawabannya.
saya sempat merasa miris, bagaimana mungkin soal" pendidikan yang ada di kota besar di pulau jawa dan sumatra di samakan dengan kami yg berada di bagian timur indonesia.
yg pendidikannya, falitas sekolah sampai kualitas pendidik masih di bawah standar.
jadi menurut sya selama pendidikan di indonesia tidak merata sistem demokrasi indonesia akan selalu rusak.
seperti sistem UNAS sekarang ini....

Unik & Menarik said...

nii buat syahdeini.... siswa sebenarnya cerdas cerdas .. siswa butuh proses .. jangn langsung di hdpkan soal soal yang sulit . dong ... emang loe masih bayi langsung di suruh main bola ... ama emak loe ... emang lo bisa... pasti gk bisalah ... kurang lebih seperti itulh kasusnya...

Anonymous said...

untung gw dulu adanya ebta ebtanas doang... itupun nem gw cuman 5 atau 6 gitu gw lupa. lulus sma taon 97 langsung kuliah ambil teknik informatika dan skrg jadi manager gaji puluhan juta. mayan cukup lah

Anonymous said...

sah2 aja protes tentang UNAS
tapi yang menggelikan disini adalah 'saya tantang bapak...'

anda kenal M.Nuh ga ya? pernah baca artikel wikipedianya mungkin?

Unknown said...

Masalah nya bukan UN. Tapi dinegeri ini semua lini. Sebagian besar tidak ada lagi kejujuran. Keadilan. Dan yang jadi pemimpin lebih bodoh dari yang dipimpin. Dan pekerjaan tidak dikerjakan oleh yang benar benar ahli dibidangnya

raditya said...

kepada Dewi Citra Murniati, memang negara ini negara demokrasi.... tapi setiap kritik harus ada pertanggung jawaban, seperti syahdeini, orangnya kasih kritik tapi ga ada pertanggung jawaban, seperti kamu Dewi Citra Murniati... kenapa mentri pendidikan kita ga ikut komentar? karena dia takut untuk ngomong.... mau ngomong gimana, sama anak SMA aja lebih kritis anak SMA.... hadehhhhh.... kok bisa jadi menteri tho kowe pak???

BILLITON_COMMUNITY said...

Mohon izin nge-share..

BILLITON_COMMUNITY said...

Izin share ya dik..

aay soulnation said...
This comment has been removed by the author.
aay soulnation said...
This comment has been removed by the author.
aay soulnation said...

Syahdeini oooh Syahdeini... Alhamdu ... Lillah

Unknown said...

memang mungkin ada kelonggaran. tp yg jadi masalah kan bukan itu. soal susah atw mudah juga bukan itu yg jadi masalah. yang jadi masalah kn adalah gimana sistem pendidikan ini memberikan benih yang buruk bagi para siswa dan masyarakat. kecurangan, stress, dll. memang paling mudah menganggap uan sbagai latihan, tapi kalau trus jadi tidak lulus karena sakit atau alasan-alasan lain? manusia kn bukan makhluk yang perasaan dan pikirannya datar2 aja. kadang naik kadang turun. UAN itu hanya mengambil 3 hari dari 3 tahun kita di sekolah dan itu luar biasa bagus dan adil sepertinya (nb : sarkasme). Jadi jangan karena dulu 100% dari UAN lalu anda iri dan menganggap adik yang curhat ini, "gitu aja uda stress blablabla." gitu aja mohon di ingat tujuan dari surat ini apa.

Anonymous said...

Ngisin ngisini ITS ae komentare kresno waluyo iki, jangan dilihat kalo pak mentri lulusan ITS lalu anda yang kemungkinan lulusan/warga ITS jadi berpihak kepada Pak mentri. Sebagai manusia yang normal dan baik, mestinya anda melihat mana sisi yang baik dan buruk. Kalau sistemnya sudah kacau dan tidak efektif, kenapa harus dipertahankan??

Anonymous said...

Ah so tau anda...emang tau darimana soal uas sama seperti semester 5 kuliah s1 matematika? Jangan2 tempat loe kuliah ngga bener pake materi anak sma. Gw juga ngerasain UAS, tapi gw belajar dengan tekun dan alhamdulillah lulus. Anak sekarang aja payah...ngeluh mulu...loe pikir orang tua kita pada sukses kuncinya apa? Rajin dan tekun...tiru itu...

Anonymous said...

Itu derita loe bro....ngga usah ngeluh, banyak jalan ke roma...hahahaha

Anonymous said...

Ayo di sebarluaskan biar kebodohan ini terlihat oleh semuaaaa orang ..... saya kira ini respon seorang mentri yang paling konyol ........... :)

Anonymous said...

itu siapa itu yg komentar ga mutu syahdeni........ baca yang jelas!!!!! ..... kesopanan hanya pantas untuk kesantunan ........ pak menteri sudah tidak santun dengan menganggap ini bukan tulisan adik kita ini.............. lihat respon pa menteri

Anonymous said...

So that's it... in the end it was all about money...

Anonymous said...

Waduh, begitu ngebaca yang satu ini bisa dibilang kalo UNAS sama Pemilu Legislatif itu 11:12. Bedanya kalo UNAS, korbannya para siswa. Tapi kalo Pemilu Legislatif, korbannya justru para caleg. Wkwkwkwkwkwkwkwk!!! :D :D

Anonymous said...

Terima kasih Nak...mencurahkan kritik dengan bahasa yang sangat santun. Memang benar Nak..anak saya kebetulan juga UN tahun ini, dan keluhannya sama. Guru Les Kimia-nya bahkan menangis melihat soal tahun 2014 ini, sedih karena merasa tidak berguna mengajar selama 3 tahun ini, beliau bilang ini soal OSN yang perlu pendalaman lebih dari 6 bulan, kalau saja selama 3 tahun itu hanya belajar 1 mata pelajaran kamu pasti bisa.
Kalau orang JAKARTA saja yang fasilitasnya "wah" merasa seperti ini...apalagi kami yang jauh di Kalimantan dengan fasilitas "ala kadarnya"....

Unknown said...
This comment has been removed by the author.
Unknown said...
This comment has been removed by the author.
Unknown said...

saya pernah dapet cerita dari teman saya
waktu itu ada anak dari indonesia yang sekolah di luar negeri
suatu saat dia disuruh buat semacam essay
bapaknya itu bikin biar essay itu sesempurna mungkin biar anaknya dapet nilai bagus
namun anak itu belum sempat mengechekkan tugasnya ke bapaknya dan dikumpulkan
saat bapaknya tahu bahwa essay itu mendapat nilai E(excellent) bapak itu protes ke gurunya
dan gurunya langsung tanya ke bapaknya, "Are you an Indonesian?)
jadi, pendidikan di luar negeri lebih mementingkan bagaimana usaha dari siswanya bukan dari hasil yang tertera dalam selembar kertas
sedangkan di indonesia, semua nilai hanya didapat dari hasil di selembar kertas yang tak tahu asalnya dari mana
saya siswi kelas X yang menggunakan kurikulum 2013. menurut saya kurikulum ini dibuat agar dapat menyamai sistem luar negeri, namun kenyataannya dalam lapangan guru siswa, materi, dan nilainya masih dengan cara yang sama dengan kuriulum sebelumnya.
dan nilai dari sikap dan penilaian teman sebaya pun tidak benar-benar terlaksana hanya sebagai seadanya dan hanya sistem kira-kira seperti penilaian sikap pada kurikulum sebelumnya (dinilai dari tingkat absensi siswa bukan dalam KBM)
menurut saya pendidikan di indonesiai ini belum layak diteriima oleh siswa, apa lagi mengenai kurikulum 2013 yang saya rasa belum dibuat matang-matang.
jika ada salah dalam memberikan komentar, saya minta maaf.

Anonymous said...

sepintar apa pun rasanya jujur itu percuma kalau mau menghadapi UNAS.
3 tahun sekolah hanya ditentukan dalam beberapa hari saja.

Unknown said...

SALUT kepada kakaknya yang menulis :)
Semoga di respon oleh Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat :))

Anonymous said...

Jaman saya dulu, sekitar 5 atau 6 tahun lalu, saya masih bisa bangga bilang "gue gak pake contekan sedikit pun", "ini murni hasil kerja gue", meskipun nem saya standar sekali. Mungkin karena bobotnya belum seberat sekarang.
Ketika tahun ini melihat soal-soal UN adik-adik SMA, yang ada di kepala saya "apakah anak-anak di papua sana, kalimantan, dll mendapatkan pelajaran yang sama? yg segini susahnya?" benar tulisan di atas, jangan menuntut sebelum memberi. Kalau saya ada di posisi adik-adik SMA saat ini, bukan tidak mungkin saya juga akan pakai contekan jika sistemnya se-kacau itu.
Semoga bisa ditanggapi dengan serius oleh pemerintah, sistem UN saat ini jelas merusak mental siswa-siswi kita.
Semangat terus ya adik-adik! :-)

Unknown said...

Saya amat merasakan apa yang kakak rasakan. Karena yang terjadi di UNAS SMA terjadi pula pada UNAS SMP. Ketika UNAS smp akan diulang karena ada penjiplakan soal dan ketika unas smp banyak guru yang memberikan jawaban kepada murid nya
Bagaimana negara ini akan maju jika para guru sendiri tidak memberikan contoh yang baik agar murid berperilaku jujur ?
Jujur saya pun sangat perihatin dengan un sma yang berstandar internasional dan melenceng dari skl.
Tapi jujur saya pun sebagai siswa 3 smp yang baru saja melaksanakan unas merasa sangat amat kecewa dengan kebocoran soal, terhadap para pengawas yang dengan tenang nya memberikan jawaban kepada murid.
Mungkin banyak yang tidak tahu?
Ketika kemarin unas disekolah saya terjadi pemberian jawaban terhadap ibu dan anak. Pada saat itu sang ibu (pengawas) sedang mengawas disekolah saya dan anaknya itu menjadi peserta unas. Setiap hari sang ibu itu selalu datang keruangan anaknya yang pada saat itu saya satu kelas dengan anak itu. Sang ibu selalu datang ke kelas kami pada saat awal unas dilaksanakan . Awalnya saya kira ibu itu selalu datang ke kelas kami hanya ingin melihat anaknya tetapi anehnya sang ibu setiap hari bulak balik ke kelas kami. Usut punya usut sang ibu memberikan contekkan kepada anaknya.
Awalnya saya tak percaya dengan hal itu.
Tapi pada akhirnya, ketika hari terakhir un pada saat itu pelajaran ipa. Sang ibu mengawas dikelas kami, ibu itu terlihat sangat tegas ia mengacak paket agar tidak ada yang sama. Tapi ternyata setelah soal dibagikan setekah waktu mengerjakan setengah berlalu sang ibu menukarkan soal yang sama kepada anaknya yang sudah diisikan oleh ibu yang kebetulan pada saat itu adalah guru ipa. Miris bukan ketika sang guru yang seharusnya mencontohkan berperilaku jujur malah menjadi joki.

Bagaimana negara ini mau maju bila sang guru sendiri oang tua kedua kita mencontohkan kita berperilaku tidak jujur?

airlangga said...

gilaaaaa panjang bangeettt
mas bro mbak broo, komen emg mudah, dan gak bakalan selesai, gak bakalan nemu solusi
soal dibuat bertipe itu semua karena banyak terjadi kecurangan, yg contek, joki, dan macem2nya
karena itu, dibutuhkan kejujuran dr tiap siswa jadinya siswa harus mengulang pelajarannya, mengulang yaa bukan sistem kebut semalam
dulu ketika saya masih sma, sekalipun isu2 akan banyak yg tidak lulus
itu semua sama sekali tidak membuat saya menjatuhkan harga diri para guru, yaitu dengan mencontek, joki, apapun lainnya
yaa, tentu saja hal itu adalah pelecehan bagi para guru yg sudah mengajar selama 3 tahun itu
pada saat itu yg terpikir olehku sebagai siswa hanyalah belajar, mengulang pelajaran yg sudah diajarkan, berdoa
dan dalam setiap keyakinan saya bahwa saya bisa mengerjakan soal itu dan menyelesaiakannya
sesederhana itu
dan alhamdulillah lulus, baik sd, smp, sma, kuliah pun seperti itu
hal yg perlu diingat, apakah yang menentukan nasib bangsa adalah org yg pecontek, atau org yg banyak mengeluh?
tidak, mereka tidak bisa memperbaiki bangsa ini
hanya kejujuran satu-satunya kunci sukses kehidupan kita
dunia akhirat

Anonymous said...

syahdeni ih kok tolil bgt sih bedun minta di colok apa ya mata nya biar bisa baca....

Unknown said...

WAH MANTAP NI HAAA MAMPIR JUG
http://creativehozz.blogspot.com/

Anonymous said...

Banyak orang putus sekolah hanya karena salah satu bidang study. Seorang yang berbakat, katakanlah Seni, tapi karena hanya karena beberapa bidang study Merah maka tidak naik kelas, akhirnya putus sekolah. seandainya seni sebagai keunggulan atau bakatnya di kembangkan dengan arahan guru seni tidak tertutup kemungkinan akan menjadi seniman kondang dan sukses. Sering bakat seorang murid terhalang dan tidak bisa berkembang hanya karena bidang study yang tidak sukai. Tidak Heran kalau banyak Sarjana yang bekerja tidak sesuai jurusannya. sarjana teknik Mesin jadi salesman dll. Seharusnya kurikulum berorientasi pada minat dan bakat seseorang.

Anonymous said...

mending jadi orang indonesia yang baik. ada orang nulis kritik gini ya bantu sebarin, jangan malah ikutan bacod di komentar gajelas di atas. Jadilah orang indonesia yang mebangun, produktif bro, bukan cuman bisa bacod di komentar ya.
kritik ini bagus. saya bantu sebarin ya.

Anonymous said...

emang pelajaran di sekolahan kalau saat sekolah dipikir ga ada gunanya
tapi nanti setelah kalian jauh lulus dari sekolahan baru akan terasa apa manfaatnya,,
UAN cuman buat mengukur kemampuan manfaatnya
1. Memotivasi agar siswa mau belajar. kalo ga ada uan orang sekolah ga ada tujuannya uan itu juga kan buat mengevaluasi
2. Mengetes mental. seberapa kuat mental siswa menghadapi ujian yang menghalangi untuk mencapai tujuan
dan lainnya yang positif

UAN setandar minimumnya berapa si?
masa ga bisa mencapai itu udah sekolah 3 tahun masa ga dapet apa"

Anonymous said...

Coba kalo bisa dilampirkan seperti apa soal yang diberikan di UNAS ini, saya membaca comment-comment jadi ambigu sebenarnya sesusah apakah soal yang sedang dibicarakan agar pembicaraan berdasarkan fakta yang ada

SAPALA KALINGGA said...

Saya begitu terenyuh membaca tulisan ini. 8 tahun yang lalu saya juga merasakan hal yang sama. kegundahan ke bencian terhadap sistem UN masih menggelayut dalam pikiran kecil saya sampai sekarang, setiap kali mendengar kata Ujian Nasional seperti sebuah luka dalam yang kembali menganga setiap tahunnya. saya selalu membayangkan ketakutan-ketakutan yang sama yang saya alami 8 tahun silam. SAYA BERSUMPAH SISTEM UN SEPERTI INI AKAN MENGHANCURKAN (agen of change) PEMUDA-PEMUDA KITA. Sistem UN seperti ini adalah endemik virus yang berdampak sistemik menghancurkan sistem pendidikan Indonesia. jadi jangan heran jika bangsa kita tidak akan maju, koruptor akan selalu ada dan semakin membabi buta, KARENA KITA (PELAJAR) DICIPTAKAN DEMIKIAN.

Jual Tas Kamera Murah said...

Sebuah kritik yang rasa pantas untuk menjadi bahan evaluasi kementrian pendidikan...

Anonymous said...

wakaka yang comment banyak pke anonymous, gua jg anonymous
emm pak nuh, professor loh, dia yang buat soal untukmu nak...
masih panjang perjalananmu nak...
tapi emang salah, kalau soal jadi tambah sulit, belum waktunya, standar saja
yang penting sesuai pendidikan untuk sma
kuliah dipersulit, nah itu baru gpp

Unknown said...

presiden ame mentri nya kayak orang paling pintar di dunia, semoga pemerintahan baru enggak ada menteri seperti ini

Unknown said...

" Tidak ada manusia yang bodoh di Dunia ini. Yang ada hanyalah manusia yang membodohi dirinya sendiri dengan rasa ketidak mampuannya".

"Orang besar Lahir dari proses yang tidak mudah pula"

Di satu sisi mungkin ade ini merasa terintimidasi dengan adanya sistem UNAS yang selama ini dipakai oleh negara kita ini,

"Walah... pemerintahnya jha Korup..wlaah, pemerintahnya jha blum tentu bsa ngerjain soal UNAS...walaaah...pemerintah jah..bla..bla..bla..."

Mungkin itu yang terlintas di benak para siswa/siswi seperti ade ini, yaa gak...? NAMUN DE....

Apakah dengan seperti ini kita hanya bisa mengeluh saja? atau menyalahkan Pemerintah ? atau mungkin menyalahkan para Menteri mungkin ?

Memang Bangsa lain yang memiliki sistem berpendidikan terbaik di dunia sedikit yang memakai sistem seperti UNAS ini, itu karena mereka KONSTISTEN dengan sistem yang selama ini mereka pakai. Mereka percaya dengan sistem yang selama ini mereka anut. Dan tidak alasan bagi mereka untuk mengeluh. Memang di satu sisi, banyak terjadi kecurangan-kecurangan di UNAS ini. Entah itu dari pihak pemerintah ataupun Peserta UNAS itu sendiri.

Inikah MENTAL Generasi Penerus Bangsa yang selama ini selalu dibangga banggakan..?

Ada loh.... sebuah lembaga pendidikan di Jawa Timur yang tidak pernah sama sekali menganut sistem seperti UNAS, mereka konstisten dengan sistem yang selama ini mereka pakai. Terhitung mata pelajaran ada sekitar 30 mata p

Anonymous said...

Ini baru org cerdas.

Unknown said...

Ada loh.... sebuah lembaga pendidikan di Jawa Timur yang tidak pernah sama sekali menganut sistem seperti UNAS, mereka konstisten dengan sistem yang selama ini mereka pakai. Terhitung mata pelajaran yang diujikan di ujian Akhir ada sekitar 30 mata pelajaran. 20% pelajaran UMUM ( setara dengan soal UNAS ), 80% lainnya pelajaran dengan 2 bahasa yang berbeda ( Inggris dan Arab ). Dan yang mengejutkannya, sesulit apapun ujiannya, Jarang sekali ada siswa/siswi yang berani menyontek. walaupun itu ujian akhir.... Karena hukuman bagi siswa/i yang menyontek adalah Skorsing 1 tahun ( = Tertinggal 1 Tahun ) dan harus mengulang di jenjang yang sama di tahun depannya.

Tapi hingga saat ini, tak ada satu siswa/i pun yang mengeluh. apalagi protes. berapa pun nilai yang didapat, itu harus disyukuri. Karena itulah kerja kerasnya.

Bahkan tidak sedikit dari alumni alumninya yang berhasil di Dalam negri maupun luar Negri. Walaupun tanpa ada identitas negara sedikit pun. Tapi terbukti mereka bisa. Nahh apalagi ade yang hanya menjalani 6 mata pelajaran saja.! Ya ga dek....

ingat dek... Orang besar terlahir dari proses yang sukar pula...

BELAJAR keras -BERDOA keras -TAWAKKAL sepenuh hati

Unknown said...

CEMANGAT......jangan CEMUNGUUT..... ^_^

sangek said...

Belum tentu juga yang nulis gak pake joki,bayangkan kalo gak ada joki,ada berapa ribu siswa yang bunuh diri karna gak lulus unas,jadi gausa munak deh,inilah indonesia,inilah negeri kita tercinta,kalau gak suja yaudah pindah aja ke negara lain yg g ada unasnya,yg katanya pendidikannya lebih baik dari indonesia
Jadi jangan salahin jokinya,mentrinya,atau unasnya
kalau emang butuh lulus ya ikutin aja unasnya,pengen nilai bagus ya beli aja di joki,kalo gak punya duit n pngn dapet pencitraan ya kerjain aja dg jujur dan bnyk2 berdoa

akunadya said...

semangat dik :) saya saja yang mendapat 5 paket anjlok di beberapa mata pelajaran karena tidak mendapatkan kunci dr joki seperti teman2 yang lain karena kami bahasa dan minoritas. saya sedihnya smp skrg karena ketika saya tanya teman2 di kuliah nilaimereka smua bagus2 and i dont want to ask how they got that score. karena kita hidup di lingkungan yang mementingkan nilai dibandingkan ilmu. semangat sekali lagi dik i hope he will hear ur voice and so ur friends voice good luck , barakallah

Anonymous said...

to anonymous "UAN sangat penting dilaksanakan karena merupakan tolak ukur pemerintah dalam mengetahui sukses atau tidaknya pendidikan yang diselenggarakan"
Saya rasa yang perlu distandarisasi adalah proses belajarnya dulu baru menjadikan evaluasi/ UAN sebagai tolok ukur apalagi dengan menerapkan UAN yang berstandard internasional. Persoalan disini adalah konsekwensi dari upaya pemerintah dalam mengetahui sukses atau tidaknya pendidikan diselenggarakan terlalu berat, yaitu sebagai acuan kelulusan. Para siswa seperti menjadi Kelinci percobaan hanya demi untuk UPAYA PEMERINTAH DALAM MENGETAHUI KESUKSESAN TERSELENGGARANYA PENDIDIKAN.

Unknown said...

Saya katakan anda lemah anda tahu bagaimana ujian akhir d gontor? Ujian yang mencangkup lisan sbanyak tujuh materi dan tulis sbanyak 36 materi,di tambah lagi ujian mengajar dan mencari kesalahn pengajar . Apa anda merasakan seperti ini? Dua bulan lamanya ujian kami dan anda hanya sekitar satu minggu sudah berani memprotes bapak menteri, sesungguhnya kita sebagai anak muda mngkin brkata demikian tetapi saya yakin merwka para orang tua telah memikirkannya secara matang buktinya saja kami santri gontor yang melaksanakan ujian tetap semangat walaupun soal demi soal stiap tahunnya mningkat tngkat ksusahannya, protes kami bukan kpda dikrektur kami ttpi lbih kmbali kpd introspksi diri kami jg mmpnya cabang2 yg mna soal itu brsal dr ponorogo d krimkan k kdri kndari lampung dan cabamg lainnya tdk prnah soal kami bocor karena ujian d gontor bkn hnnya nilai tapi jg akhlak shingga stiap almni yg mnjadi guru d gontor tdk akan prnah mmbcorkan soal trsebut karena mental kami telah dididik maka saya katakan sekali lagi tidak pantas anada sebagai murid sma telah mengatakan hal sperti itu kpd bpk mntri skiranya mrka salah mrka tlah mmberikan yg trbaik dan harus dmklumi manudia itu tmpat slah dan lupa jadi skiranya saya katakan mentalmu lah yg seharusnya diperbaiki

nassa_nasrul said...

salut buat yang nulis surat . ..
UNAS boleh lah dijadikan acuan standar evaluasi pendidikan nasional
tapi bukan SEBAGAI PARAMETER KELULUSAN
3 hari mengerjakan soal tidak cukup untuk mengetahui kompetensi siswa
sekolah lah yang pantas menentukan LULUS/TIDAK nya siswa bukan UNAS sebab 3 tahun sekolah tau bagaimana siswa berproses dalam belajar bukan 3 hari . . .
aneh sekali . . .
ingin pendidikan bebasis karakter building tp pendidikanya kayak gini . .
belum lagi ditambah daerah'; terpencil yg sngat minim akses pendidikan . . .
semoga calon presiden berikutnya bisa bijak menunjuk mentri pendidikan dengan hak prerogatifnya

Unknown said...

Menurut pendapat saya, soal ujian itu cuma seperti sebuah lampu, yg dipakai untuk menangkap 'bayangan' dari sebuah obyek.
Sekali lagi mohon diIngat ... cuma 'bayangan' dari obyek tsb.
Kalau lampunya dibuat dengan sangat bagus, bayangannya akan sangat mirip dengan obyeknya.
Namun demikian ... bayangan tetaplah hanya sebuah bayangan.
Tetap semangat dik, yg pentung sudah berjuang, apapun hasilnya, akan sangat kecil pengaruhnya dalam kehidupan adik. Justeru yg adik lakukan saat ini, keberanian untuk berpendapat dan memiliki kejujuran serta integritas lah yg lebih berharga dibandingkan nilai UNAS yg tinggi!

Unknown said...

Menurut pendapat saya, soal ujian itu cuma seperti sebuah lampu, yg dipakai untuk menangkap 'bayangan' dari sebuah obyek.
Sekali lagi mohon diIngat ... cuma 'bayangan' dari obyek tsb.
Kalau lampunya dibuat dengan sangat bagus, bayangannya akan sangat mirip dengan obyeknya.
Namun demikian ... bayangan tetaplah hanya sebuah bayangan.
Tetap semangat dik, yg pentung sudah berjuang, apapun hasilnya, akan sangat kecil pengaruhnya dalam kehidupan adik. Justeru yg adik lakukan saat ini, keberanian untuk berpendapat dan memiliki kejujuran serta integritas lah yg lebih berharga dibandingkan nilai UNAS yg tinggi!

akbare said...

jangankan lulus dengan nilai terbaik.
bisa LULUS saja sudah sujud syukur.

semangat ~~~!!!

istiyarto said...

sssttt golongane wong ngathok ke UNAS

Anonymous said...

syahdeni itu alias emon taaaooooo....... wkwkwk

Anonymous said...

Anda jangan membandingkan dulu dengan sekarang......pasti soal UAN yang dulu beda dengan yang sekarang. Kalo anda pernah membaca buku Chairul Tandjung...bagaimana dulu dia bayar uang sekolah dengan menjual kain milik ibunya....emang sekarang kalo kita menjual secarik kain bisa bayar uang sekolah? jual motor saja belum tentu cukup untuk biaya sekolah. Pikir dong!

Unknown said...

Sedih yah baca surat ini.
Pemerintah mengadakan UNAS krna sudah tak mampu lagi membukan lapangan pekerjaan baru :D
Bukankah dengan adanya UNAS akan ada pekerjaan sebagai "JOKI"

Unknown said...

Acungi jempol buat adik ini.
Sy pernah mengalami unas smu dgn nilai minimal 3,00.saat itu bnyak yg stres.kita yg belajar mati2an hny mndpt nilai pas2an,sedangkan yg hny malas2an mdpt nilai bagus. Knp bisa???
Krn mreka org2 yg TIDAK JUJUR. Krn UNAS hnya menginginkan NILAI,mka mreka berlomba2 mencari nilai dgn sgala cara,itulah alasannya mengapa UNAS ga layak jd patokan tingkat kemampuan belajar siswa.

Anonymous said...

Dukungan penuh untuk kamu..
semangat ya.. :)

Anonymous said...

Semoga UNAS di SMU dan SMP cepat menyusul seperti adiknya di SD,, di hilangkan..

Unknown said...

Pemikiran yang LUAR BIASA

masyun said...

Jangan2 si luyo ini lulusx nyontek kaya saya...wkkkkk

Unknown said...

curahan hati yang paling dalam ya dik..bahasa nya tertata rapi (menurut saya), saya mendoakan kamu lulus UN dgn hasil yg baik. Saya yakin dimasa yang akan datang kamu akan menjadi sukses ..menjadi penulis kayaknya OK nih dik...

Unknown said...

curahan hati yg paling dalam ya dik...Saya ikut mendoakan kamu lulus UN dengan hasil yang baik..InsyaALLAH dimasa depan adik sukses dengan bidang yang digelutin, Kayaknya jadi penulis OK banget nih.. :-)

Anonymous said...

Salut utk penulis.... sayangnya menteri indonesia tidak akan perduli dengan rakyatnya...... kita semua tahu jabatan menteri itu dibagi2 ke partai2 politik (jadi menteri bukan karena kapabilitasnya, tetapi krn bagi2 kekuasaan), jadi yah jangan harap menteri2 itu berkualitas, sebagian cuma asal jeplak, buktinya soal PISA aja jelas2 di contek..... indonesia itu negara korup, sampai kapan pun tidak akan berubah kalau rakyat diam saja. DI indonesia, pejabat adalah raja...... di negara maju, pejabat adalah pelayan rakyat. Di indonesia, rakyat takut akan pejabat, di negara maju, pejabat lah yg takut akan rakyat..... mau sampai kapan? terserah anda.....

Anonymous said...

jabatan menteri hasil bagi2 kekuasaan ya gini lah...... semua asal2an....

Anonymous said...

Kayaknya sebelum d kasig k pak mentri,tolong soal itu d kasih k Syahdeni. Aq kasih wkt sehari utk ngerjainnya. Tanpa melihat n mencari jawaban d buku or internt.
Kl elu g bisa nasehatin anak elu sendiri,jgn so nasehati org lain terutama jeritan sahabat kami ini.
Utk Pak Mentri. Ini Indonesia Bung !!! Peralatan n SDM yang ada d sekolah d Indonesia ini sangatlah tidak memuaskan jadi jgnlah engkau terapkan sistem Internasional yang SDM lebih dari memadai. Tolong anda survey dulu SDM yg ada d sekolah d negeri ini. Bila SDMnya sdh standar internasional,bolehlah anda masukan UNAS yg seperti sekarang. Anda jgn survey sklh yg d Kota Besar tp survey lah sekolah yg ada d daerah. Saya harap anda mengerti pak mentri yg sangat saya hormati !!!

I'am said...

ya, saya rasa kita dulu juga pernah merasakan UNAS atau UAN atau UN. saya rasa tidak bagus kalo kelulusan tiga tahun masa studi di tentukan dengan nilai satu hari/pelajaran. sebaiknya kelulusan diserahkan pada pihak sekolahnya saja. saya rasa pihak sekolah lebih mengerti kegiatan siswa selama tiga tahun yang ia jalani.
toh, mau masuk perguruan tinggi atau sekolah tinggi lainpun, nilai UN tidak terlalu diperhatikan karena ada ujian masuk tersendiri.
kesalahan sistem pendidikan kita adalah kita dipaksa untuk menghafal bukan memahami.
Buka wawasan untuk Nusantara, Indonesia, yang dulu pernah berjaya.
salam semangat!

Unknown said...

mudah sekali untuk menguraikan rumus tekanan yang terjadi pada suatu benda, di bidang fisika ada rumus P=F/A. tapi ga ada yang bisa menguraikan tekanan yang terjadi pada otak dan jiwa adik2 kita yang tertekan dengan sistem unas ini, saking kuat nya tekanan yg dibe banyak yg memilih bunuh diri agar terlepas dr tekanan itu. Miris sekali dengan kondisi adik2 sekarang :'(

Anonymous said...

saya sangat sedih membaca ini, mungkin ini salah satu bentuk fasisme dalam pendidikan dan ini harus dilawan karena sudah saatnya kita harus membentuk pendidikan yang ilmiah dan berbasiskan pada kenyataan.....

Anonymous said...

bacalah baek2 sampe habis..jangan seenak dengkul komentarnya. kayae loe salah satu orang gagal karena Ujian Nasional deh

Anonymous said...

coba nanti ya dek...masuk dunia kuliah trus masuk dunia kerja...coba deh kerasan mana sama unas ini...

Julissar An-Naf said...

Mudah-mudahan anak saya tidak pandai mengeluh seperti ini ...

fitra agung utama said...

Smoga terbuka pintu hati menteri yg berpendidikan itu

Belajar Islam said...

wow.. pasti terkesan gmn gt ya..
kunbal deh http://www.sehat-id.com

Anonymous said...

Profesor mz bukan Propesor, dasar kamu muka kompresor hahaha

Petria said...

Smg dunia pendidikan Indonesia bisa lebib baik..bukan hanya mendidik manusia spy memiliki kecerdasan intelektual (IQ), tp harus jg punya kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) yg baik....btw salam kenal all by: petria-primashop.blogspot.com

Petria said...

Lengkap..smg dunia pendidikan Indonesia semakin baik..btw, salam kenal..mampir ya ke: petria-primashop.blogspot.com

Nobrian said...

maaf sebelumnya...
jujur itu bicara moral bung, bukan gaya hidup..!!

Anonymous said...

kalo ga mau ikut aturan, ga usah sekolah aja sekalia.

Anonymous said...

kalo ga mau ikut aturan, ga usah sekolah aja sekalian.
gitu aja kok repot, mau lulus, kok ga mau berjuang ujian??
dasar aneh, jaman edan..!!

Pandu Aji Wirawan said...

Salut sama tulisannya, kritis dan memang apa adanya. Setuju deh sama kamu :)

Salam
pandu aji

Anonymous said...

MANA JAWABAN DARI PAK MENTERINYA YA....GAK NYAMPE TULISAN ADEK KITA INI KIRANYA....SAYANG JUGA RASANYA...MUDAH"AN SEMUA PROFESONG YANG MENGATAKAN UN ATAU SEJENISYA ITU BAGUS BISA TERBUKA MATA HATINYA

Unknown said...

Indonesia brooo," klo ada yg sulit,kenapa di permudah"

Unknown said...

Indonesia brooo," klo ada yang sulit,kenapa di permudah"

Unknown said...

Indonesia brooo," klo ada yg sulit,kenapa di permudah"

Unknown said...

Indonesia brooo," klo ada yg sulit,kenapa di permudah"

Unknown said...

#rekt

Unknown said...

Adek Nurmillaty Abadiah. Good luck ya. Surat yg kamu tulis bagus dek. Semoga km menjadi pemuda yg tetap di pendirianmu dan selalu membela mana yang benar . Jika bapak menteri ini memang berpendidikan, surat ini harusnya di baca, dipikirkan dan diberikan solusi untuk kedepannya itu bagaimana. Jika memang bapak menteri ini berpendidikan, maka beliau akan menerima apapun kritik dan saran itu. Maju terus dek Nurmillaty Abadiah :)

Anonymous said...

Jujur Itu Keren... Sayangnya Kejujuran bukan syarat buat LULUS UAN yah...

Aenean said...

Yang dipermasalahkan adalah otak profesor jangan disamaratakan dengan otak anak sma. Yang dipermasalahkan, soal-soal itu semakin menggila tiap tahun. Kaga lulus UN berarti lu The End. Adilkah itu untuk para siswa-siswi di Indonesia? Faktanya, masih banyak sekolah tertinggal di Indonesia. Kayak gitu bilang pendidikan di Indonesia uda maju. Akhirnya, gol pendidikan di Indonesia adalah lulus UN. Gol UN adalah standar nilai minimum, yang berupa angka kuantitatif (kualitatif di mana? pikir aja sendiri. Haha). Yang mensukseskan UN kan ga hanya bapak menteri, tapi juga siswa-siswi. Nah, ini masukan dan kritikan dari siswa, sebagai pihak yang mengalami, yang menurut gw perlu diperhitungkan oleh bapak mendikbud.

Anonymous said...

buat Nurmillaty Abadiah a.k.a anak "bapak mentri yang terhormat" yang meredam sakit, Pelajar yang baru saja mengikuti UNAS.
semoga kelak anda bisa menjadi salah satu orang "kuat" yang hebat nan bijak dalam menentukan sistem pendidikan yang layak untuk bangsa indonesia..
karna mungkin memang bangsa yang ini butuh orang kritis-ISASI (:D) yang solutif-ISASI (:D) dan inspiratif juga cerdas agar tidak tertindih oleh orang orang yang "pintar berpolitik" .... ehehehe :D
salam sukses buat anda semua..
amin

Unknown said...

Super sekali dik....
Pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan taunya menuntut hasil yg baik tanpa ditunjang struktur dan fasilitas yg memadai.
Jaman pak mentri sekolah dulu, buku tak ada yg berubah.
Selalu buku itu yg jadi pelajaran...
Tapi kok bisa jadi mentri....
Kaya'nya jaman sekarang dunia pendidikan adalah sumber "uang masuk" bagi org2 yang sok pandai. Kurikulum selalu ganti, apa nggak mikir biaya orang tua terhadap pendidikan anaknya ?
Jangankan hanya MENTRI PENDIDIKAN....
SEMUA MENTRI DI INDONESIA INI BOLEH KITA TEST ILMUNYA DENGAN MENJAWAB SOAL UJIAN.
Sekolah2 banyak yg terkebelakang dan tak terurus di Indonesia ini.
Biaya pendidikan banyak dan mahal....
Eeee.e.... minta mutu Internasional pula......
PREEEEEEETTTTT.....

Unknown said...

tanpa unaspun para siswa sdh pintar , emang sebaiknya unas dihapus ajah...

Unknown said...

Tugas utama seorang siswa adalah belajar..entah itu siswa ataupun mahasiswa..dan yang terpenting dalam belajar adalah kejujuran.seberapapun soal yang dihadapi, jujurlah untuk mengerjakannya..untuk hasil, pasrahkan pada Allah.
Karena sesungguhnya keberhasilan itu dilihat dari proses, bukan hasil. Kalaupun ada yang prosesnya jelek namun hasilnya baik, itu hanya baik yang sementara. Karena kebaikan yang hakiki dari proses yang benar akan tetap ada, dan akan terlihat pada waktunya..percayalah...
Dan semoga surat ini dapat dibaca dan ditanggapi oleh mereka yang di atas sana..dan semoga pendidikan di indonesia bisa lebih baik dari sebelumnya..amiin..

Anonymous said...

Yang menteri siapa ?? yang siswa siapa?

Kalau tidak mau ikut aturan iya tidak usah sekolah :v ,,, gitu aza kok repot ....

dibuat bagus salah,,,, dibuat tidak bagus salah x_x

Anonymous said...

Yang menteri siapa ?? yang siswa siapa?

Kalau tidak mau ikut aturan iya tidak usah sekolah ,,, gitu aja kok repot ....

dibuat bagus salah,,,, dibuat tidak bagus salah x_x

Unknown said...

BosSyahdeini...satu hal yg bisa kita jadikan pemikiran bersama dan contoh kasus....pernahkah brur tahu apakah buku2 pegangan para siswa diseluruh negeri ini sama? jangankan seluruh negeri, satu propinsi saja bisa berbeda...sangat tergantung dr pendekatan (marketing officer) penerbit atau para "calo" buku kpd kepala dinas/pejabat pendidikan setempat. Rekomendasi secara nasional barangkali memang ada, tetapi masing2 sekolah di masing2 kabupaten/kota dan atau propinsi seringkali lebih mengutamakan buku2 yang berasal dr penerbit yg memang sdh terjadi "deal" dg penyelenggara pendidikan ditingkat bawah (ini juga salah satu ekses dari adanya otonomi daerah). Selama 3 thn mereka para adek2 kita tekun belajar dg buku yg mereka punya...para guru dg segala keterbatasan yg dimiliki masing2 sekolah tdk mampu memberikan sumber lain guna menambah referensi belajar siswa (jadi bukan krn para guru tdk berkeinginan), pastinya mereka para siswa akan kesulitan jika kemudian dihadapkan pada soal2 yang belum pernah mereka pelajari selama ini. Untuk adek2 yg di Jakarta atau kota2 besar lainnya mungkin tdk sulit menemukan sumber referensi belajar yg lain....tp di daerah..? rasanya kita harus jujur...!!! ini baru satu contoh kasus....belum lagi masalah fasilitas, sarana dan prasarana pengajaran, termasuk tenaga pengajar yg tentunya tdk akan sama "ketersediaan" tenaga pengajar di kota2 besar dan daerah.... Pendidikan hrs tetap ditingkatkan, kita semua setuju itu brur...tp bkn dengan cara standarisasi atau menilai pada saat "mau panen" saja, sementara bibit, pupuk yang dipakai dan proses menanamnya tdk dilakukan dg cara yg sama.... Jelas tdk akan sama BOS...!!!

Anonymous said...

betul sekali, dek. hal ini mengingatkan saya menghadapi UN tingkat SMP 6 tahun yang lalu. Seingat saya saat itu pertama kalinya ada perubahan dengan penerapan paket paket UN, dan kami golongan yang mengerjakan benar2 murni, ternyata terinjak nilai kami dengan mereka yang telah membeli kunci kunci tersebut. bayangkan saja bagaimana bisa teman yang biasa sebangku dg kebiasaan hanya membolos, tidak pernah mengerjakan tugas selama 3 tahun satu meja, selama pelajar pun hanya sms an, bagaimana mungkin dia bisa mendapatkan nilai 90 an per mapelnya. Pada saat itu memang sbelum ujian telah muncul kelompok kelompok seperti, kelompok genius yangmana memang benar benar genius, kelompok menengah dan rajin, kelompok standar ( Belajar ala kadarnya kalau susah tinggal nyontek atau pasrah), lalu kelompok terakhir ini adalah kelompok borjuis udang. kenapa saya bilang borjuis udang? mereka rata2 dari kalangan berada tapi isi otaknya seperti udang dan hanya patungan uang untuk membeli kunci UN, dan alhasil kelompok berjuis udang ini bisa berada diatas kelompok super genius. Saat itu saya ingat sekali mimik teman saya itu, seakan menyeringai seperti harimau dan dg sombongnya maju kedepan mimbar sebagai siswa dg perolehan nilai paling tinggi di sekolah saya. Luar biasa sakit kalau diingat.

Anonymous said...

betul sekali. hal ini mengingatkan saya menghadapi UN tingkat SMP 6 tahun yang lalu. Seingat saya saat itu pertama kalinya ada perubahan dengan penerapan paket paket UN, dan kami golongan yang mengerjakan benar2 murni, ternyata terinjak nilai kami dengan mereka yang telah membeli kunci kunci tersebut. bayangkan saja bagaimana bisa teman yang biasa sebangku dg kebiasaan hanya membolos, tidak pernah mengerjakan tugas selama 3 tahun satu meja, selama pelajar pun hanya sms an, bagaimana mungkin dia bisa mendapatkan nilai 90 an per mapelnya. Pada saat itu memang sbelum ujian telah muncul kelompok kelompok seperti, kelompok genius yangmana memang benar benar genius, kelompok menengah dan rajin, kelompok standar ( Belajar ala kadarnya kalau susah tinggal nyontek atau pasrah), lalu kelompok terakhir ini adalah kelompok borjuis udang. kenapa saya bilang borjuis udang? mereka rata2 dari kalangan berada tapi isi otaknya seperti udang dan hanya patungan uang untuk membeli kunci UN, dan alhasil kelompok berjuis udang ini bisa berada diatas kelompok super genius. Saat itu saya ingat sekali mimik teman saya itu, seakan menyeringai seperti harimau dan dg sombongnya maju kedepan mimbar sebagai siswa dg perolehan nilai paling tinggi di sekolah saya. Luar biasa sakit kalau diingat.

Unknown said...

miris,adek2 yg mnjunjung tinggi kjujuran yang jadi korban..dan ujung2nya sudah tidak jujur mngerjakan UAN.
semoga teriakan hatimu ini didengar pak menteri yg terhormat.

Unknown said...

kebijakan yang mngajarkan bibit2 baru untuk menepuh jalan yg buruk.

Unknown said...

Saya yakin saat saya UN tahun 2011 di sekolah saya 100persen gak ada yang jujur . . .ketika mereka berfikir untuk jujur mereka takut untuk tidak lulus . . .ketika mereka mencoba untuk tidak mengasih contekan mereka akan merasa berat jika melihat teman seperjuangan mereka tidak lulus . . .kata JUJUR hanyalah omong kosong ketika soal yang di berikan kepada kamipun berangkat dari ketidak jujuran . . .

Anonymous said...

Harusnya kembali lagi dengan prinsip bahwa setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda, dan minat serta bakat yang berbeda. Seperti nya pemerintah kita sangat melupakan hal ini. Terlalu banyak ketidak adilan yang warga Indonesia dapatkan bahkan sejak dini. Sistem yang selalu di ubah sana sini, yang mana tidak jelas hasilnya membaik atau tidak. Sepertinya pemerintah terlalu banyak memikirkan bahwa UAN ini adalah "proyek" untuk mereka. Anak akan merasa sangat semangat untuk belajar ketika mereka belajar dan ingin tahu dengan bidang yang mereka minati, namun sudah sejak lama belajar ataupun ujian menjadi suatu "ketakutan" bahkan "kebencian" ketika mereka di paksa untuk belajar sesuatu yang tidak mereka sukai. Mungkin belajar seuatu yang tidak kita sukai wajar2 saja untuk menambah ilmu pengetahuan, tapi toh pengujian nya tidak harus sampai pada level yang mereka tidak sanggup. Pendidikan yang menjadi dasar saja sangat memprihatinkan di Indonesia, dari masa seperti ini sudah dimulai dengan kecurangan, tidak heran korupsi di Indonesia setiap tahun bahkan hari nya semakin menjamur.

-92 said...

like suratnya, miris juga liat kawan2 kemarin yang pake 'kunci' repot-repot disalin di kertas kecil biar bisa disembunyiin.
tapi semoga dengan kejujuran, kita lulus tahun ini dengan kebanggaan dari hati terdalam, karena tidak pakai 'kunci'.
apalagi kayaknya kunci bahkan sudah ditolerir oleh pengawas :)
tapi kejujuran yang rasanya pahit sekarang pasti akan berbuah manis, soalnya susah kan sekarang cari yang jujur (y)
-aku juga ngerasa soal UN kemarin aku apes :D-

Anonymous said...

hahahah apa anda yakin bapak mndikbud dlu lulus UAN dengan tidak menggunakan bantuan atau contekan??

Anonymous said...

ITS ?? hahhahah harusnya anak2 ITS diajarkan Undang2 juga yaah? setahu saya ga ada tuh umur sekian dilarang memberikan pendapat, "sini nanti kalo uda lulus masuk ITS, biar d kader, sama pak nuh kalo perlu" ??? hahhaha nah elo siapa? menang konsep, praktik nihil, kebanyakan ngomong, palingan kalo ujian semester juga nyontek capedeees

Unknown said...

mungkin kebanyakan emang siswa kalangan SMA yang protes tentang UN kemarin. Sebenernya kami dari siswa kalangan SMP juga merasakan apa yang dirasakan kakak-kakak kalangan SMA. Hanya saja mungkin kami masih belum bisa berkata secara dewasa sehingga lebih memilih untuk diam sedangkan kalian kakak-kakak yang sudah lebih dewasa akan dengan 'dewasa' mengutarakan apa yang kalian rasakan. Kami berterima kasih kpd kakak-kakak kalangan SMA yang berani mengeluarkan suaranya tentan UN kemarin karna apa yang mereka rasakan juga kami rasakan.

Anonymous said...

Sharing saja, saya sendiri tidak naik kelas 2 X, 1X saat SD, 1 X saat SMP, saya juga hampir tidak naik kelas ketika SMA, salah satunya karena saya sangat lemah dalam pelajaran itung itungan, Alhamdulillah saya bisa menjadi bagian almamater salah satu universitas terfavorite di Yogya bahkan Indonesia walaupun hanya DIII . setelah lulus saya juga gak ada hambatan mencari kerja, bahkan dalam 7 tahun kerja saya sudah jadi manager. Bahkan nasib temen-temen saya SMP dan SMA yang itung itungannya payah seperti saya (pelanggan tetap berdiri di depan kelas) banyak yang jadi pengusaha sukses di daerahnya masing - masing (saya bilang banyak karena lebih dari 3). Intinya :Sebagus apapun nilai yang di hasilkan oleh adek-adek kita saat UNAS belum menjamin akan sukses di saat mengahdapi pertarungan yang sebenarnya yaitu saat ketika harus hidup mandiri, dan menghidupi orang orang yg kita cintai kalau kita tidak memiliki karakater yang kuat. Dan bagi adek - adek yang mempunyai kendala dalam mencerna pelajaran dan gagal dalam UNAS, gak usah berkecil hati, saya sudah mengalami 2 X dan saya baik - baik saja, yang harus dijaga adalah bara api / semangat dalam diri kita jangan sampai padam untuk jadi orang sukses. Contoh yang gampang kita temui : penjual gorengan / bakul pecel yang saya yakin sekolahnya saja gak jelas dan keahliannya cuman menggoreng saja bisa sukses, kenapa kita tidak...?

Anonymous said...

Memang itulah realita, pemerintah slalu bergeming untuk berkata " Semua masih proses mencari formula terbaik ". Keren Petisinya.

cah MU said...

Sumpah keren.

Anonymous said...

semoga pak mentri membacanya dengan hati2 dan teliti ya dek,,, sehingga trbuka mata hatiny ;)

Anonymous said...

setuju bgt sma kmu neng geulis.
kepintaran dan keahlian orang itu berbeda - beda, tidak dapat disamakan dan tidak dapat dipukul ratakan. banyak orang beranggapan, jika lulus UN dengan nilai yang bgus, dikatakan sebgai orang pintar, itu persepsi yang slah menurut saya.
UN sungguh tdk memberikan dmpak yg positif bagi pendidikan di RI,
karena sesungguhnya, dunia kerja jauh berbeda dari pendidikan di bangku sekolah..

Anonymous said...

Setuju sekali dengan komentar2 di atas. UNAS dan ujian semacamnya sdah seharusnya dihapuskan karena sistem UNAS yang ada saat ini hanya akan membentuk para pelajar menjadi pelajar yang tidak jujur.
Di tahun 2004, sya mengikuti ujian akhr sekolah untuk tingkat SD. Pada saat itu saja, saat soal2 ujian tidak langsung dikontrol oleh pusat, sudah banyak kecurangan yg terjadi. Saya dan bbrp teman 'dipaksa' oleh guru-guru untuk membantu teman-teman kami yg dianggap tidak mampu untuk mengerjakan soal tersebut dengan kemampuannya sendiri. Saat pelaksanaan, dengan mudahnya kami memberikan kertas contekan kepada teman yang membutuhkannya. Sebenarnya sya tidak mau, tetapi karena tekanan dari guru membuat saya terpaksa melakukannya. Kami ditekan demi target lulus 100%.
Kecurangan kembali sya rasakan saat mengikuti UN SMP tahun 2007. Namun bedanya kali ini sya memilih untuk jjur. Saya mempersiapkan diri selama berbulan-bulan demi mendapatkan nilai yang baik. Sya mengacuhkan ajakan teman untuk menggunakan kunci jawaban yg ia peroleh. Sya berpkir bahwa saya sudah siap untuk mengerjakannya sendiri, ditambah lagi dengan hasil try out sebelum UN yanng menunjukkan nilai yang bagus. Saat pelaksanaan, memang ada beberapa soal yg lebih sulit dibandingkan saat try out, tetapi saat itu sya msh mencoba untuk percaya diri.Tpi kemudian kenyataannya, saat hasil UN diumumkan, nilai saya jatuh. Sya kalah dengan teman-teman yg jelas-jelas memiliki kemampuan di bawah saya dan hanya menggantungkan diri pada kunci jawaban.
Saat SMA, sya melihat dengan mata kepala sya sendiri bgaimana kecurangan dan jual beli kunci jawaban itu benar2 nyata dan terorganisir. Sya memiliki teman yg merupakan koordinator dari SMA sya. Dari dia lah hampir semua siswa di SMA kami mendapatkan kunci jwaban 2 pket soal (saat itu msh 2 paket sja, tidak sebanyak skrg). Dan dari pengakuannya lah sya tau bhwa ia membli kunci jwaban dari uang iuran yg diberikan teman-teman yg mau memesan kunci tersebut. Ia tidak bekerja sendiri untuk mendapatkan kunci jwaban, melainkan bersama-sama dengan koordinator di masing-masing SMA/SMK di kota saya. Jdi jika orang2 heboh dengan kebocoran kunci jawaban UNAS SMA/SMK di lamongan dan sby yg terorganisir, perlu anda ketahui bahwa ini bukan modus operandi baru. Berapapun pket soal yg ada, tetap saja ada kebocoran.

Apa yg sebenarnya membuat kecurangan ini terus terjadi?
Jawabannya jelas terletak pada sistem pendidikan dan mind set dari masyarakat kita.
Mengapa mind set masyarakat kita yg perlu disalahkan?
Karena mind set masyarakat kita (terutama guru dan orang tua) yg terlalu mementingkan hasil, dalam hal nilai UNAS dn tingkat kelulusan, inilah yg sejatinya membuat kecurangan itu terjadi. Apapun akan dilakukan para siswa, guru atau sekolah demi mencapai target nilai yang bagus. Padahl yang terpenting dari sebuah proses pembelajaran, bukanlah terletak pada hasil semata, melainkan prosesnya itu sendiri. Banyak org di masyarakat kita yg tidak melihat bahwa proses adalah bagian yg penting dan sebenarnya juga merupakan hasil, karena proses itu lah yg akan berperan penting dlm membentuk karakter atau kemampuan seseorang. Hasil pembelajaran yg tercetak dalam ijazah bukanlah cerminan sejati dari kemampuan atau karakter seorang siswa. Itu hanya lah serangkaian angka yg sejatinya tidak bermakna. Sangat tidak adil jika kita mendiskreditkan kemampuan/karakter seorang siswa, hanya dari angka-angka di ijazahnya.
Menurut saya, sekarang saatnya kita bersama-sama mengubah mind set tersebut sehingga akan muncul sistem pendidikan yg lebih baik lagi.

Anonymous said...

Numpang repost ya mas :)

Anonymous said...

iya tuh --
ane kelas 9 SMP baru aja UN dan nunggu hasilnya 14 juni nanti
pas hari pertama sih ane tenang" aja karena nggk ada kebocoran kunci, tapi pas hari" selanjutnya banyak dah kunci jawaban bertebaran dimana" yg nggk make kunci pun sedikit aja orangnya daripada yg make kunci -_- ini nggk bermaksud menyepelekan ya tapi yg make kunci itu rata" orgnya nggk bisa alias males, jadi pas jawab soal itu rasanya belajar 3 tahun itu sia" karena mereka yg make kunci
ane sih takut klo yg make kunci nilainya tinggi dan mudah diterima di SMA favorit, sementara yg nggk pke kunci... Dan nilainya nggk terlalu tinggi dapat SMA yg mana :'(

Unknown said...

syahdeni jangan banyak omong coba anda yg mengerjakan soal itu . saya juga merasakan saat UN saya mengerjakan soal yg belum saya lihat! saya hafalkan soal itu dan saya kasih ke guru les saya tp apa guru les saya tidak bisa menjawab dan dia bilang itu salah soal , tp mengapa pemerintah mengasih soal yang salah ke kami ?

Unknown said...

jangan menjadi orang yg berfikir pendek dan egois!!!!!! lihat anak anak yg jujur di indonesia ini mereka kebingungan karna mengerjakan soal yg belum pernah dipelajarin selama sekolah 3 tahun itu!!! dan mereka bingung sedih takut karna soal itu penentu kedepannya!!!!

Unknown said...

jangan disamakan jaman anda dan jaman sekarang!!! kalau anda sudah merasakan apa yg kami rasakan silahkan anda bercomentar!

Unknown said...

syahdeni itu sok bijak

Anonymous said...

Hebat adiku isi suratnya !!!! & aku sangat salut .... mewakili isi hati adik-adik atau orang-orang yang takut mengungkapkan isi hatinya seperti yang dirasakan adik penulis surat. tapi pertanyaannya adalah itu YTH PAK MENTRI respon gak ? soalnya dari tahun ke tahun udah jelas-jelas kacau setiap ujian tapi tetap dipertahankan kedudukannya sebagai mendikbud... hadeuuuhhhh cape deh ini negara dagelan .... :(

Unknown said...

kamu hebat, saya salut sama kamu bisa menulis semuanya secara mendetail, semoga yang bersangkutan membacanya :)

Unknown said...

merinding saya membaca surat ini, semoga pak menterimembaca nya ya :) amin

Unknown said...

Sangat setuju. Justru tata bahasa dan kemampuan komunikasinya terlihat sangat Bagus di tulisan ini. Belum lagi analisanya yang 'memerahkan' kuping beberapa orang. Semoga mendikbud berikutnya lebih berwawasan dan bijak supaya kasus unas tidak berkelanjutan

Anonymous said...

Propesor? Uhm... something like.... uhm.. oh yeah... compressor...

Anonymous said...

Ini pengalaman. Saya mendidik putri saya agar bekerja keras dan berlaku jujur dalam menghadi UNAS. Prestasi akademiknya tidak bisa dikatakan buruk karena dari kelas I SD sampai semester I Kelas VI selalu berada pada ranking I atau jika apes ranking II. ketika menjalani UNAS SD kunci jawaban dan segala macam prediksi soal dan jawaban ditawarkan kepada putri saya ( bahkan juga ditawarkan oleh Guru Kelas ), tetapi putri saya tetap kokoh karena Papanya mengajarkan kerja keras dan berlaku jujur. singkat ceritera, dengan susah payah akhirnya putri saya lulus juga. jadi masalah ketika ia mesti mendaftar pada tingkat SMP yang menggunakan seleksi nilai UNAS sebagai dasar penerimaan. dan hasilnyasudah dapat saya duga. Putri saya tersingkir dan bahkan tidak mendapatkan sekolah karena penerimaan siswa baru tingkat SMP dilakukan secara bersama. Satu pertanyaan putri saya kepada saya yang kerapmembuat saya tidak dapat tidur : " papa, inikah harga dari kerja keras dan kejujuran yang papa ajarkan kepada ade?, mestikah ade berlaku curang seperti teman-teman ade supaya bisa lulus dan melanjutkan sekolah. " Terus terang, saya tidak pandai menjawab, apalagi menjawab dengan bentuk kebohongan lain. Kejujuran memang keren, tapi kadang berbuah pahit.

Unknown said...

Pada hakikinya, skolah itu untuk menuntut ilmu bukan mencari nilai. UNAS seharusnya hanya menjadi ujian apakah siswa sdh bisa naik ke jenjang yg lebih tinggi atau belum.. jika pun berhasil pun, bukan berarti siswa tidak mampu. Tentunya ada hal-hal yang berpengaruh lainnya. Jika standard setiap skolah berbeda, tp diuji dengan standar yg sama (tingginya) tentunya tdk adil.
Menteri yg "terhormat" harus berpikir dulu ttg ilmu yg diterima siswa itu apa sudah menjadi standar diseluruh pelosok indonesia baru bicara ttg ujian nasional.
Satu lagi, apakah ilmu yg kita tuntut selama masa skolah itu ada manfaatnya atau tidak dikehidupan sehari2? Pengalaman saya, hanya sebagian kecil (20%) dari ilmu yg saya tuntut selama sekolah itu bermanfaat. Sisanya omong kosong dunia pendidikan. Lebih baik mengajarkan budi pekerti drpd jago matematika yg nantinya akan menjadi jagoan markup nilai proyek.. paham pak menteri (yg terhormat)?? Mikir pak!

Unknown said...

Saya berempati dengan apa yg disampaikan dalam surat ananda, sbg orang tua yg juga akanmenghadapi UNAS tahun depan tentu juga menjadi pemikiran, apakah yg akan dihadapi anak saya tahun depan juga 'sedikit' diatas tahun ini kesulitannya.

Dari diskusi yang pernah saya lakukan dengan salah satu guru anak saya, saya dapat melihat kehawatiran guru kpd murid2nya apakah merekananti sanggup untuk mengahadapi Unas yg katanya tahun ini lebih sulit dari tahun lalu, denganspontan saya berkomentar " aduh ygbikin soal itu ingat ngga sih soal yg dia buat utk anak SMP apa dia pikir soal itu buat dirinya sendiri yg cuma hebat di 1 bidang studi saja, tdk pernahkah dia wkt buat soal merasa kalau dirinya adalah anak SMP yang masih labil tp harus hebat disemua bidang studi pelajaran, mreka kejam semua senang melihat anak2nya menderita, anak2 masih SMP belum mahasiswa yang sudah harus pendalaman dlm bidang studi jurusannya", saya berbicara dg nada suara putus asa.
kasihannya anak saya, harus menghadapi sistem pendidikan spt ini.
Para pemimpin negara ini kayaknya tdk menghadapi sistem pendidikan spt skr ini, tapi tetap bisa jadi presiden, menteri, pengusahasukses, pendidikan dasar samapai dengan SMA juga pada umumnya juga di Indonesia, dengan skala apakah dulu namanya, tapi tetap bisa sukses.
jaman saya sekolah dulu kami melakukan persaingan dengan kejujuran, tdk ada niat utk berbuat curang dg kunci jawaban, kalaupun ada teman yg nyontek itupun dg etika bertanya dg isyarat dan muka memelas mhn kemurahan hati, setidaknya dalam ujianpun secara tdk langsung masih berproses rasa ingin membantu sesama dalam menggapai masa depan tanpa kecurangan yang keji.
Kembali ke sistem pendidikan Indonesia sekarang yg lebih mengutamakan intelektual dibandingkan modalitas, menuntut anak2 smua menjadi ilmuan, seolah2 Indonesia hanya butuh orang yg hebat matematika, fisika, kimia dan biologi, sehingga sudah diajarkan scr mendalam mulai dari SMP.
Adalagi pertentangan pendidikan tingkat PAUD bhwsanya anak tdk boleh belajar membaca kecuali dgn cara permainan, tp di kurikulum SD smua mata pelajaran kelas 1 murid sudah diharuskan membaca dan bernalar, please deh.Mengerti apa yg dia baca saja masih sulit, tp anak 6 tahun sudah dituntut secara mandiri bacaanya. Jadi apa gunanya metode pembelajaran orang dewasa dan pembelajaran anak2 kalau anak sudah disuruh mandiri belajar. Bagaimana gelas yg kosong diaduk sedemikian rupa menjadi kopi yang enak kalau ke dalamnya belum diisi bubuk kopi, gula dan air panas.
Termakasih ananda sudah menulis surat terbuka ini, semoga bisa menjadi titik awal kebijakan baru dalam sistem pendidikan Indonesia. Aamiin.
Buat anak2ku tercinta di seluruh Indonesia tetap smangat nak, mari bersama kami orang tua menghadapi pendidikan menuju masa depan cemerlang utk dirimu sendiri, keluarga, agama dan bangsa, tetaplah jadi generasi muda yg bersih dari Narkoba dan ketidakjujuran sbg modal dasar kalian menjadi pemimpin bangsa dimasa depan.

Anonymous said...

ehm....... saya peserta UNAS thn 2014, and i think the problem at UNAS this years yeah very dificult.......tapi....... setelah saya cek semuanya ada di referensi dan g nyimpang sesuai SKL.DAN KALO ADA YG BUAT ARTIKEL KYAK GNI, sma aja dia udah tunjukkin kalo dia ga belajar buat UNAS.AYO dong jangan berpikir pendek, soalnya apa.soal yg dibuat dinas itu untuk penentuan masuk PTN, so tentunya buat tolak ukur peserta unas jga,,,,,,,,

Anonymous said...

Smg kejujuran, ketekunan, keikhlasan, dan niatan yg baik sll menyatu dlm detak kehidupan pendidikan di negara ini. Aamiin

Unknown said...

Semoga setiap usaha, doa dan tawakkalmu dijadikan sebagai ibadah tak henti oleh Allah, dik.
Teruslah belajar. Teruslah menghargai sebuah proses. Jangan takutkan hasil akhirnya. Salam sukses! :)

Anonymous said...

bapak menteri,coba d kaji ulang sistem pndidikannya..soal UNAS jg..kasian yg jujur malah ancur..saya pserta UN th 2006,waktu itu memang saya lulus dengan usaha sendiri,tapi tidak sedikit teman saya yg brbuat curang dan d biarkan oleh guru pgawas..waktu itu saya sempat brpikir"kok gitu sih gurunya?ada siswa nyontek d biarin aja?"
tapi sekarang saya mengerti..tiap manusia d ciptakan dengan kemampuan otak yg berbeda2& UN d jadikan patokan kelulusan siswa,saya rasa tidak adil..bagaimana dengan siswa yg sekolahnya tidak dengan standar internasional?apakah mereka layak d salahkan karena tidak bisa menjawab soal2 UN yg brstandar internasional?
saya sekarang sedang kuliah S2 d china jurusan pngajaran dan pndidikan bhasa asing..saya sempat magang d salah satu SD dsni waktu saya kuliah S1 dan dsni tidak ada yg namanya UN..dan saya rasa semua orang tahu kalau China majunya pesat sekali..
kalau boleh saya sarankan,UN jangan d jadikan patokan mati untuk siswa indonesia..biarkan mereka berkembang sesuai dengan kemampuan mereka masing2 seperti negara2 maju asing lainnya,ini akan menjadikan indonesia lbh baik dan maju dr sebelumnya..ingat,masa depan indonesia d tangan generasi muda!
terimakasih!

Unknown said...

sifat nabi Muhammad yang pertama itu Siddiq. keep being honest.

Unknown said...

keep being honest.

irul huda santrikajen said...

kejujura di mulai dari Sekarng
Perubahan pemuda yg menentukan

irul huda santrikajen said...

perubahan dimulai dari Sekarang
Pemuda menentukan Perubahan itu

«Oldest ‹Older   201 – 400 of 968   Newer› Newest»

Post a Comment

SAHABAT YANG BAIK SENANTIASA MEMBERIKAN KOMENTAR YANG BAIK PULA