Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Friday 9 May 2014

MENDIKBUD DITANTANG SISWA SMA

Dilematika Unas: Saat Nilai Salah Bicara

oleh: Nurmillaty Abadiah

 

Sebuah surat terbuka, untuk Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat,
di tempat.

16. Mencontek adalah sebuah perbuatan…

a. terpaksa

b. terpuji

c. tercela

d. terbiasa



Ardi berhenti di soal nomor enam belas itu, salah satu soal ulangan Budi Pekerti semasa dia kelas 2 SD dulu. Ia tertegun, dan hatinya berdenyut perih saat dilihatnya sebuah coretan menyilang pilihan jawaban C. Coretan tebal, panjang, ciri khas si Ardi kecil yang menjawab nomor itu tanpa ragu, melainkan dengan penuh keyakinan…



Handphonenya berdering pelan, sebuah SMS masuk. Ardi membukanya, dan ia menghela nafas dalam-dalam begitu membaca isinya.



Jadi gimana Di, ikutan pakai ‘itu’ nggak?



Barangkali bukan kebetulan Ardi menemukan soal-soal ulangan SD-nya saat ia mau mencari buku-buku lamanya, barangkali bukan kebetulan Ardi membaca soal nomor enam belas dan jawaban polosnya itu, sebab denyut perih di hatinya baru mereda setelah ia mengirim sebaris kalimat yakin…



Nggak, Jo, aku mau jujur aja.



Sebuah balasan pahit mampir selang beberapa detik setelahnya,



Ah, cemen kamu.



Tapi tidak, Ardi tak goyah. Ia mengulum senyum dan batinnya berbisik pelan, salah, Jo. 



Jujur itu keren.






UNAS. Sebuah jadwal tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk mengevaluasi hasil belajar siswa selama tahun-tahun sebelumnya. Sebuah penentu kelayakan seorang siswa untuk lulus dari jenjang pendidikan yang sudah dia jalani atau tidak. UNAS sudah sejak lama ada, meliputi berbagai tingkat pendidikan, mulai dari SD, SMP, sampai yang terakhir, yakni SMA. Sudah sejak lama pula UNAS menuai pro dan kontra, yang mana rupanya kontra itu belakangan ini berhasil 'memaksa' pemerintah untuk menghapuskan UNAS di tingkatan SD. Sedang untuk tingkat SMP dan SMA, kemungkinan itu masih harus menunggu.


Tiap kali UNAS akan digelar, seluruh elemen masyarakat ikut tertarik ke dalam pusaran perbincangannya. Perdebatan tentang perlu-tidaknya diadakan UNAS tak pernah absen dari obrolan ringan di warung kopi, dan acara-acara yang mengklaim ingin memotivasi para peserta UNAS pun bermunculan di berbagai channel televisi. Di sela-sela program motivasi itu, jikalau ada sesi tanya-jawab, hampir bisa dipastikan akan ada seorang partisipan yang melempar tanya:


"Bagaimana dengan kecurangan UNAS?"


Ah, ya, UNAS memang belum pernah lepas dari ketidakjujuran.


Sekarang, jangan marah jika saya bilang bahwa UNAS identik dengan kecurangan. Sebab jika tidak, pertanyaan itu tidak akan terlalu sering terdengar. Tapi nyatanya, semakin lama pertanyaan itu semakin berdengung di tiap sudut daerah yang punya lembaga pendidikan; dan tahukah apa yang menyedihkan? Yang paling menyedihkan adalah saat lembaga-lembaga pendidikan itu, tempat kita belajar mengeja kalimat 'kejujuran adalah kunci kesuksesan' itu, hanya mampu tersenyum tipis dan menahan kata di depan berita-berita ketidakjujuran yang simpang-siur di berbagai media.


UNAS dengan segala problematika dan dilematika yang dibawanya memang tak pernah habis untuk dikupas, dan sayangnya ia tak pernah bosan pula menemui jalan buntu. Dari tahun ke tahun selalu ada laporan tentang kecurangan, tetapi ironisnya setiap tahun itu pula pemerintah tetap tersenyum dan mengabarkan dengan bahagia bahwa 'UNAS tahun ini mengalami peningkatan, kelulusan tahun ini mengalami kenaikan, rata-rata tahun ini mengalami kemajuan', dan hal-hal indah lainnya. Dulu, saat saya belum menginjak kelas tiga, saya berpikir bahwa grafik itu benar adanya dan saya pun terkagum-kagum oleh peningkatan pendidikan yang dialami oleh generasi muda Indonesia.


Tetapi sekarang, sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS... dengan berat hati saya mengaku bahwa saya tidak bisa lagi percaya pada dongeng-dongeng itu. Sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS, saya justru punya banyak pertanyaan yang saya pendam dalam hati saya. Banyak beban pikiran yang ingin saya utarakan kepada Bapak Menteri Pendidikan. Tapi tenang saja, Bapak tidak perlu menjadi pembaca pikiran untuk tahu semua itu, karena saya akan menceritakannya sedikit demi sedikit di sini. Dari berbagai kekalutan dan tanda tanya yang menyesaki otak sempit saya, saya merumuskannya menjadi tiga poin penting...


Pertama, tentang kesamarataan bobot pertanyaan-pertanyaan UNAS, yang tahun ini Alhamdulillah ada dua puluh paket.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat... pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Bahasa Indonesia bisa membuat 20 soal yang berbeda, dengan tingkat kesulitan yang sama, untuk satu SKL saja? Pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Biologi membuat 20 soal yang berbeda, dengan taraf kesulitan yang sama, hanya untuk satu indikator 'menjelaskan fungsi organel sel pada tumbuhan dan hewan'?


Menurut otak sempit saya, sejujurnya, itu mustahil. Mau tidak mau akan ada satu tipe soal yang memuat pertanyaan dengan bobot lebih susah dari tipe lain. Hal ini jelas tidak adil untuk siswa yang kebetulan apes, kebetulan mendapatkan tipe dengan soal susah sedemikian itu. Sebab orang tidak akan pernah peduli apakah soal yang saya terima lebih susah dari si A atau tidak. Manusia itu makhluk yang seringkali terpaku pada niai akhir, Pak. Orang tidak akan pernah bertanya, 'tipe soalmu ada berapa nomor yang susah?' melainkan akan langsung bertanya, 'nilai UNASmu berapa?'.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, di sini Bapak akan beralasan, barangkali, bahwa jika siswa sudah belajar, maka sesusah apapun soalnya tidak akan bermasalah. Tapi coba ingat kembali, Pak, apa sih tujuan diadakannya Ujian Nasional itu? Membuat sebuah standard untuk mengevaluasi siswa Indonesia, 'kan? Untuk menetapkan sebuah garis yang akan jadi acuan bersama, 'kan? Sekarang, bagaimana bisa UNAS dijadikan patokan nasional saat antar paket saja ada ketidakmerataan bobot soal? Ini belum tentang ketidakmerataan pendidikan antar daerah, lho, Pak.


Kedua, tentang pertanyaan-pertanyaan UNAS tahun ini, yang, menurut saya, menyimpang dari SKL.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya tahu Bapak sudah mengklarifikasinya di twitter, bahwa soal tahun ini bobot kesulitannya di naikkan sedikit (saya tertawa miris di bagian kata 'sedikit' ini). Tapi, aduh, jujur saya bingung juga Pak bagaimana menanggapinya. Pertama, bobot soal kami dinaikkan hanya sampai standard Internasional. Kedua, konfirmasi itu Bapak sampaikan setelah UNAS selesai. Saya jadi paham kenapa di sekolah saya disiapkan tabung oksigen selama pelaksanaan UNAS. Mungkin sekolah khawatir kami pingsan saking bahagianya menemui soal-soal itu, 'kan?


Bapak, saya tidak mengerti, benar-benar tidak mengerti... apa yang ada di pikiran Bapak-Bapak semua saat membuat, menyusun, dan mencetak soal-soal itu? Bapak mengatakan di twitter Bapak, 'tiap tahun selalu ada keluhan siswa karena soal yang baru'. Tapi, Pak, sekali ini saja... sekali ini saja saya mohon, Bapak duduk dengan santai, kumpulkan contoh soal UNAS tahun dua ribu sebelas, dua ribu dua belas, dua ribu tiga belas, dan dua ribu empat belas. Dengan kepala dingin coba Bapak bandingkan, perbedaan tingkat kesulitan dua ribu sebelas dengan dua ribu dua belas seperti apa. Perbedaan bobot dua ribu dua belas dengan dua ribu tiga belas seperti apa. Dan pada akhirnya, coba perhatikan dan kaji baik-baik, perbedaan tipe dan taraf kerumitan soal dua ribu tiga belas dengan dua ribu empat belas itu seperti apa.


Kalau Bapak masih merasa tidak ada yang salah dengan soal-soal itu, saya ceritai sesuatu deh Pak. Bapak tahu tidak, saat hari kedua UNAS, saya sempat mengingat-ingat dua soal Matematika yang tidak saya bisa. Saya ingat-ingat sampai ke pilihan jawabannya sekalipun. Kemudian, setelah UNAS selesai, saya pergi menghadap ke guru Matematika saya untuk menanyakan dua soal itu. Saya tuliskan ke selembar kertas, saya serahkan ke beliau dan saya tunggu. Lalu, hasilnya? Guru Matematika saya menggelengkan kepalanya setelah berkutat dengan dua soal itu selama sepuluh menit. Ya... beliau bilang ada yang salah dengan kedua soal itu. Tetapi yang ada di kepala saya hanya pertanyaan-pertanyaan heran...


Bagaimana bisa Bapak menyuruh saya menjawab sesuatu yang guru saya saja belum tentu bisa menjawabnya?


Tidak diuji dulukah kevalidan soal-soal UNAS itu?


Bapak ujikan ke siapa soal-soal itu? Para dosen perguruan tinggi? Mahasiswa-mahasiswa semester enam?


Lupakah Bapak bahwa nanti yang akan menghadapi soal-soal itu adalah kami, para pelajar kelas tiga SMA dari seluruh Indonesia?


Haruskah saya ingatkan lagi kepada Bapak bahwa di Indonesia ini masih ada banyak sekolah-sekolah yang jangankan mencicipi soal berstandard Internasional, dilengkapi dengan fasilitas pengajaran yang layak saja sudah sujud syukur?


Etiskah menuntut sebelum memberi?


Etiskah memberi kami soal berstandard Internasional di saat Bapak belum mampu memastikan bahwa seluruh Indonesia ini siap untuk soal setingkat itu?


Pada bagian ini, Bapak mungkin akan teringat dengan berita, 'Pelajar Mengatakan bahwa UNAS Menyenangkan'. Kemudian Bapak akan merasa tidak percaya dengan semua yang sudah saya katakan. Kalau sudah begitu, itu hak Bapak. Saya sendiri juga tidak percaya kenapa ada yang bisa mengatakan bahwa UNAS kemarin menyenangkan. Awalnya saya malah mengira bahwa itu sarkasme, sebab sejujurnya, tidak sedikit teman-teman saya yang menangis sesudah mengerjakan Biologi. Mereka menangis lagi setelah Matematika dan Kimia. Lalu airmata mereka juga masih keluar seusai mengerjakan Fisika. Sekarang, di mana letak 'UNAS menyenangkan' itu? Bagi saya, hanya ada dua jawabannya; antara narasumber berita itu memang sangat pintar, atau dia menempuh jalan pintas...


Jalan pintas itu adalah hal ketiga yang menganggu pikiran saya selama UNAS ini. Sebuah bentuk kecurangan yang tidak pernah saya pahami mengapa bisa terjadi, yaitu joki.


Mengapa saya tidak paham joki itu bisa terjadi? Sebab, setiap tahun pemerintah selalu gembar-gembor bahwa "Soal UNAS aman! Tidak akan bocor! Pasti terjamin steril dan bersih!", tetapi ketika hari H pelaksanaan... voila! Ada saja joki yang jawabannya tembus. Jika bocor itu paling-paling hanya lima puluh persen benar, ini ada joki yang bisa sampai sembilan puluh persen akurat. Sembilan puluh persen! Astaghfirullah hal adzim, itu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir. Kemudian ajaibnya pula, yang sudah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi hal ini sepanjang yang saya lihat baru satu: menambah tipe soal! Kalau sewaktu saya SD dulu tipe UNAS hanya satu, sewaktu SMP beranak-pinak menjadi lima. Puncaknya sewaktu SMA ini, berkembang-biak menjadi 20 paket soal. Pemerintah agaknya menganggap bahwa banyaknya paket soal akan membuat jawaban joki meleset dan UNAS dapat berjalan mulus, murni, bersih, sebersih pakaian yang dicuci pakai detergen mahal.


Iya langsung bersih cling begitu, toh?


Nyatanya tidak.


Sekalipun dengan 20 paket soal, joki-joki itu rupanya masih bisa memprediksi soal sekaligus jawabannya. Peningkatan jumlah paket itu hanya membuat tarif mereka makin naik. Setahu saya, mereka bahkan bisa menyertakan kalimat pertama untuk empat nomor tententu di tiap paket agar para siswa bisa mencari yang mana paket mereka. Lho, kok bisa? Ya entah. Tidak sampai di sana, jawaban yang mereka berikan pun bisa tembus sampai di atas sembilan puluh persen. Lho, kok bisa? Ya sekali lagi, entah. Seperti yang saya bilang, kalau sudah sampai sembilan puluh persen akurat begitu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir bandang. Saat joki sudah bisa menyertakan soal, bukan hanya jawaban, maka adalah sebuah misteri Ilahi jika pemerintah masih sanggup bersumpah tidak ada main-main dari pihak dalam.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya memang hanya pelajar biasa. Tapi saya juga bisa membedakan mana jawaban yang mengandalkan dukun dan mana jawaban yang didapat karena sempat melihat soal. Apa salah kalau akhirnya saya mempertanyakan kredibilitas tim penyusun dan pencetak soal? Sebab jujur saja, air hujan tidak akan menetesi lantai rumah jika tidak ada kebocoran di atapnya.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat... tiga hal yang saya paparkan di atas sudah sejak lama menggumpal di hati dan pikiran saya, menggedor-gedor batas kemampuan saya, menekan keyakinan dan iman saya.


Pernah terpikirkah oleh Bapak, bahwa tingkat soal yang sedemikian inilah yang memacu kami, para pelajar, untuk berbuat curang? Jika tidak... saya beritahu satu hal, Pak. Ada beberapa teman saya yang tadinya bertekad untuk jujur. Mereka belajar mati-matian, memfokuskan diri pada materi yang diajarkan oleh para guru, dan berdoa dengan khusyuk. Tetapi setelah melihat soal yang tidak berperikesiswaan itu, tekad mereka luruh. Saat dihadapkan pada soal yang belum pernah mereka lihat sebelumnya itu, mereka runtuh. Mereka menangis, Pak. Apa kesalahan mereka sehingga mereka pantas untuk dibuat menangis bahkan setelah mereka berusaha keras? Beberapa dari mereka terpaksa mengintip jawaban yang disebar teman-teman, karena dihantui oleh perasaan takut tidak lulus. Beberapa lainnya hanya bisa bertahan dalam diam, menggenggam semangat mereka untuk jujur, berdoa di antara airmata mereka... berharap Tuhan membantu.


Saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan teman-teman yang terpaksa curang setelah mereka belajar tetapi soal yang keluar seperti itu. Kami mengemban harapan dan angan yang tak sedikit di pundak kami, Pak. Harapan guru. Harapan sekolah. Harapan orangtua. Semakin jujur kami, semakin berat beban itu. Sebelum sampai di gerbang UNAS, kami telah melewati ulangan sekolah, ulangan praktek, dan berbagai ulangan lainnya. Tenaga, biaya, dan pikiran kami sudah banyak terkuras. Tetapi saat kami menggenggam harapan dan doa, apa yang Bapak hadapkan pada kami? Soal-soal yang menurut para penyusunnya sendiri memuat soal OSN. Yang benar saja, Pak. Saya tantang Bapak untuk duduk dan mengerjakan soal Matematika yang kami dapat di UNAS kemarin selama dua jam tanpa melihat buku maupun internet. Jika Bapak bisa menjawab benar lima puluh persen saja, Bapak saya akui pantas menjadi Menteri. Kalau Bapak berdalih 'ah, ini bukan bidang saya', lantas Bapak anggap kami ini apa? Apa Bapak kira kami semua ini anak OSN? Apa Bapak kira kami semua pintar di Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris sekaligus? Teganya Bapak menyuruh kami untuk lulus di semua bidang itu? Sudah sepercaya itukah Bapak pada kecerdasan kami?


Tidak.


Tentu saja Bapak tidak sepercaya itu pada kami. Sebab jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sampai terpikir untuk membuat dua puluh paket soal, padahal lima paket saja belum tentu bobot soal kelima paket itu seratus persen sama. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sengaja meletakkan persentase UNAS di atas persentase nilai sekolah untuk nilai akhir kami, padahal belum tentu kemurnian nilai UNAS itu di atas kemurnian nilai sekolah. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan merasa perlu untuk melakukan sidak. Jika Bapak percaya... mungkin Bapak bahkan tidak akan merasa perlu untuk mengadakan UNAS.



.........


.........


.........


Anda akan mengatakan kalimat klise itu, Pak, bahwa nilai itu tidak penting, yang penting itu kejujuran.


Tapi tahukah, bahwa kebijakan Bapak sangat kontradiktif dengan kata-kata Bapak itu? Bapak memasukkan nilai UNAS sebagai pertimbangan SNMPTN Undangan. Bapak meletakkan bobot UNAS (yang hanya berlangsung tiga hari tanpa jaminan bahwa siswa yang menjalani berada dalam kondisi optimalnya) di atas bobot nilai sekolah (yang selama tiga tahun sudah susah payah kami perjuangkan) dalam rumus nilai akhir kami. Bapak secara tidak langsung menekankan bahwa UNAS itu penting, dan itulah kenyataannya, Pak. Itulah kenyataan yang membuat kami, para pelajar, goyah. Takut. Tertekan. Tahukah Bapak bahwa kepercayaan diri siswa mudah hancur? Pertahanan kami semakin remuk ketika kami dihadapkan oleh soal yang berada di luar pengalaman kami. Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelumnya? Bahwa soal yang di luar kemampuan kami, soal yang luput Bapak sosialisasikan kepada kami meskipun persiapan UNAS tidak hanya satu-dua minggu dan Bapak sebetulnya punya banyak kesempatan jika saja Bapak mau, sesungguhnya bisa membuat kami mengalami mental breakdown yang sangat kuat? Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelum memutuskan untuk mengeluarkan soal-soal tidak berperikesiswaan itu dalam UNAS, yang notabene adalah penentu kelulusan kami?


Pada akhirnya, Pak, izinkan saya untuk mengatakan, bahwa apa yang sudah Bapak lakukan sejauh ini tentang UNAS justru hanya membuat kecurangan semakin merebak. Bapak dan orang-orang dewasa lainnya sering mengatakan bahwa kami adalah remaja yang masih labil. Masih dalam proses pencarian jati diri. Sering bertingkah tidak tahu diri, melanggar norma, dan berbuat onar. Tapi tahukah, ketika seharusnya Bapak selaku orangtua kami memberikan kami petunjuk ke jalan yang baik, apa yang Bapak lakukan dengan UNAS selama tiga hari ini justru mengarahkan kami kepada jati diri yang buruk. Tingkat kesulitan yang belum pernah disosialisasikan ke siswa, joki yang tidak pernah diusut sampai tuntas letak kebocorannya, paket soal yang belum jelas kesamarataan bobotnya, semua itu justru mengarahkan kami, para siswa, untuk mengambil jalan pintas. Sekolah pun ditekan oleh target lulus seratus persen, sehingga mereka diam menghadapi fenomena itu alih-alih menentang keras. Para pendidik terdiam ketika seharusnya mereka berteriak lantang menentang dusta. Kalau perlu, sekalian jalin kesepakatan dengan sekolah lain yang kebetulan menjadi pengawas, agar anak didiknya tidak dipersulit.


Sampai sini, masih beranikah Bapak katakan bahwa tidak ada yang salah dengan UNAS? Ada yang salah, Pak. Ada lubang yang menganga sangat besar tidak hanya pada UNAS tetapi juga pada sistem pendidikan di negeri ini. Siapa yang salah? Barangkali sekolah yang salah, karena telah membiarkan kami untuk menyeberang di jalur yang tak benar. Barangkali kami yang salah, karena kami terlalu pengecut untuk mempertahankan kejujuran. Barangkali joki-joki itu yang salah, karena mereka menjual kecurangan dan melecehkan ilmu untuk mendapat uang.


Tapi tidak salah jugakah pemerintah? Tidak salah jugakah tim penyusun UNAS? Tidak salah jugakah tim pencetak UNAS? Ingat Pak, kejahatan terjadi karena ada kesempatan. Bukankah sudah menjadi tugas Bapak selaku yang berwenang untuk memastikan bahwa kesempatan untuk berlaku curang itu tidak ada?


Mungkin Bapak tidak akan percaya pada saya, dan Bapak akan berkata, "Kita lihat saja hasilnya nanti."


Kemudian sebulan lagi ketika hasil yang keluar membahagiakan, ketika angka delapan dan sembilan bertebaran di mana-mana, Bapak akan melupakan semua protes yang saya sampaikan. Bapak akan menganggap ini semua angin lalu. Bapak akan berpesta di atas grafik indah itu, menggelar ucapan selamat kepada mereka yang lulus, kepada tim UNAS, kepada diri Bapak sendiri, dan Bapak akan lupa. Bapak yang saya yakin sudah berkali-kali mendengar pepatah 'don't judge a book by its cover', akan lupa untuk melihat ke balik kover indah itu. Bapak akan melupakan kemungkinan bahwa yang Bapak lihat itu adalah hasil kerja para 'ghost writer UNAS'. Bapak akan lupa untuk bertanya kepada diri Bapak, berapa persen dari grafik itu yang mengerjakan dengan jujur? Kemudian Bapak akan memutuskan bahwa Indonesia sudah siap dengan UNAS berstandard Internasional, padahal kenyataannya belum. Joki-jokinyalah yang sudah siap, bukan kami. Mengerikan bukan, Pak, efek dari tidak terusut tuntasnya joki di negeri ini? Mengerikan bukan, Pak, ketika kebohongan menjelma menjadi kebenaran semu?


Bapak, tiga hari ini, kami yang jujur sudah menelan pil pahit. Pil pahit karena ketika kami berusaha begitu keras, beberapa teman kami dengan nyamannya tertidur pulas karena sudah mendapat wangsit sebelum ulangan. Pil pahit karena ketika kami masih harus berjuang menjawab beberapa soal di waktu yang semakin sempit, beberapa teman kami membuat keributan dengan santai, sedangkan para pengawas terlalu takut untuk menegur karena sudah ada perjanjian antar sekolah. Pil pahit, karena kami tidak tahu hasil apa yang akan kami terima nanti, apakah kami bisa tersenyum, ataukah harus menangis lagi...


Berhentilah bersembunyi di balik kata-kata, "Saya percaya masih ada yang jujur di generasi muda kita". Ya ampun Pak, kalau hanya itu saya juga percaya. Tetapi masalahnya bukan ada atau tidak ada, melainkan berapa, dan banyakan yang mana? Sebab yang akan Bapak lihat di grafik itu adalah grafik mayoritas. Bagaimana jika mayoritas justru yang tidak jujur, Pak? Cobalah, untuk kali ini saja tanyakan ke dalam hati Bapak, berapa persen siswa yang bisa dijamin jujur dalam UNAS, dibandingkan dengan yang hanya jujur di atas kertas?


(Ngomong-ngomong, Pak, banyak dosa bisa menyebabkan negara celaka. Kalau mau membantu mengurangi dosa masyarakat Indonesia, saya punya satu usul efektif. Hapuskan kolom 'saya mengerjakan ujian dengan jujur' dari lembar jawaban UNAS.)


UNAS bukan hal remeh, Pak, sama sekali bukan; terutama ketika hasilnya dijadikan parameter kelulusan siswa, parameter hasil belajar tiga tahun, sekaligus pertimbangan layak tidaknya kami untuk masuk universitas tujuan kami. Jika derajat UNAS diletakkan setinggi itu, mestinya kredibilitas UNAS juga dijunjung tinggi pula. Mestinya tak ada cerita tentang soal bocor, bobot tidak merata, dan tingkat kesulitan luput disosialisasikan ke siswa.


Kejujuran itu awalnya sakit, tapi buahnya manis.


Dan saya tahu itu, Pak.


Tapi bukankah Pengadilan Negeri tetap ada meski kita semua tahu keadilan pasti akan menang?


Bukankah satuan kepolisian masih terus merekrut polisi-polisi baru meski kita semua tahu kebenaran pasti akan menang?


Dan bukankah itu tugas Bapak dan instansi-instansi pendidikan, untuk menunjukkan pada kami, para generasi muda, bahwa kejujuran itu layak untuk dicoba dan tidak mustahil untuk dilakukan?


Kejujuran itu awalnya sakit, buahnya manis.


Tapi itu bukan alasan bagi Bapak untuk menutup mata terhadap kecurangan yang terjadi di wilayah kewenangan Bapak.


Kami yang berusaha jujur masih belum tahu bagaimana nasib nilai UNAS kami, Pak. Tapi barangkali hal itu terlalu remeh jika dibandingkan dengan urusan Bapak Menteri yang bejibun dan jauh lebih berbobot. Maka permintaan saya mewakili teman-teman pelajar cuma satu; tolong, perbaikilah UNAS, perbaikilah sistem pendidikan di negeri ini, dan kembalikan sekolah yang kami kenal. Sekolah yang mengajarkan pada kami bahwa kejujuran itu adalah segalanya. Sekolah yang tidak akan diam saat melihat kadernya melakukan tindak kecurangan. Kami mulai kehilangan arah, Pak. Kami mulai tidak tahu kepada siapa lagi kami harus percaya. Kepada siapa lagi kami harus mencari kejujuran, ketika lembaga yang mengajarkannya justru diam membisu ketika saat untuk mengamalkannya tiba...





Dari anakmu yang meredam sakit,




Pelajar yang baru saja mengikuti UNAS.


=====================================================

sumber:  KLIK DI SINI!!!


 

969 komentar:

«Oldest   ‹Older   401 – 600 of 969   Newer›   Newest»
irul huda santrikajen said...

perubahan dimulai dari Sekarang
Pemuda menentukan Perubahan itu

Anonymous said...

Dek tulisannya panjang banget... Btw masih inget soal UNAS dek? Coba contohnya dek...pengen tau kyk gimana...

Anonymous said...

Oh bukannya pake NEM bu... Kalo pengen masuk sekolah negeri...?

aldi said...

hanya pemuda pemudi cerdas dan berani lah yang akan mengangkat suara !

Anonymous said...

SUPER (y)

Unknown said...

Menangis saat membaca betapa sakitnya penderitaan anak negri
Perjuangan mu tak akan sia"
Teruslah berkarya NAK

nina_Na said...

Ayo Tuntut pak mentri untuk menjawab surat tersebut!!!!
palingan juga pak mentrinya sembunyi, takut gag bisa jawab soal matematika.
ckckckck

Anonymous said...

dari dulu soal2 itu susah bagi yg gak bisa kerja, soal susah bagi anak pelosok pedalam belum tentu bagi anak kota, begitu juga sebaliknya, liat ulat2 daun2 liar belum tentu orang kota bisa menjawab mana yg bisa dikomsumsi mana tidak, sedang anak2 pedalaman papua sangat mahir soal itu, distandarisasi tdk distandarisasi soal2 itu harus dibuat, susah mudah bukan hal yg absolut, nilai kejujuran bisa ada dimana saja, kritik2 anak sma itu juga soal yg harus dijawab dg penuh kejujuran, menjawab tantangan anak belasan tahun itu dg duduk mengerjakan soal matematika itu bukan solusi, ngupil ato naro mobil diparkiran dg benar saja belum tentu menteri kita itu bisa melakukannya dg benar, dan itu tdk lantas menjadikannya tdk pantas menjadi menteri, dan kenyataannya dia itu menteri, terus solusinya apa? kita ini semua solusinya, pusing? saya juga,..karena solusi itu sebenarnya soal yg membuat pusing, jadi presiden ada soalnya, menteri ada soalnya, anak sma pun ada soalnya, jadi tdk perlu menteri kebangku ngerja soal anak sma karena dia itu digaji bukan utk itu

Anonymous said...

Kejujuran ya masing2 orang mbak, jangan salahkan pak NUH jika menyangkut kejujuran setiap anak, salahkan orangtuanya udah ngajarin jujur belom, kita ya harusnya mikir realistis dong, tinggal yang ketahuan nyontek ga diluluskan yang mbocorin- penjara aja.

dan pemerintahpun mengeluarkan soal dengan embel2 internasional pun untuk mengukur mana daerah yang kurang pendidikannya mana yang udah bonefit, nah kalo udah gitu daerah yang kurang kan bisa disuplai guru yg lebih profesinal(walau belum realisasi).

tulisan "saya mengerjakan ujian dengan jujur" juga perlu mbak, bayangkan kalo udah nyontek terus nulis kalimat "saya mengerjakan ujian dengan jujur" di LJKnya kan kalo orangnya berpikir obyektif pasti ga jadi nyontek(tapi sesuai dengan pikiran masing-masing) soalnya kan dosanya 2x di hati ama di LJK.

Saya juga sebenernya ga setuju kalo UNAS di jadikan patokan untuk ke jenjang berikutnya, tapi bayangkan mbak kalo nilai rapot diikutkan banyak anak yg kelihatannya pinter di puncak mbak, sedangkan yg murni pinternya malah dapet sekolah yg ecek2,

ya yg penting KEJUJURAN lah... kalo ga jujur biasanya hatinya ga tenang mbak, tapi kalo yg udah terbiasa ga jujur ya tenang2 aja..

mendingan sekarang berdoa mbak, besok pengumuman to yg sma, semoga lulus dan nilainya bagus...
saya juga nunggu nih, kemarin baru UNAS SMP... saling doa ya mbak... :)

Eva Melyna V said...

Yah tolong dimengerti kalau Bapak Menteri Pendidikan kita yang terhormat itu agak SOK SUPER HEBAT....dan tetap lah kuat dik apa pun hasil-nya nanti. Jangan patah semangat. Insya Allah ada jalan yang paling baik dan indah untuk orang-orang yang bersabar. Amminn YRA....

Rifqi the dark mountain said...

Waaah sutuju tuch sama mas atau mb' anonymous.

RINAGUS said...

Sesaat saya sempat lupa bahwa tulisan ini berasal dari anak SMA..
Superrr Sekali!!

hoem said...

pepekbacot koek
bacod aja bisa keless

Unknown said...

iyaa mbak saya setuju bgtt sy juga ngerjain fisika udh ky INTEGRall..
tapi yo berdoa yg byk ajh lah mbak berharap KEBESARAN ALLAH ada di dalamnya..
aammmiin super sekali anda..

Unknown said...

Ujian kali ini memang untuk menentukan masa depan kelak, tp percaya ujian yg ini msh belum berat dibandingkan ujian nanti dlm menghapi hidup yg sesungguhnya. Hidup dlm melawan hawa nafsu, hidup dalm membina keluarga yg sakinah mawaddah warahmah. dan masih banyak ujian lagi yg gak bisa kita hitung satu petrsatu.

Anonymous said...

harusnya memang UNAS itu dihapus saja diganti dengan ujian masing-masing sekolah. kasian yang jujur.
bibit yang baik adalah yang murni. setuju banget dek buat km.
semoga mentri pendidikan kita sadar dan bisa bertindak bukan hanya membaca.

Anonymous said...

Keren banget Dik, tetap semangat yaa,..
saya yakin kamu pasti bisa tetaplah menjadi orang jujur..

Unknown said...

"Mengeluh hanya terucap bagi mereka yang lemah".

berbicara mengenai pendidikan, kita akan dihadapkan kepada persoalan yang sangat kompleks, bukan hanya pada sistem tapi juga mentalitas pendidikan apalagi di Indonesia

Pembelajaran adalah proses, untuk mengetahui capaian akan pembelajaran butuh pembuktian.. mungkin saat ini baru UNAS yang menjadi parameter. Tapi bagi saya, ada beberapa hal yang menarik adalah bahwa kecurangan yang terjadi di UN mengindikasikan bahwa pendidikan Moral untuk pelajar ini sangat lemah. Moralitas dan mentalitasn menghadapi masalah atau tantangan meskipun hanya UN untuk siswa masih sangat kurang dan berdampak pada penyimpangan ini. Bukankah hanya orang yang bodoh yang akan takut dirinya akan gagal. UNAS bukan sebuah kompetisi tapi hanyalah standart untuk mengetahui kelayakan lulus atau tidaknya sebuah pembelajaran. kalo memang siswa ini sudah merasa siap lulus, pantas, saya yakin pasti lulus.

sekarang mungkin masukan saya buat semua pelajar di Indonesia.
Upaya sudah dilakukan, Untuk mengerjakan UN dan juga untuk engkritik sistem dari pelaksanaan UN. saya juga berharap para pemimpin kita mendengarkan kriikan ini dan di implementasikan untuk mencapai pendidikan yang lebih berkualitas.
sekarang mari refleksikan diri
apakah anda (Siswa) merupakan siswa yang sudah menjadi pembelajar yang baik. dan memenuhi standar untuk lulus, atau memang belum??

#keraguan dalam diri anda adalah jawaban bahwa anda belum siap untuk lulus

Unknown said...

suka... memang menteri pendidikan terlalu berlebihan.

Unknown said...

semoga bapak menteri membaca surat ini, dan merenungkan baik-baik..

Unknown said...

Sebuah kritik yang sangat wajar dari seorang yang terpelajar dan penuh sopan santun..buat saudara Syahdeni dan kresno waluyo,sebenarnya siapa sih yang lebih tidak sopan??
anda atau yg membuat tulisan ini??

Unknown said...

smoga bapak menteri membaca surat ini, dan merenungkan baik-baik..

Agung said...

nilai akhir jadi prioritas, itulah efek dari UN di setiap jenjang pendidikan, dikarenakan banyaknya beban yang ditanggung siswa untuk mengerjakan 6 mapel dalam 3 hari (kalau saya tahun lalu masih 4 hari, tapi tidak ada bedanya dengan sekarang). kalau menurut saya, hapuskan saja UN karena :

1. Tidak ada manusia biasa yang sempurna. coba pahami lagi, manusia biasa, diminta untuk jadi sempurna. he..he..he... ada2 saja. semasa saya SMA, dan mungkin adik2 yang masih di bangku SMA juga, yang nama pelajaran pasti ada yang disukai dan tidak. kalau sudah begini, apa harus dipaksa terus padahal sudah tidak suka, biarpun dipaksa tapi hanya diterima, mungkin, 50% saja atau mungkin kurang. jadi lebih baik ganti saja UN dengan sesuatu yg lebih menjurus pada bidang pelajaran tertentu.

2. Hal yang ke-2 ini baru saya sadari setelah saya memilih universitas. Bahwa, semua yang kita pelajari di UN, tidak 100% terpakai saat kuliah. Maksudnya seperti ini, saya mahasiswa jurusan teknik elektro, jurusan saya tentu kebanyakan berkutat dengan fisika dan matematika dan tidak mungkin saya mempelajari tentang biologi karena jelas2 berbeda bidang. itulah kenapa sperti di poin nomor 1, saya berharap supaya UN di ganti agar lebih mengarah ke suatu "penjurusan" ilmu.

kita tidak perlu orang cerdas di segala bidang, kita butuh orang cerdas di satu bidang supaya kita sempurna di segala bidang, bukan manusianya yang sempurna. itu yang saya lihat di negara maju.

Unknown said...

kasihan banget Syahdeini, di bully .. wkwkwkk.. apa cuma numpang tenar aja iia.. kasihan banget deh..

Anonymous said...

SadiiiiiiiSS ...........................................................

NN said...

Tetap semangat,,ini bukan akhir dari segalanya..masih panjang masa depan yg harus ditempuh..

Anonymous said...

menurutku memang terjadi kesalahan'' n pelanggaran'' di dunia pendidikan skrg ini khusus'y di negara kita ini ,,,
Pertama,, ku ska ksihan pada anak kelas satu, n kelas dua, mrk skrg ini ada mata pelajaran bhs inggris,ips, n ipa yg dulu saya wkt sd tdk ada...
Kedua,, utk menguji siswa knp hrs ada sistem remedial yg di sayangkan remedial ini ska di gantikan oleh uang atau barang oleh oknum guru pengajar kalo'' siswa itu tidak lulus''
Ketiga..padahalkan sudah cukup dg adanya ulangan harian dan semesteran untuk mengetahui nilai akhir siswa jdi untuk apa adanya UN...
keempat .. Sayang beribu sayang dunia pendidikan skrg tercoreng oleh oknum guru yg ska melakukan plecehan seksual n mentri''y yg korupsi n tdk bertanggung jwb

Anonymous said...

untuk syahdeini and Kresno Waluyo..
lu pikir pake otak. iye gw tau lu kan yg bocorin jawabannya? pantes aja lu ga suka UN dihapus. kerjain tu soal! ngmg aja lu. kalo lu emg ga suka kritikan. ngmg pake otak jgn cuma keluar dr mulut aja tu. bego.

Unknown said...

Terimakasih buat yang nulis, kita sama2 jadi korban keogisan sistem yang nggak pernah diubah untuk jadi kebih baik, tapi semakin menghancurkan mental para pelajar indonesia.
Indonesia selalu menginginkan generasi muda yanh cerdas dan jujur. Gimana bisa cerdas kalo kita dipaksa kaya robot dan diberi tantangan yang sulit2. Dan gimana juga indonesia yang kebanyakan koruptor..?? Saat masih sekolah aja uda belajar nggak jujur, gmna mau jdi org jujur besok klo jadi pemimpin..???
Pak menteri, kalo mau tingkat pendidikan di indonesia meningkat dan maju kaya negara2 lain misal jepang,amerika.. jangan kasi kita beban yang diluar kemampuan kita donk... fahami dulu kapasitas para pelajar indonesia jangan malah nambah soal yanh susah2... dan juga perbaiki sistem pendidikan yang sudah ada dulu... baru buat sistem yang lain biar nggak tambah parah.

Anonymous said...

Pemerintah bijaklah menanggapi UNAS ini.
soal UNAS susah trus pada nyontek. Jika waktu sekolah berlaku curang (nyontek) sudah biasa maka waktu kerja akan lebih terbiasa lg berbuat curang (Korupsi).

Anonymous said...

ini adalah hal positif yang sangat berguna, apa yang harus diperbaiki dengan kejadian ini

djoko said...

saya akan mendukung sepenuh hati...

anita said...

keren banget....sesungguhnya penulis sudah melampaui usianya dalam menganalisis suatu masalah...good job dek...

Indonesian Flat Earth Society said...

UNAS adalah cara yg halus dimana secara tidak langsung mengajarkan kpada anak2 bangsa ini cara kecurangan yg nantinya ada kemungkinan di terapkan oleh mereka dlm kehidupan berbangsa bernegara, dlm bidang apapun, apalagi dlm bidang pemerintahan ,,, kelak mereka jadi seorang pemimpin . . .

Indonesian Flat Earth Society said...

pemuda saaat ini adalah pemimpinn di masa yg akan datang. . .
pemuda masa lalu adala pemimpin di masa sekarang :D :D

Unknown said...

SAHABAT YANG BAIK SENANTIASA MEMBERIKAN KOMENTAR YANG BAIK PULA. setuju

Unknown said...

setelah kamu lulus nanti pasti akan ada banyak ujian hidup yang mungkin lebih sulit dari mengerjakan soal UNAS. fikir positifnya aja dalam penyelenggaran ujian ini :) tetap semangat! Allah maha melihat, Allah pasti tau mana yang sudah bekerja keras dan berdoa dengan sungguh :)

Ryan Hadi Suhendra said...

Apakah mereka tidak berfikir tentang kesulitan soal yang mereka buat bisa membuat siswa siswi stress bahkan bisa membuat seseorang ngambil jalan pintas dengan bunuh diri karena takut akan ketidaklulusan itu? Contoh saja tahun ini di Bali yang semua pelajarnya mempunyai mind set anti mencontek. Baru hari pertama Unas seorang pelajar smp langsung stress karena dia tidak bisa mengerjakan soal itu, dan karena ketidakbisaan dia mengerjakan soal-soal itu dia langsung melihat KJ. Setelah dirumah dia menceritakan semuanya kepada ibunya. Lalu mau tau apa reaksi ibunya? Ibunya langsung marah karena anaknya melihat KJ saat ujian berlangsung. Padahal ini bukan sepenuhnya salah si anak itu. Sebelum ujian dia sudah belajar dengan keras memahami dengan sungguh-sungguh namun apadaya dia tidak mengira bahwa soal-soal unas banyak yang melenceng dari skl. Dengan kondisi tertekan anak itu lalu mengurungkan diri di kamar mengikatkan lehernya dengan dasi yang menggantung. Padahal yak bunuh diri kan dilarang banget sama semua agama. Yak jadi sih kesimpulannya jangan terlalu ribet untuk menguji para pelajar dengan soal-soal yang banyak paketnya lah dengan bilang ini hanya percobaan sistem baru unas lah. Apa mungkin dengan diribetkan nya unas tahun ini semakin banyak uang yang bisa diperoleh? hahaha (Dengan adanya keputusan baru disitulah rencana jahat muncul) siapa tau loh yaak hehe

Unknown said...

Luar biasa, tapi takkan pernah ada tindakan apapun dari negara kita "tercinta" ini, yang ada hanya ngelus dada, artinya harus sabar...

Unknown said...

salut sama kakaknya yang berani kirim surat ke pak Menteri :)

Unknown said...

well, kalo boleh tau dari kls 1,2 suka rangking an ga? hanya untuk validasi bahwa yg protes tulisan pnjng kyk gini bukan dari golongan pemalas hehe :D

corat coret said...

Kritikanmu bagus dek, tapi menurutku ini ujian mental buat kamu dan teman2mu. Karena setelah ini yang kalian hadapi adalah SMPTN. Dunia perkuliahan juga lebih kejam daripada UNAS SMA. Setelah itu ujian masuk kerja untuk BUMN juga penuh kecurangan, sebenarnya ini mengajarkan kamu siap mental dan selalu bangga dengan kejujuran bagaimanapun kondisinya.

Anonymous said...

Saya jadi ingat waktu UN kmren...saya nangis usai ngerjakan soal Biologi..

Unknown said...

mantap dik,,,,sebuah tamparan keras untuk dunia pendidikan kita...
apa yang akan terjadi 10 tahun ke depan jika sistem pendidikan kita masih seperti ini.....amburadul jawabannya,,,

Unknown said...

mantap sekali dik....

alzara website said...

Ya dalam setiap persoalan pasti ada yang pro dan kontra.. kita ambil yang positifnya aja deh..

Unknown said...

luar biasa mengjaruk

Anonymous said...

mohon di bantu...
bukan malah mencari kesalahan penulis....

Unknown said...

JLEB! membaca curahan hati adek ini bikin saya berpikir lagi, "apa sudah yakin saya ini ambil jurusan pendidikan dengan latar belakang pendidikan yang sistemnya amburadul seperti ini?"
saya sendiri pernah menghadapi soal UN tahun 2010. benar-benar sulit, soal bahasa inggris saja menurut saya tidak sesuai bagi anak SMA di daerah saya, terlalu 'berat'. sudah berkali-kali protes di lontarkan berbagai pihak agar UN di hapuskan, tapi tetap saja, pemerintah bersikukuh kalau UN itu akan meningkatkan standar pendidikan indonesia.ckckckk..
beberapa hari yang lalu saya mati kutu saat melakukan debate di kelas speaking, yang temanya sistem pendidikan malaysia lebih baik daripada indonesia, dan apes nya saya, saya malah mendapat posisi sebagai oposisi. lah, bagaimana caranya mencari fakta-fakta untuk mendukung indonesia?? karena fakta yang saya dapati, sistem pendidikan kita ini benar-benar diambang kemerosotan.
mungkin kalau UN di hapuskan, kualitas pelajar yang akan masuk perguruan tinggi lebih bagus lagi, karena mental mereka tidak terlalu down gara2 soal UN yang makin lama makin tidak masuk akal.

semoga aja tulisan adek ini dibaca oleh pak menteri kita ya, tetap semangat :)

Anonymous said...

Luar Biasa..!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Unknown said...

Wajar syahdeini ngomong begitu waktu sekolah ndk pernah jujur ngandalin joki tuh jadi ngomongnya gampang
Dasar otak tempe

Unknown said...

Syahdeini waktu sekolah pasti pakai jasa joki ya,ndk parnah jujur sih jawabnya. Jadi gampang ngomongnya kayak ndk pernah kesulitan gitu
Otak tempe syahdeini

Ismail hasan said...

semoga unas di tiadakan
karenga bakat dan minat setiap orang itu berbeda
contohnya saya selama di bangkung sekolah mulai sd,smp,smk saya tidak pernah mendapatkan nilai yang bagus karena saya tidak menyukai yang di perlajari di sekolah
akan tetapi saya lebih hobi dalam elektronika,mesin dan komputer, berkat hobi saya sekarang saya bisa sukses
semoga menteri pendidikan dan budaya memberikan keputusan yang baik
aamin....

Nyoba Nyoba Blog said...

Semoga dapat didengar dan dilihat oleh BAPAK MENDIKBUD agar diharap beliau mengetahui bagaimana "efek" yang dihasilkan oleh "proyek" UNAS
Bahwa UNAS Menyedot anggaran yang tidak sedikit.. hanya karena untuk dibagi bagi oleh "CORO CORO" itu untuk kesejahteraan mereka dari hasil gelontoran penyelenggaraan UNAS.

Kemeja Batik said...

are you smarter than a 5th grader ?

Anonymous said...

semangat dik,ketidak adilan,kecurangan dimanapun selalu ada selama kita hidup di bumi,memang tugas kita di kehidupan ini sebagi pejuang,jadi berjuang melawan ketidakbenaran,.berusaha yang baik,doa yang baik akan pilihan yang paling baik,karena Allah bersama orang orang yang berakhlak baik,..hari ini saat kita sudah berbuat yang baik tetapi malah justru merasa yang rugi,hal itu justru akan merugikan diri kita.melakukan yang baiklah kalopun tidak hari ini memetik hasil baiknya,PASTI di waktu yang kamu sendiri sudah menyadari semuanya.

so,jangan patah semangat yaaa,.terus berjuang melawan tantangan hidup,hadapi dengan segala hal baik,..kebaikan pasti kamu dapat.Aminn

Unknown said...

UNAS bukan tolak ukur kberhasilan sseorang d masa depan

ceper_bassist said...

Syahdeni oh syahdeni.. kalo org dah bego g usah sok komentar lu... mndingan lu nyungsep aja sono di got wkwkwk...

456 said...

Sepertinya berita ini lebih baik jika masuk ke Televisi... Biar di dengarkan oleh umum...

Anonymous said...

Menurut saya, bahasa yang disampaikan sudah sopan. Lagipula apa salahnya mengkritik, bukankah di dalam pelajaran bahasa Indonesia dijelaskan ada cara mengkritik yang membangun. Ini adalah salah satu kritikan yang membangun jika dipahami dengan baik. Lagipula setiap manusia tidak melihat satu hal dari sudut pandang yang sama kan? Tak ada salahnya memberi kritik dan tantangan seperti itu, kan setiap orang boleh mengeluarkan pendapat, itu terdapat di dalam undang-undang loh.

Anonymous said...

Setujuu...pendidikan di Indonesia makin lama makin menyusahkan anak-anak. Lihat saja persyaratan dibanyak TK sudah diajarkan dan baca tulis hitung, karena salah satu syarat masuk SD harus sudah bisa calistung. kemana namanya TK yang merupakan tempat bermain dan berteman banyak?

Deny Yadiasylva said...

Nelongso membacanya. Jadi pengen marah sama org yg mmbuat kebijakan tentang UNAS!!! :@:@

Deny Yadiasylva said...

Nelongso membacanya. Jadi pengen marah sama org2 yg mmbuat kebijakan tentang UNAS. Dulu sblm ada UNAS, dunia pendidikan mampu mencetak org2 HANDAL.Stlh ada UNAS, dunia pendidikan mampu mencetak org2 yg FRUSTASI, TAKUT, STRESS bahkan kami sbgai orang tua jg dibikin ketakutan, kekawatiran manakala melihat sang BUAH HATI gelisah trus mendekati ataupun melewati HARI EKSEKUSI di dunia Pendidikan.

FortGas Aze Kiee Jr said...

Mendengar kata2 yg di atas aku jadi hening terdiam...mudah2an adek2 ku di beri kemudahan dan ketabahan ..smoga surat ini di baca oleh menteri pendidikan..smoga pendidikan di indonesia menjadi lebih baik,bukan menjadi suram sehinggal anak2 didik menjadi frustasi hebat ketika ujian UNAS..semoga UNAS diperbaiki oleh pemerintah kita indonesia..di mana banyak anak muda mudi indonesia yang berbakat di bidang ny

FortGas Aze Kiee Jr said...

Mendengar hal ini saya sangat sedih..semoga adik2 ku di beri ketabahan dan kesabaran..smoga sistem pendidikan di indonesia di perbaiki oleh Pemerintah menteri atau lain nya.,,di mana bnyak generasi muda indonesia yg berbakat di bidang ny...Semoga pendidikan indonesia lebih maju bukan nya merosot hingga membuat generasi muda down,,

Doa said...

Semoga ada follow up dari surat yang sepanjang ini....
UNAS mendilemakan memang

Obinote said...

Kejujuran itu perlu dan memang harus, namun untuk menghadapi yg namanya UNAS jangan bawa kata kata jujur disini beda konteks. UNAS adalah musuh besar bagi semua siswa, dan disini para siswa kudu mengerti apa yg namanya kerjasama tim dan dalam UNAS pula kita bisa tau yg mana teman dan mana pengkianat.

Dulu teman saya waktu Ujian Sekolah tidak pernah memberikan contekan keyang lain, namun di UNAS dia mengobral jawabannya pada temannya. Kenapa silahkan dipikir sendiri?

Unknown said...

Jangan-jangan rekening mentri pendidikan kenak siram jg sama uang" dr hasil joki!!? Sudah lumrah apabila di indonesia koruptor itu gak punah". Wong dr kecil aja udh disuruh berbuat curang! AKU CINTA INDONESIA. TAPI TIDAK PEMERINTAHANNYA! BUSUK!!!

Unknown said...

Jangan-jangan rekening mentri pendidikan kenak siram jg sama uang" dr hasil joki!!? Sudah lumrah apabila di indonesia koruptor itu gak punah". Wong dr kecil aja udh disuruh berbuat curang! AKU CINTA INDONESIA. TAPI TIDAK PEMERINTAHANNYA! BUSUK!!!

Unknown said...

UNAS itu lebih "mematikan" dripada kanker, harus berapa banyak lagi siswa-siswi yg mengakhiri hidupnya gra2 ga lulus UNAS? apakah pemerintah pernah atau mau bertanggung jawab atas kematian mereka? jawabannya TIDAK

Unknown said...

Aku jg pernah nangis karna soal nya g ada yg q bisa. Paling cuma beberapa soal aja yg bs.. pdhl udh bljr.. mana g pegang contekan.. niat jujur malah kepentung.. besoknya nyari contekan deh.. parah soalnya

Anonymous said...

BLOG PENDIDIKAN -> muhamandrianto.blogspot.com

Anonymous said...

bapak menteri tolong di tanggapppppiiiii. kok diem aja.

Unknown said...

Super banget! Engga bisa berkata-kata pas bacanya, tulisan ini semua udah mewakilkan suara hati dari seluruh pelajar di Indonesia. Semoga Bapak MENDIKBUD dapat membaca artikel blog kaka ini. Semoga dunia pendidikan di Indonesia dapat lebih baik tanpa adanya kecurangan/kebohongan agar mendapatkan hasil nilai yang bagus. Semangat terus buat kaka Nurmillaty Abadiah semoga dengan tulisan artikel blog ini dapat menggugah hati bapak MENDIKBUD, Amiinn...

Anonymous said...

Salut buat kamu.. Dan memang UAN itu adalah moment yang paling mengerikan buat para siswa kelas 3.. Belajar 3 tahun tapi hanya di tentukan hidup mati ny dari 3 hari ujian.. Sangat tidak masuk akal buat saya pribadi..
Lalu buat apa siswa2 mati2an jadi juara kelas slm sekolah 3 thn kalau akhirnya dia bisa saja tidak lulus di salah satu pelajaran di UAN?? Dan malah akhirnya tidak bisa masuk PTN karena tidak lulus UAN padahal sebenarnya dia sudah keterima di PTN tersebut dgn nilai raport ny yg bagus2 selama sekolah.. Sungguh miris..

Dan satu hal.. Mungkin mahasiswa semester 6 atau bahkan para dosen belum tentu bisa menjawab soal2 UAN tahun ini dek..

Regard

MY BLOG said...

Luar biasa.. ini yang namanya merasakan yang namanya pelajar! :D
Jujur aja, muak sama mentri yang satu ini!!!

Anonymous said...

:v kenapa kagak di gubris sama pak mentri

gustam said...

Selalu ada pro dan kontra di setiap unas entah karena siswa yang tak pernah menghargai proses atau emang siswa hanya mementingkan hasil yang di dapat menjadi yang terbaik, aku percaya semua soal itu telah tercantum di didalam setiap buku yang kalian dapat apa susahnya toh kalian mendapat kado juga dengan hasil itu pertimbangkan ke snmptn ap salahnya, ya emang setiap orang tidak bisa menguasai Semua Bidang tapi dengan ha yang membuat susah itu mereka memulai proses untuk menyukai apa itu Proses karena sebenarnya mereka yang mengeluh adalah orang yang takut akan hasil yang tiddak memuaskan bagi dirinya

gustam said...

satu kesalahan itu bukan negara kita maupun sistemnya, walau memang kenyataan sistem kita memang banyak yang kurang di siapkan berarti sistem kita salah melainkan bagi saya yang seoarang yang pernah merasakan un 20 paket bagi saya sendiri kesalahan bukan di menteri atau di sistem melainkan kesalahan itu ada di dekat kita yang ngak pernah kita sadari, sebenarnya dengan surat ini yang katanya surat terbuka adalah hal yang kadang membuat aku miris dan kadang buat aku tersenyum, banyak hal didunia ini yang lebih sulit dari hanya sekedar UN saja, tapi kalian hanya mengeluh tentang ini, adeq2 atau aku sebut para siswa indonesia alasan kalian menulis surat ini karena mental kalian yang lemah dengan hanya mengerjakan UN itu kalian protes kalian masih menghadapi banyak masalah dan apa disaat kalian kesal dengan masalah itu apa kalian akan mengeluh terhadapp kepada yang pembuat masalah itu walaupun pembuat masalah itu adalah diri sendiri


Tetap semangat

Virues Galau said...

Assalammu'alaikum dek,
Surat nya bagus dan sangat menyentuh.
saya merasa apa yang selama ini terpendam dalam diri saya telah keluar bersama tulisan adek. semoga apa yang adek pikirkan bisa menjadi kenyataan. yang terpenting jangan pernah menyerah dan terus berjuang.

btw, mari kita dukung PETISI ini agar apa yang kita impikan untuk indonesia bisa terwujud. setidak nya kita berusaha untuk itu.

http://www.change.org/id/petisi/m-nuh-hapuskan-un-sebagai-syarat-kelulusan#

Wassalam.

Anonymous said...

bener mending dihapuskan aja UNAS dan sebagainya!!! jika ingin rakyat indonesia pintar dalam akademik benahi dulu fasilitas sekolahya dari sabang sampai merauke!!

Unknown said...

anda hebat kawan :)

R'EYS_AM2#137 said...

kereennn...

Anonymous said...

Luarm biasa, sebelumnya belum ada yang berani seperti ini...

Anonymous said...

Syahdeini kpn terakhir di sekolah? Jgn2... Emg gak pernah sekolah lg... Jd ga tau mn yg sopan, mn yg ga sopan.
Tp sy jd mo tau... Ktnya pa mntri bs ngrjain soal2 itu dlm bberapa hr... Padahal si adik kt ini ngrjain soal2 unas itu dlm bbrapa jam. Nah ente sendiri sanggup ga ngrjain tuh soal dlm bbrapa jam ato bbrapa harilah spt pa mntri.
Klo ente bs ngrjain tuh soal dgn bnar, brulah ente pntes bkoar kyk gitu. Walaupun sih tetep kgk pantes...
Anyway.., smoga kurikulum nya bs di review lg utk disesuaikn dgn kmmpuan smua anak2 Indonesia. Amin

Anonymous said...

segera isi petisi ini.. M. Nuh, hapuskan UN sebagai syarat kelulusan! http://www.change.org/id/petisi/m-nuh-hapuskan-un-sebagai-syarat-kelulusan

Unknown said...

sholehah ..
surat mu super sekali ,,
tidak ada yang sah dengan suratmu ,,
saya yakin kebijakan petinggi kita pun tidak ada yang salah ,,
tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya ,, sholehah,,
mereka ingin yang terbaik untuk anak-anaknya ,,
ujian sebagai ukuran
ujian sebagai jalan naiknya derajat
bukankah Allah swt pun memberi ujian sebgai wujud cinta ??
jangan bersedih hati jika kita sudah yakin setengah-setengah sholehah,,
ikhtiar, do'a dan tawakal,,,,
@ maaf jika ada salah kata

MARSA JULIANA said...

Jadi nangis bacanya. Semoga bapak menteri jadi terketuk hatinya untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia ini. miris sekali.

afrizal ramadhan said...

oawalah kirain blog ini penulisnya, ternyata ngejar trafik, good job :D

Anonymous said...

kereeeeeeeeeeeeeen :)

Anonymous said...

Bisa membedakan uan sekarang dengan ebtanas jaman dahulu gak?

Anonymous said...

Sebodoh bodohnya saya atw sepinter
pinternya saya sampai setinggi langit
gak se songong murid yg nantangin
menteri pendidikan kaya gitu, baru
lulusan sma aja gt. Apa kalo sdh
merasa pandai trs seenaknya nantangin
gitu. Orang songong ilmunya gk bakal
berkah, buktinya dia nantangin pak
menteri yg sdh jls gelar dan lulusan dari
mana. Bego dipeliha!!!..murid jancuk

Unknown said...

bener bener ironis banget yaaa,
dulu pas jaman gua SD masih inget di ajarin yang namanya kejujuran, begitu pula jaman SMP, dan walaupun gua STM itu jujur selalu ada, tapi kenapa, jujur itu susah, apa mungkin tanaman yang kita tumbuhkan setiap kali kita sekolah harus kita tebang disetiap akhirnya untuk sebuah kebobrokan, apa mungkin mau melihat keindahan harus menghalalkan segala cara, yaa mau gimana lagi kalo ditanya siapa yang salah, semua benar, mau membenarkan dibilang salah..?

jadi intinya negara kita ini negara yang hanya melihat sesuatu dari hasil akhirnya saja, tanpa peduli prosesnya..!!!!

Unknown said...

Kritik yang membangun...

Anonymous said...

Sebodoh bodohnya saya atw sepinter
pinternya saya sampai setinggi langit
gak se songong murid yg nantangin
menteri pendidikan kaya gitu, baru
lulusan sma aja gt. Apa kalo sdh
merasa pandai trs seenaknya nantangin
gitu. Orang songong ilmunya gk bakal
berkah, buktinya dia nantangin pak
menteri yg sdh jls gelar dan lulusan dari
mana. Bego dipeliha!!!..murid jancuk

Unknown said...

Kritikannya bagus banget...!!!
tapi dengar cerita ujian tahun ini MIRIS banget.

Unknown said...

Sya juga pernah alamin yang kamu alamin , saya tahun pertama percobaan 20 paket ! Ga ada temen temen saya yang lancang ngirim gini ke mentri segala, waktu saya ujian; soal telat dateng, basah, waktu kacau balau, kunci jawaban ga ada tersebar, skrg kalian enak ! GURU udah bisa prediksi soal gimana yang bakal keluar, ga usah munafik ga pake kunci jawaban pas unnas,
Satu hal lagi, unnas di hapus standar lulus indonesia apa ? Lulus sekolah ?
Sama aja bro, sekolaj juga maenin nilai, ga usah munafik nilai kamu di rapot cuma formalitas supaya gampang masuk PTN !
Saya lebib duli rasain namanya ujian 20 paket ! Tau ga namanya uji coba gimana lebih sakitnya kita angkatan 2013 ? Bersyukur dikit kenapa sih ???

triwanly said...

saya ikut UNAS juga tahun kemarin,. ya gimana ya, kalo sola bocoran juga, di sekolah saya juga beredar.. tapi saya lebih percaya pada otak saya sendiri.. dan hasil ujiannya alhamdulilah memuaskan. padalah saya siswa yang cukup nakal, sering bolos jam pelajaran, sering gak buat tugas sekolah,. tapi saya punya niat untuk benar-benaar belajar.

pesan dari saya "pertajam pensilmu bukan lidahmu"

Viktor LBZ said...

bangussssssssss.......... DI JAMIN 100% BP. MENDIKBUD tdak bklan bsa mnylesaikan 10 % soal matematka trsbuttttttttttttt,,,,,,,,,,,,,,,,,

Anonymous said...

ayoooo....coba mana nyalimu wahai para pembuat soal2 UNAS...tunjukan nyali mu untuk menjawab tantangan dari salah satu muridmu yg tersebar di indonesia raya...atau coba kita ulangi lagi kalimat2 di atas....duduk baca,lihat,perhatikan...dan silahkan JJJJAAAWWWAAABBBB...ini jaman sdh berubah pak...yg dulu hanya bisa diam meratapi nasib tapi sekarang smua sdh bisa bicara...jngn koar2 karna ini itu dll nya aja...buat penulis...mantap...dan lebih mantap lagi bila pak SBY pun melihat nya...

Anonymous said...

Yang di Kota, bahkan Ibukota banyak yang mengeluh, apalagi yang di desa yang rata-rata akreditasi sekolahnya saja masih C. Yang kekurangan ruangan, yang kekurangan fasilitas, yang hanya bisa iri melihat teman-teman dikotanya belajar dengan baik.

blbr said...

@Anonymous kamu banyak bacot ah

Anonymous said...

penyelenggaraan UNAS adalah salah satu cara agar bisa mencairkan dana dalam jumlah yang besar dari pemerintahan,untuk digunakan dengan sebaik-baiknya
tapi kabanyakan menggunakan semau-maunya,

risandipradipto said...

Selamat menyambut kehidupan nyata. Segera di depan mata. Tidak selalu mudah, tidak selalu seperti "seandainya", tapi dengan kemandirian, keberanian, strategi, dan pilihan sahabat yang tepat anda akan siap tersenyum dan berkata "sudah seperti seharusnya". Tetap semangat, toh hidup hanya sekali.

min.pud said...

surat yang bagus :) tapi menurut saya, sekarang gak apa-apa toh kita ngerasain seperti apa mengerjakan UNAS tersebut :) tapi itu tandanya dari awal sekolah jangan lebih berat main-mainnya dibandingin ama belajarnya :3 kalau udah usaha keras dan agamanya yang kuat mah gak akan menipu masa depan nantinya :)

kalau ingin Indonesia ini berubah sistem pendidikannya, maka dari sekaranglah kita memupuk ilmu dan inovasi yang akan kita gunakan nanti ketika kita menjadi orang yang berguna buat pendidikan :) belajar yang rajin dan sungguh-sungguh dan buatlah pendidikan Indonesia bisa jadi lebih baik lagi :)

fd said...

mungkin saya gak mengalami seperti yang anda rasakan .... toh kembali pada diri kita sendiri .. apa yang kita mampu yaa itu yang kita lakukan ... saya dulu sampai sempat berpikir . belum tentu yang lulus dengan nilai bagus akan meraih kesuksesan ... yang penting jalani aja ...... yang penying semangat dan berpikirlah cerdas .

Anonymous said...

Tahun lalu pun sama, ada banyak soal yg bahkan tidak diajarkan di sekolah saya. Meskipun masih terbilang cukup mudah, kekurangan materi ajar untuk UN tahun lalu membuat setidaknya rerata nilai UN kami sedikit anjlok dari tahun sebelumnya. Banyak keluhan dan makian tentang soal soal yang kami kerjakan. UNAS juga terhitung penting untuk masuk PTN dan saya sendiri yang mengalami sakit ketika ujian harus merasakan betapa hancurnya perasaan saya ketika saya harus menengok ada angka lima dan enam pada hasil UNAS saya. Saya paham benar kondisi tersebut, teman teman saya mungkin boleh kaget dan bertanya mengapa saya yang justru terkadang mereka tanyakan untuk memberikan penjelasan mendapat hasil yang sedemikian rupa. Saya paham benar dengan keadaan bahwa UNAS menjadi momok penentu kelulusan dan sekaligus jembatan penyeberangan untuk melanjutkan pendidikan di PT. Sangat sulit bagi saya untuk mencari PTN dengan hasil yang tidak seberapa, mungkin ada benarnya adik kita ini memprotes bapak Menteri tetapi tentu saja pada setiap hal ada sisi positif. Ada benarnya perkataan saudara kita satu ini, untuk merubah sesuatu itu sulit, harus ada yang berteriak dan menangis dahulu sebelum akhirnya tersenyum puas karena proses perubahan yang menyakitkan tersebut. Kita tidak bisa hanya melihat satu sisi, banyak pertimbangan yang perlu kita perhatikan bukan? Demikian, terima kasih :)

Anonymous said...

Tahun lalu pun sama, ada banyak soal yg bahkan tidak diajarkan di sekolah saya. Meskipun masih terbilang cukup mudah, kekurangan materi ajar untuk UN tahun lalu membuat setidaknya rerata nilai UN kami sedikit anjlok dari tahun sebelumnya. Banyak keluhan dan makian tentang soal soal yang kami kerjakan. UNAS juga terhitung penting untuk masuk PTN dan saya sendiri yang mengalami sakit ketika ujian harus merasakan betapa hancurnya perasaan saya ketika saya harus menengok ada angka lima dan enam pada hasil UNAS saya. Saya paham benar kondisi tersebut, teman teman saya mungkin boleh kaget dan bertanya mengapa saya yang justru terkadang mereka tanyakan untuk memberikan penjelasan mendapat hasil yang sedemikian rupa. Saya paham benar dengan keadaan bahwa UNAS menjadi momok penentu kelulusan dan sekaligus jembatan penyeberangan untuk melanjutkan pendidikan di PT. Sangat sulit bagi saya untuk mencari PTN dengan hasil yang tidak seberapa, mungkin ada benarnya adik kita ini memprotes bapak Menteri tetapi tentu saja pada setiap hal ada sisi positif. Ada benarnya perkataan saudara kita satu ini, untuk merubah sesuatu itu sulit, harus ada yang berteriak dan menangis dahulu sebelum akhirnya tersenyum puas karena proses perubahan yang menyakitkan tersebut. Kita tidak bisa hanya melihat satu sisi, banyak pertimbangan yang perlu kita perhatikan bukan? Demikian, terima kasih :)

faisal said...

well ... welll welll ... is indonesia man ..

Unknown said...

wah salut atas keberaniannya.......

freak monkey said...

Bagi saya birokrasi kependidikan di kepemerintahan adalah sampah. Dukung adek kita bukan dengan omongan, tapi tindakan nyata buat melawan mereka para komunis pendidikan.

freak monkey said...

Bagi saya birokrasi kependidikan di kepemerintahan adalah sampah. Dukung adek kita bukan dengan omongan, tapi tindakan nyata buat melawan mereka para komunis pendidikan.

Anonymous said...

Baca artikel ini + komen2 pro dan kontra di atas bener2 menghabiskan waktu luang ane. Isi artikel yang ditulis dengan bahasa yang tertata rapih dan bahasa yang sopan serta isinya yang berbobot memang memang menarik dibaca oleh semua kalangan.

Buat penulis, alangkah baiknya tulisan ini dilayangkan langsung ke pak menteri, bukan lewat sosmed seperti ini. Soalnya orang2 atas setau saya menggunakan sosmed hanya untuk meraih kepopuleran dan hiburan semata, mereka tak akan menggubris artikel seperti ini. Ane sangat mendukung ente.

Ane sebenrnya pengen ngakak liat komen2 di atas. Seru banget. Inget gan/bro/sist/jeng/pak/bu yang terhormat. Jangan samakan indonesia dengan negara lain. Indonesia adalah indonesia, jangan bandingkan indonesia dengan negara lain. Kita NKRI, punya keunikan sendiri. Mau sebobrok apapun sistem pendidikannya ane tetep cinta indonesia. Tanah kelahiran ane. Tanah kelahiran ortu ane. Hahaha. Udh ah.

Keep fighting pelajar indonesia! Jangan mau dikalahkan oleh buruknya sistem negara ini. Kalian hebat!!!

Btw buat yg mau komen, ane bukan antek2 menteri atawa joki UN yah. Ane cuma mahasiswa biasa yg cinta indonesia ^.^

Dumay said...

Benahi system pendidikannya dulu. karena pendidikan diindonesia ini setiap tahun siswa harus dituntut mengikuti kurikulum baru, padahal kurikulum lama aja siswa banyak yang belum paham? ini yang membuat siswa merasa dipaksa karena semua pelajaran harus masuk keotak. dan ini yang membuat gurupun kejar target materi dengan materi kurikulum yang baru. sehingga membuat siswa menjadi beban karena dituntut untuk bisa. kami ini bukan robot, melainkan manusia yang punya kekurangan dan kelebihan. dan memiliki standar kelebihannya masing-masing.
jadi un itu jangan dibuat siswa menjadi beban, benahi system pendidikan yang membuat pembelajaran siswa menjadi nyaman agar mapel bisa dipahami. jangan membuat tiap kurikulum baru siswa harus dituntut untuk bisa dan bisa. karena kurikulum lama belum juga membuat siswa paham.

muhamad hufron as-segaf said...

Alhamdulillah....
Semangat adik2.
Allahu Akbar

Anonymous said...

bagus dan tepat sekali suratmu dik, semoga tahun depan ada pembenahan di bidang pendidikan ini

Unknown said...

Setuju

Ahmad Rodhi said...

Penulisnya layak sebagai generasi masa depan, tajam, kritis, logis, realistis dan elegan dalam menyampaikan melalui kata kata yang terstruktur dengan baik. Adik ini tidak hanya melihat saat dia melakoni UNAS saja, tetapi sudah mengamati realita yang terjadi bertahun tahun apa yang terjadi setiap UNAS. Kenyataannya memang persoalan UNAS tak terselesaikan. Mulai dari sistem pembuatan paket soal sampai masalah joki. Begitu juga dengan sistem pengawasan UNAS. Masak UNAS harus dijaga polisi, siswa sudah dianggap berprilaku kriminal pada saat mengikuti UNAS... Hiiiiiii mengerikan dunia pendidikan negeri ini... Itu baru soal UNAS, belum lagi dengan masalah fasilitas... Di Jawa saja masih ada sekolah yang proses belajar mengajarnya di gubuk gubuk reot.. Apalagi yang didaerah perbatasan hampir tak terlihat

DeeZain said...

Keren... kita disini ngebantu lewat Do'a ajah .....hehe

Unknown said...

Super sekali dek Anda....Terharu setelah baca surat ini. Dulu zamanku juga merasakan hal yang sama sepeeti ini tapi sayangnya tidak ada yang berani mengungkapkan luapan emosi dalam hatinya setelah mengerjakan UNAS. Cukup puas setelah baca ini. Alhamdulillah sudah terwakilkan oleh surat ini.

Anonymous said...

Assalam,kepada semua rekan-rekan semua...Saya yakin Indonesia memiliki SDM yang berlimpah dengan kecerdasan di atas rata-rata. Namun memang yang harus dibenahi adalah dari sistemnya. Jika input baik, sistem jelek, maka kemungkinan besar output akan jelek..Input jelek, sistem baik, memang tidak semua output baik, tetapi kemungkinan besar output akan baik..artinya apa?..Kita semua sebagai bagian dari sistem harus berjalan sesuai fungsinya..bukankah itu yang dinamakan dengan sebuah sistem? Saya berbicara global, tidak terpaku atau menunjuk kepada salah satu pihak..Ini juga sebenarnya uneg-uneg dari diri saya..Jengah melihat Indonesia yang sudah terlalu bebas dan bablas tanpa adanya suatu kontrol yang kuat..Sayapun pernah mengalami menjadi seorang pelajar, tenaga pengajar juga pernah, teknisi juga .. Intinya adalah..dalam mengerjakan sesuatu..harus ada dasarnya. dan dasar itu harus bisa dipertanggungjawabkan ..mohon maaf, jika kita seorang muslim, tentulah dasar hidup kita harus dari Qur'an, hadist, ijma dll..Di Indonesia ini, kita sebagai Eksekutor hanya menjalankan fungsi dan peran dari produk para Legislatif yang saya tidak tahu seberapa dalam dan besar kapabilitasnya dalam menelurkan suatu aturan yang harus dijalankan...Jadi, marilah kita SEMUA bekerja sama..untuk satu visi ke depan membangun negeri ini sesuai aturan yang hak..(bukan berdasar kepentingan suatu pihak).. Ujian itu adalah wajar, kita semua pasti akan mengalami ujian..namun intinya adalah..Bagaimana kita menyikapi ujian tersebut...itu yang membuat kita bernilai..seberapa dewasa dan bijaksanakah diri kita...Mari kita renungkan bersama...Mohon maaf apabila kata-kata saya ini menyinggung suatu pihak. Saya tidak bermaksud demikian..Yang perlu ditanamkan di negeri Indonesia tercinta ini adalah "MORAL"...Banyak pemikir-pemikir kita lari ke luar negeri karena di negeri ini tidak ada penghargaan..tidak tahu ujung kepintaran mereka mau dibawa kemana..Saya yakin masih banyak generasi muda Indonesia yang benar-benar ingin memajukan Indonesia..tetap semangat !!

Anonymous said...

tau tuh! samain dulu semua sekolah standarnya!!! apakabar kami anak daerah yang fasilitasnya sangat kurang!

Unknown said...

gausa di ladenin, cape ngadapin org ga ngerti om..

zazakriwil said...

Menyentuh sekali, semoga oknum yang ada di sisi negatif segera memperbaiki tindakannya, diawali dari pribadi kita semua, bahwasanya kejujuran memang sangatlah penting, yang sabar ya nak. perbanyak ibadahnya. karena ibadah ga ada 20 paket dan tidak standar internationalnya..

Unknown said...

Aku salut dengan keberanianmu dik,teruskan perjuanganmu,truslah semangat

Sugab said...

You're so amazing. That was what I want when I was Senior High School. This system (UNAS) is just fuckin' bullshit, its only makes anyone crazy because of three days !

Anonymous said...

Terharu, smg ananda tetap menjadi org jujur dan smg pula sang mentri membacanya dg seksama..krn bila tdk, mk sebenarnya beliau sdh menganiaya para siswa..

Agus Supriyono said...

Dengan adanya seperti semoga ada evaluasi dan ada perubahan yang lebih baik

Honey D said...

i wasn't in 'UN' condition when i was in Jr. or Sr. high school.
but i know how my brothers fight for that bulls*** exam.
i agree, that we can't count our youngster intelligent by three days exam.
they fight for 3 years (others are 6 years). how can u 'adult' people judge them 'smart', 'dumb' for 3 days examination...for a God shake!! be real!! they're not Einstein....(even Einstein need to get old before find the formula!!)
keep fighting, girls!! we (normal people) is on ur back.....

Gita Rina Agustina said...

KEREEEN! Seperti apa yang saya rasakan sekarang

Unknown said...

Lanjutkan...... !!! dari UAN 1 sampai UAN berikutnya masalahnya sama,ibarat tinju,petinju amatiran dg ritme latihan tdk jelas,fasilitas latihan tdk mendukung serta gizi yg tdk memadai harus melawan petinju profesional yg ritme latihanya jelas,fasilitas latihan juga komplit gizi terjamin dan dilatih oleh pelatih profesional kemudian petinjut amatiran tadi dituntut harus menang...., apa yg akan terjadi bila keduanya bertarung...?? kira-kira spt. inilah gambaran model UAN yg ada saat ini, Siswa yg belajar dikota besar spt. Jkt,bandung dan kota besar lainya mereka belajar dg segala kelengkapan fasilitas belajar yg cukup bila mengerjakan soal UAN akan terasa mudah sekalipun ada sedikit kesulitan, nah...sekarang kalo dibandingkan dg pendidikan didaerah bagaimana...?? jangankan mau tanya fasilitas pendidikan lengkap, punya buku paket 1 dari 12 mata pelajaran sudah sukur.... nah sekarang cobalah untuk dipikir dan dicarikan solusinya apakah UAN masih layak diberlakukan untuk penentuan kelulusan?? tentu ini sangatlah tdk adil

Gita Rina Agustina said...

kereen saya juga merasakan

ery triantoro said...

ini nih kalo pendapat saya kok ini siswa terlalu kurang punya kesopanan, sudah selayaknya siswa mampu mengerjakan UN karena dia tugasnya belajar, ini nih efek dari demo.. jadi ga mau susah, terlalu mudah demo..semoga ini tidak menjadi contoh generasi selanjutnya, itu tuh udah muncul daftar 25 nilai UN terbaik seindonesia, gmn kalo itu anda? wow emezing kan, sudah selayaknya pelajar yg berdedikasi sama bidangnya. jgn memandang pak menteri serendah itu.. semoga anda lulus,, UN

Anonymous said...

Setuju..!!

Anonymous said...

Semoga "Kritikmu" yg "Pedas" akan membuat Menteri tercinta kita menghayati situasi, kondisi dan dampak, sebelum menerapkan kebijakan di Negeri ini... Kita bukanlah kelinci percobaan yg harus jadi alat "Uji Coba".
Contoh yg lain selain UNAS adalah penghapusan Mata Pelajaran tertentu di SLTP sederajad... Andai itu dilaksanakan sebelum adanya peraturan ttg Guru yg hrs memiliki SERTIFIKAT PENDIDIK tentu akan lain... Dan seakan semua yg berkompeten malah tutup mata, jika ada pertanyaan atau kesulitan yg dihadapi para Guru...
Semoga kita akan menjadi lebih dewasa dalam bersikap dengan mengedepankan kepentingan bersama, bukan hanya memburu POPULARITAS yg kadang menjerumuskan masa depan sebagian dari kita...

Anonymous said...

Siiip nak....bagussss....sy mendukungmu!

Anonymous said...

Bukannya itu termasuk proyek berbudjet gede'?

Anonymous said...

saya seneng sekali,ada adik smu yg masya Alloh,,,,begitu bersih pola pikirnya,,,tembus di hati saya...
jujuR,sebagai pendidik saya bela-belain tidak ngajar aja,,,karena memang itu sudah menjadi setan smua,,,bayangkan,,,hari senin unas,,,jum`at sebelumnya dah ada jawaban.........
KNAPA SISTEM KELULUSAN INI TIDAK DI KEMBALIKAN SEPERTI JAMAN SAYA SEKOLAH,,,YAITU DENGAN "NEM",NILAI EBTANAS MURNI...JADI WKTU ITU SAYA UJIAN MATEMATIKA HANYA DAPAT 2,,,TP LULUS,,,,NEM NYA BAGUS YA BISA MASUK NEGRI,,,NEM KURANG BAGUS,,,YA SWSTA,,,WALAUPUN NEM BUKAN MENJADI TOLOK UKUR,,,,,,
NEK SAYA JADI PAK MENTRI.....HUHUHUHU
WIS HARAKIRI DEH....MLAYU MBI MUNDURRRRRRRRRRR.....
SUKSES WAT KAMU DIK.......

Unknown said...

saya juga sangat setuju jika UNAS di hapuskan tidak hanya di tingkat SD saja melaainkam harus sampai tingkat SMA. karna MENDIKBUT tidak tahu karakteristik siswa di masing-masing sekolah. hanya guru yang tahu setiap karakteristik siswanya. jadi wajib dihapuskan UNAS.

Anonymous said...

Di negara proyek, semua jadi proyek, UN pun adalah proyek yang menguntungkan banyak orang, tak peduli guru, siswa kehilangan hati nurani dengan berbuat tidak jujur. yang penting proyek jalan. ada proyek ada uang masuk. Proyek...proyek .... dan sekali lagi proyek.

Anonymous said...

Mr. Syahdeini ini bukan soal sopan atau tidak sopan bos... ini input yang positif dari siswa buat pihak kementrian Dikbud. Para siswa kan juga boleh berpendapat untuk membangun negeri. lanjutkan Dik.. bangsa ini perlu kontrol dari semua lapisan masyarakat termasuk para siswa/siswi

tanya said...

Kalau itu ga perlu dibilangin lagi om, semua orang udah pd tahu, yg jadi masalah adalah standarisasi kesulitan Soal2 UNAS tersebut. Apakah sudah di review sesuai dengan SKL? Siapa yg melakukan review terhadap soal2 tsb, itu pertanyaannya.

Wing's Freedom said...

Jujur saya sedih membaca tulisan ini, hati saya sakit dan perih merasakan penderitaan siswa tahun ini, jujur Zaman saya sekolah tahun 2009 paket soal hanya ada 2, dan soal sudah terbilang sulit, dan tiap tahun soal semakin sulit dari waktu ke waktu dengan penambahan jumlah paket yang terbilang sangat luar biasa sampai sekarang sudah 20 paket. Saya hanya bisa merasakan penderitaan adik adik siswa SMA dan hanya bisa berdoa.

Semoga kalian para siswa SMA yang mengikuti UNAS lulus semua, dan semoga menteri pendidikan bisa membuka fikiran dan hati kecilnya.

Unknown said...

sutuju bangettt.... :)

Unknown said...

stuju bngettt

Anonymous said...

@syahdeini. Inget,, mau ambil gelar apapun dlm dunia pendidikan kita pasti ujung ujungnya DUIT...sebuah gelar ataupun titel tidak mencerminkan bahwa orang tersebut pintar ataupun cerdas...termasuk anda.

komikpdf said...

Mohon maaf nih teman seperjuangan dan se islam se iman , saya mungkin agak setuju dengan pendapat ananda .. memang saya merasakan kesusahan yang dialami oleh ananda tapi saya jurusannya berbeda , jurusan saya IPS .

kalau saya amati memang UN menyimpang dari SKL yang di berikan ke guru guru saya , akan tetapi tak semua nya menyimpang kok ananda ..

pelajaran sosiologi ,ekonomi , dan geografi sudah agak menyentuh / mengarah ke SKL . Saya bukannya SOK TAU atau SOK PINTER tapi itulah kenyataanya. Mohon maaf nih ananda kayaknya kurang sopan deh kalau buat surat tantangan terbuka seperti ini , kalau ananda mau buat surat yang khusus dan langsung di kirim ke pak mentri . :)

TOLONG SAMPAIKAN KE ANADA YANG BUAT SURAT YA .. SAYA TAU KOK PERASAAN ANADA NURMILLATI ABADIAH..

kabar inspirasi said...

pak menteri benar. Secara logika jujur itu memang keren. Hanya masih banyak anak2 sekarang yang belum disiapkan mentalnya saat tidak lulus unas. karena tuntutan masyarakat bahwa lulus unas adalah wajib. maka ketika tidak lulus, yang bersangkutan akan di cerca seperti orang yang sedang kena aib besar, Peran orang tualah yang haus menjadi solusi. Unas yang dilakukan dengan jujur lebih baik walau mungkin tidak lulus

Eko.I said...

makin morat-marit sistem pendidikan di Indonesia. Ganti mentri ganti kurikulum, tak pernah pny standar baku yang permanen. Makanya di Indonesia yg laris itu artis bukan ilmuwan...makanya di Indonesia banyaknya mall bukan pusat litbang iptek...makanya di Indonesia lebih banyak koruptor daripada engineer pesawat terbang.....makanya di Indonesia sudah tidak ada lagi menristek. Lebih baik kita arahkan anak2 kita menjadi enterpreneur sedari dini untuk bisa mandiri di tanah Indonesia.

Unknown said...

best critics (y) like this, really.

Anonymous said...

Saran sy sih, hasil kertas ujian unas itu dbagikan kembali ke siswa.. Jadi kejelasnya nya ada. Jgn hanya hasilnya sj. Siapa yg tau kalau itu bukan permainan orang diknas?

Anonymous said...

secarik goresan pena yg luar biasa
terenyuh dan bangga....
masih ada generasi yg kritis, jujur dan berani seperti penulis ini

Kekasih Syahdeini said...

UNAS = Momok/Hantu/Racun
Lahan bisnis = Ya.
Tulisan ini hebat. Menteri membaca? Pasti. Apakah membaca semua? PROPESOR *pake logat daerah* punya cara pikir yang mungkin gak bisa dijangkau anak-anak taraf sekolah. Buktinya, dengan fasilitas yang ada sekarang, banyak orang Indonesia yang dipandang dunia luar. PROPESOR bukan djenius, mungkin memang butuh berhari-hari untuk mengerjakan soal tantangan tadi.

Inga,
tidak satupun ilmu yang dihafal. Lebih baik paham. Dan saya juga setuju dengan jalan pintas, karena beban mereka sangat berat. Apa kalian mau menanggung biaya sekolahnya saat mereka tidak lulus? Kita dengan gampang bilang, jalan kita lebih susah, ngulang 1x 2x 3x gak masalah, kata siapa? Siapa bilang? emang sekolah dibayar pake daun? Yang penting lulus dulu dari SMA, dunia bergerak cepat, kejar kemampuan sampai bisa masuk ke posisi penentu kebijakan, dan buatlah perubahan yang lebih baik. Gak usah ngurusin grafik atau janji2 manis, kejar pendidikan tepat waktu, cari ilmu ke seluruh dunia, dan hidup sebagai pemberi. Itu lebih baik daripada menjadi tukang protes dan tukang sanggah yang kadang lebih menuai komentar yang gak berhubungan. But, above all, I appreciate to what you have done. Seriously, Not every person have guts to tell the truth. Bravo!

Anonymous said...

anda luar biasa !!!

rzr.amri said...

2006 bayak yg menelan pil pahit UNAS, mung kin skrng dah gak seperti dulu lg, nilai UAS bisa sedikit membantu, cm gak tau seberapa besar, bandingkan dengan thn 2006 UNAS mutlak jd penentu,.perubahan memang perlu bahkan malah harus supaya pendidikan di indonesia lebih baik lg...

Anonymous said...

Ironis sekali jika dibandingkan dengan ini :
https://scontent-b.xx.fbcdn.net/hphotos-frc3/t1.0-9/q71/s720x720/10372313_10203956620741130_7248849623021071137_n.jpg

anak kecil sudah mau belajar pelajaran Mekanika Fluida . .
Yg udah dewasa masih sibuk mengeluh, mengeluh dan mengeluh

Aaaa said...

setahun yang lalu waktu UNAS SMA 20 paket saya juga mengalami hal yg sma dan merasakan hal yang sama. kenapa teman2 saya yg mendapatkan bocoran bisa mendapatkan nilai yang lebih tinggi daripada saya dan teman2 saya yg berusaha keras memegang teguh kejujuran. dan saya masih ingat saat setelah mengerjakan soal fisika saya menangis karena tidak bisa mengerjakan. saya percaya masih banyak generasi muda Indonesia yg jujur seperti anda dan saya berharap pemerintah dan seluruh instansi pendidikan Indonesia bisa bekerja sama untuk memeperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. jangan tutup mata dan angkat tangan dari masalah ini !

Farid said...

Tugas anak sekolah itu cuma satu, yaitu BELAJAR !, dah itu tok gak banyak dan gak perlu mikir2 yang lain, jadi kalau disuruh lulus semua bidang pelajaran ya memang seharusnya begitu, lha kok malah nantangi bapak-bapak yang pikiran dan tanggungjawabnya udah seabrek-abrek, kalau pak menteri sama seperti anak sekolah hanya mikir pelajaran ya baru fair kalau ditantangin.
Hadeeww...., itu mah emang dasar bocahnya yang malas belajar dan cuman pinter ngomong alias tukang ngeles.

catatan-arh said...

Keren,..keren,..kerennnnn...........

Gita said...

tulisan kamu bagus, dan saya pun merasakan hal yang sama tahun lalu :)
dimana UN tahun lalu pertama kali diadakan 20 paket soal. bukan hal yang mudah tentu, saya pernah ada di posisi kamu.

tapi yg saya tertarik, ketika kamu bilang "..Sebab orang tidak akan pernah peduli apakah soal yang saya terima lebih susah dari si A atau tidak. Manusia itu makhluk yang seringkali terpaku pada niai akhir, Pak. Orang tidak akan pernah bertanya, 'tipe soalmu ada berapa nomor yang susah?' melainkan akan langsung bertanya, 'nilai UNASmu berapa?'..."

ini cuma sebagian kecil proyeksi dan gambaran dari apa yang akan kamu dapati di jenjang pendidikan yang lebih tinggi nanti. dulu saya kesel sekesel keselnya sm UN dan segala tetek bengeknya, tapi sekarang, saat saya baru menapaki jenjang yang baru, saya sadar bahwa keluhan saya waktu melewati UN dulu tidak berarti apapun dibanding sekarang.

di perguruan tinggi nanti kamu pasti mengalami gimana rasanya diajar sama dosen yang penilaiannya subjektif banget dan kamu sialnya dapet nilai jelek dan pengaruh sm IP kamu. dan, ya, memang orang mau tau kamu dapet nilai jelek itu karena dosennya yang kurang adil dan subjektif? orang2 pasti liat output kamu, ga akan mau repot2 dengerin curhatan kamu tentang dosennya yang bla bla bla. sama bukan kayak apa yg kamu tulis tadi? itu cuma secuil contoh aja loh, buanyak banget hal-hal yang lebih menantang dibanding UNAS yang kamu keluhkan saat ini di dunia perkuliahan nanti.

kalau mau berfikir positif, mungkin kemendikbud ingin mental kalian matang untuk menghadapi jenjang kehidupan yang lebih tinggi? :)

M Taufiqurrahman said...

Saya sangat terharu mendengar keluh kesah adek ini.
Semangat yaaa...
U akan lebih sukses dari pejabat tinggi.
Tetaplah tersenyum dan berusaha menjadi orang istiqomah.
Jujur lebih utama dari permainan kata.

Dibalik kesedihan sesungguhnya Allah telah sediakan kebahagiaan sebagai penghapus air matamu.

Saya suka kritikmu..

Unknown said...

mantap. keberanian dan kesopanannya patut di tiru

Unknown said...

Monggo pak mentri di jawab

Anonymous said...

komentar2 di atas ada yang bagus dan ada yang lucu...
pertama; seperti yang sudah di tulis oleh komentator2 sebelumnya, surat ini ga salah. memang ini kenyataannya. inilah yang terjadi sekarang. waktu saya mengerjakan UAN 2011 dulu juga itu ga mudah. meskipun saya bisa mengerjakannya dan tidak menyontek. mungkin memang bukan nilai 9 dan 10 yang saya inginkan di lembar kertas kelulusan, tapi saya bisa lulus dengan nilai yang sepantasnya karena hasil jerih payah saya belajar selama di sekolah. pada tahun itu pun saya sudah khawatir karena ada rumor bahwa paket UAN akan ditambah di tahun berikutnya. saya khawatir apa yang akan terjadi dengan adik-adik kelas saya? apa yang akan terjadi dengan mereka yang bersekolah di pinggiran sana? apa yang akan terjadi dengan siswa2 yang nantinya mengikuti UAN di tahun2 berikutnya? dan memang benar perkiraan saya, UAN telah menjadi MONSTER yang membuat anak2 di negeri ini takut. mereka lemah terhadap diri sendiri, mereka terbayangi dan membuat mereka TERPAKSA melanggar norma yang paling dicari di negeri ini; KEJUJURAN.

yang kedua; oke, saya paham maksud dari para komentator yang seolah berkata "Halah, cuman UAN doang, kerjain ajalah nanti juga bisa" atau "ujian hidup lebih susah, neng" atau "ga mau ujian UAN ya ga usah sekolah aja sekalian kalo kaya gini aja udah ngeluh"
komentar2 seperti ini yang saya paling gereget. TOLONG dong, put yourself in her shoes. taruh diri kalian di posisi si adik ini. kerjakan soal2 UAN tahun ini dan mari kita lihat seberapa banyak soal yang bisa kalian jawab. saya juga peserta UAN, saya yakin bahwa soal-soal UAN di tahun saya mungkin akan terlihat lebih mudah daripada tahun ini. for god's sake, bahkan paket waktu itu cuman 5.
jangan berikan komentar seolah kalian mengerjakan soal UAN yang sama dengan adik ini dan merasa kalian lebih baik. ujian hidup memang berat, JUSTRU UAN sekarang adalah UJIAN HIDUP tiap siswa di negeri ini sekarang. Kenapa?
pernah lihat berita nggak? pernah dengar ada yang bunuh diri gara2 ga lulus UAN nggak? nggak pernah? Kemana aja lu?
mereka yang berhasil melewati UAN dan masuk ke perguruan tinggi menurut saya adalah para PEMENANG HIDUP. karena UAN sekarang memang bukan lagi bagian dari ujian pendidikan tapi momok yang telah sampai ke tahap membuat orang mau menghentikan hidupnya sendiri.
Terus ada yang bilang kalo ngerjain UAN aja ngeluh ga usah sekolah? HA HA, pikiran macam apa ini? sama saja anda berkata "kalo benci sama Yahudi ga usah pake produk Yahudi". DUH, TOLONGLAH. masih jaman cara berpikir kaya gini? Terus kalo misalnya nih ya, MISAL. semua siswa yang ga mau UAN mau mengikuti saran anda dan mundur dari sekolah, mereka mungkin akan jadi pengangguran. terus mereka jadi beban negara juga deh. nambah angka kemiskinan. anda mau menanggung itu?
Seandainya lagi, mereka yang mengundurkan diri terus lari ke negeri orang, negeri orang dapet sumber daya berkualitas dong, sementara Indonesia makin terpuruk.
inilah kenapa saya senyum2 aja lihat komentar2 di atas. saya bukannya mengiyakan dan mendukung mereka yang setuju dengan surat ini. Kenyataannya surat ini valid secara bahasa sangatlah sopan dan berisi, saya ga akan bilang yang aneh2 karena saya sendiri ga merasakan mengerjakan UAN 2014. tapi yang jelas, untuk mereka2 yang komentarnya rada miring 45 atau 60 derajat, please refrain yourself from commenting this post.
Kalo memang belom merasakan UAN 2014 dan cuman mau komen ga guna, kalian sama aja sama Bapak Menteri yang cuman bisa bilang "Kita lihat hasilnya nanti"
:P

Anonymous said...

Blm punya anak ya?ntar dah klo punya anak ngerasain gmana ctarrr membahanax UN.klo ngemeng skrng gampang ntar rsakn sndiri sensasix.

Anonymous said...

kelak ini akan ada pertanggungjawabannya..
semoga doa teman-teman yang barusaja menjalani UNAS terkabulkan,

saya sebagai mantan pelajar sangat mengerti situasi masa itu,
saya mengangkat lima topi untuk kata-kata ini
"Kejujuran itu awalnya sakit, buahnya manis"

perasaan tersungkur masih saya ingat jelas, sangat jelas, terseok-seok benak saya melihat teman-teman saya membagikan kunci dengan sangat profesional, saya hanya berkeringat dingin pada waktu Hari H,

tapi ALLAH ada bersama orang-orang yang jujur, saya percaya mereka akan menjadi punggawa kemenangan. hasil tidaklah segalanya. selama seseorang menjujung tinggi sifat ini, dek Nurmillaty Abadiah. kelak ALLAH runtuhkan segala halangan

semoga dek Nurmillaty Abadiah bisa istiqomah dan bertanggung jawab pada sifat ini di masa GEMILANGnya.

SEMUA DIMULAI DARI DIRI SENDIRI

salam hangat #pemantikIndonesia2045 #GEOGRAFIUGM menuju pertempuran AFTA #JadilahInspiratifPerubahan

wahyuli atmaja said...

Sudah pernah ikut ujian nasional ( EBTANAS ) tahun 1988. 7 Mapel, tanpa pemberitahuan SKL sebelumnya, tanpa les, tanpa ritual persiapan UNAS ala jaman sekarang, alhambulillah lulus. 90 % teman satu sekolah lulus dengan baik.

Agus Santoso said...

Saya merasa tidak ada salah nya bapak menteri mendengar jeritan hati seorang anak bangsa.... mari perbaiki sistem supaya menjadi baik bagi semua...anak bangsa jangan dijadikan kelinci percobaan kurikulum pendidikan.

Unknown said...

Miris memang melihat kenyataan sistem pendidikan di negeri ini, tuntutan tinggi yang ditargetkan kepada pelajar sejatinya hanyalah bentuk dari keegoisan pejabat (dalam hal ini saya pribadi berani katakan bahwa pelaku utamanya adalah PAK MENTERI). Tujuannya hanyalah untuk cari nama, prestasi semu dimata dunia.

Dalam konteks jabatan profesional, beliau ini tidaklah layak sama sekali menduduki amanah sebagai Menteri Pendidikan...backgroundnya bukan dari Bidang Pendidikan, ditambah lagi dengan kebijakan-kebijakannya yang jauh dari kapasitas seorang yang memahami makna Pendidikan itu sendiri.

Inilah jadinya jika Amanah diberikan kepada seseorang yang tidak layak, maka kehancuranlah yang terjadi.

Semoga di masa depan nasib pendidikan bangsa ini bisa menjadi lebih baik lagi. Aamiin ya Rabbalalamiin.

Unknown said...

Alhamdulillah...Syahdeini sdh sadar..
bahwasanya dia sendiri yg tidak sopan.....

Unknown said...

Terus berjuang dik... demi bangsa dan negara tercinta ini...!

Anonymous said...

Hrsny pak mentri malu dan bangga dgn kjadian ini. Malu krn tdk dpt mnyelesaikn prmasalahan uan. Dan bangga krn masih ad anak bangsa yg seusia adek ini dgn pmikiran,kjujuran dan kjelian mlihat prmasalahan pndi2kn yg ad d negeri ini.

tuk adek2ku truslh mnjadi jati diri yg jujur. Jgn kotori diri kalian oleh sistem yg ambruk. Krn kalianlh harapan negeri ini. Yg akan mngganti sistem yg ambruk tsb.

Unknown said...

Luar biasa!

suatu keajaiban nyata didalam dunia ketika mereka mampu memikirkan dan merealisasikan evaluasi UNAS untuk 2015 kedepan demi nilai- nilai pendidikan indonesia yang jujur dan beradab. Semangat terus adik2 ku.

Anonymous said...

Menanggapi masalah paket C, mohon maaf dari beberapa tahun silam, memang benar sudah ada paket C sehingga tidak perlu menunggu 1 tahun bagi yang tidak lulus UN. Tapi anda harus sadar bahwa pandangan publik terhadap siswa yang lulus melalui paket C memiliki stereotip yang buruk. Terserah jika anda puas dengan yang namanya, "Lulus dengan paket C", saya sendiri akan merasa sangat malu jika terjadi ke diri sendiri (yang puji syukur saya lulus dengan paket A secara jujur di kala saya menghadapi UN beberapa tahun lalu) dan miris jika terjadi ke anggota keluarga dan orang terdekat.

Siapapun pasti menyenangi kemudahan, tidak hanya dalam pendidikan, tapi juga dalam berbagai aspek. Apa anda tidak menggemari kemudahan? Apa anda mencintai kesulitan? Tentu tidak, bukan?

Jangan artikan kemudahan sebagai sesuatu yang prosesnya instan, dan jangan sangka mereka semua mengeluh hanya karena mendambakan kemudahan semata. Sudah kurikulum saat ini jauh lebih rumit dari sebelum2nya, soal UN yang dibuat tidak sesuai dengan apa yang dikaji di dalam kurikulum yang berlaku. Tidak mungkin mereka tidak mengeluh.

Tentu anda bebas berpendapat, ada baiknya jika anda melihat realita dan berpikir logis terlebih dahulu sebelum mengemukakannya.

Terima kasih.

Anonymous said...

Sadar, kawan. Apa yang telah kau tempuh sesuatu yang ilegal. Apa ternyata MA selemah itu?

Eti Rohma said...

Salut sm syahdeni

Muhamad Ramadhan said...

Saya yg bisa dibilang masih adik kelas cukup miris melihat kondisi kakaknya yg mengerjakan UN. Segitu mengerikannya ujian? Bisa dibilang UN ini adalah kekerasan dalam pendidikan, tidak perlu diteruskan jika hanya dengan ujian sekolah saja cukup untuk mengetahui kemampuan siswa.

Unknown said...

Kalau pak Mentri mau menerima tantangannya..
Pasti Bakal seru kayak nonton final piala Dunia, yg pasti saya dukung kamu..
semangat ya Dik,..

Anonymous said...

Ko makan tu anjeng !!

Unknown said...

pada dasarnya tes yang sesungguhnya pada saat di PTN , tetap berjuang, dan berdo'a

Unknown said...

He syahdeni koe ki afu

Unknown said...

Syahdeni koe ki a*u, kalo dibilang ini gak sopan aku ada di jogja kalo mau nyari tak tunggu

Anonymous said...

Syahdeni Longor

Unknown said...

Wah, artikel yang cukup bagus..
mengesankan.. (y)

Anonymous said...

Semoga kamu di periode yg akan datang menjadi MENDIKNAS Amiinnnn I

Bahan Ajar Otomotif SMK said...

Surat yang bagus,,, semoga ada respon dan tindakan dari atas dan mempertimbangkannya. Saya dulu juga pernah merasakannya, sungguh-sungguh miris sekali rasanya... Kejujuran selalu dipelajari dan disuruh menerapkannya dalam mata pelajaran PAI, tapi pada akhirnya kejujuran sudah tidak dihiraukan lagi.

Bahan Ajar Otomotif SMK said...

Saya suka suratnya, sanggat-sanggat menyentuh. Semoga mendapatkan tanggapan dan dipertimbangkan. Saya dulu juga merasakan hal yang demikian, sepertinya kejujuran yang di ajarkan di PAI dulu sudah tidak ada gunanya lagi. Bagaimana jadinya nanti generasi Negeri ini..?

Nada Shubhiyah said...

Sungguh ironis ketika seorang pemimpin yang memiliki intelegensi tinggi tidak mampu menguliti secara mendalam permasalahan pendidikan yang ada, ketimbang seorang siswa yang mampu menjabarkan secara lugas masalah pendidikan yang ada di Indonesia ini.
entahlah...... apa sebenarnya pemimpin diatas sana sudah mengetahui inti permasalahannya, cuma "malas" untuk menyelesaikan secara tuntas problematika ini, atau pemikiran mereka yang "dangkal" karena mereka juga hasil dari sistem pendidikan yang sembraut ini.
tidak cocok saat ini mengatakan "apa yang telah kita berikan kepada negara, bukan apa yang telah negara berikan kepada kita".
Ketika negara telah memberikan 100% kelayakan kepada kami, maka kami anak bangsa akan memberikan 1000% lebih lagi dalam membangun dan memajukan negara ini.
Jadi jangan salahkan kami mengeluarkan kata-kata geram.

kang emha said...

saya dengar ada yang menawarkan kunci senilai dua setengah juta juga kok....., kebetulan kepada temanku. tapi ditolaknya.

kang emha said...

temanku juga pernah ditawari kunci unas senilai dua setengah juta..... wah luar biasa mahal bagi orang deso....

Anonymous said...

Astagfirullahallazim

Unknown said...

Dan hingga saat ini belum terdengar comentar positive dari bapak menteri.. pak, jangan tutup mata pak.. bapak punya hati nurani kah?
Saya 3bulan belakangan ini stay di malaysia, miris dan malu jika saya bandingkan system pendidikan antara indonesia dan malaysia..

Apalagi kalau ngebandingin pembangunan kota, alamak gw malu jadi orang indonesia..
Buat sekedar info yah teman teman, malaysia sekolah gratis berobat pun cuma bayar 1ringgit alias rp. 3500.. sama rata untuk seluruh warga malaysia. Satu lagi kalo ngomongin bbm yah, disini itu udah gada yg namanya premium, kasta terendah itu pertamax88 alias pertamax plus, harga nya cuma beda Rp.500 sama harga premium indonesia..

Yah itu hanya sekedar intermezzo saja sekedar menambah pengetahuan teman2..

Fahmi said...

Jujur, tulisan ini setidaknya merepresentasikan problematika UN yg mau tidak mau tetep harus dijalani sbg salah satu parameter kelulusan. Memang, adanya UN telah menciptakan generasi tangguh. Pun juga generasi bermental rendah, entah itu siswa, guru, ataupun penyelenggara pendidikan. Munculnya konspirasi antar sekolah yang menginginkan anak didiknya lulua, menghantarkan pada perilaku amoral yg justru merusak esensi pendikan. Ingat, pendidikan bukan masalah kognitif belaka. Pun jg moral-spiritual. Keluh kesah dari saudara kita ini sangat pantas untuk ditangapi, karna itu memang realita lapangan. Saya pribadi juga sempet membaca bahwa kecurangan terjadindi salah satu tempat dgn sangat sistematis, dan itupun justru dilakukan oleh pihak penyelenggara pendidikan. Ironis memang, kelulusan secara kognitif berhasil mengalahkan pendidikan moral-spiritual. Lantas, apakah memang format UN akan tetep seperti itu. . . semoga tulisan saudara qt ini bs sedikit menggugah emosi agar tidak ada pihak yg dirugikan,,, UNAS itu program bagus, tetapi sayang blm dg management yg tertata, terukur, terstruktur, dan terkendali.

Unknown said...

cemen beraninya anonymous tunjukin diri lo gan.bqnci

Unknown said...

beraninya comment pqke anonymous.tunjukin diri lo.cemen banci

Unknown said...

cemen beraninya anonymous tunjukin diri lo gan.bqnci

Anonymous said...

belum ngerasain kuliah aja udh begini, emg mental org indo bro banyak yang males.

Ciel said...

Fr: Syahdeini
Kalau memang adik kita yang satu ini menurut anda tidak benar
Coba anda kumpukkan profesor,dosen,mahasiswa yang memang pandai untuk mengerjakan soal yang d buat menteri atau, mentri kita mengerjakan soal yang dia acc unuk siswa/siswi yang mengerjakan unas di antara mereka, maka dia akan tau bagai mana ekspresi adik" kita, mungkin dirimu mau mencoba menjadi mereka yang mengerjakan unas?
Maaf kalau lancang tapi saya saja yang dulu mengerjakan un paket a-e saja sudah tepok jidat apa lagi yang tahun ini? Kalau saya jadi mereka mungkin saya bunuh diri di depan mentri
Dan ingin di bandingkan dengan taraf internasional tolong anda liat cara didikan luar negri dengan negri kita sendiri, apa betul sama?
Untuk kalangan playgrup saja sudah di ajarkan setara dengan apa kalau di indo? Kalo di luar hanya cara dislipin dan cara bicara yang lancar di depan umum supaya percaya diri yang di ajarkan, dan untuk selebihnya mereka melihat potensi/skill anak di bidang apa, bukan kita yang harus semua tau tp saat kerja semua pelajaran pasti lupa karena hanya fokus di 1 titik
Jadi Syahdeini tolong curharan adik kita di baca secara pemikiran adik kita, dan tolong di teliti lagi

Anonymous said...

Memang betul seorang pelajar memang sudah kewajibannya belajar. Tapi tidaklah salah jika ia sesekali menghela nafas dari rutinitasnya itu. Toh, orang yg bekerja juga juga suka main2 yg gt kan? :) "segala sesuatu yg berlebihan itu tidak baik"

komunitas cermat said...

jika boleh saya berrkomentar, segala sesuatu ada maksudnya, pemerintah bermaksud baik tentang pendidikan.
ananda ini hanya mencurahkan kegalauan hatinya atas apa yang terjadi dan dirasakannya. namun jika kita fahami lebih dalam lagi, ujian sebenarnya nanti terjadi dikehidupan nyata.
saya memandang ini sebagi latihan bukan sebagai cara pemerintah membuat pelajar stres. toh kelulusan sekarang bukan tergantung UNAS, unas hanya diambil 30 % yg diambil.
sikapi dengan bijak......segala sesuatu perlu proses perlu pembelajaran

«Oldest ‹Older   401 – 600 of 969   Newer› Newest»

Post a Comment

SAHABAT YANG BAIK SENANTIASA MEMBERIKAN KOMENTAR YANG BAIK PULA