Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Friday, 9 May 2014

MENDIKBUD DITANTANG SISWA SMA

Dilematika Unas: Saat Nilai Salah Bicara

oleh: Nurmillaty Abadiah

 

Sebuah surat terbuka, untuk Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat,
di tempat.

16. Mencontek adalah sebuah perbuatan…

a. terpaksa

b. terpuji

c. tercela

d. terbiasa



Ardi berhenti di soal nomor enam belas itu, salah satu soal ulangan Budi Pekerti semasa dia kelas 2 SD dulu. Ia tertegun, dan hatinya berdenyut perih saat dilihatnya sebuah coretan menyilang pilihan jawaban C. Coretan tebal, panjang, ciri khas si Ardi kecil yang menjawab nomor itu tanpa ragu, melainkan dengan penuh keyakinan…



Handphonenya berdering pelan, sebuah SMS masuk. Ardi membukanya, dan ia menghela nafas dalam-dalam begitu membaca isinya.



Jadi gimana Di, ikutan pakai ‘itu’ nggak?



Barangkali bukan kebetulan Ardi menemukan soal-soal ulangan SD-nya saat ia mau mencari buku-buku lamanya, barangkali bukan kebetulan Ardi membaca soal nomor enam belas dan jawaban polosnya itu, sebab denyut perih di hatinya baru mereda setelah ia mengirim sebaris kalimat yakin…



Nggak, Jo, aku mau jujur aja.



Sebuah balasan pahit mampir selang beberapa detik setelahnya,



Ah, cemen kamu.



Tapi tidak, Ardi tak goyah. Ia mengulum senyum dan batinnya berbisik pelan, salah, Jo. 



Jujur itu keren.






UNAS. Sebuah jadwal tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk mengevaluasi hasil belajar siswa selama tahun-tahun sebelumnya. Sebuah penentu kelayakan seorang siswa untuk lulus dari jenjang pendidikan yang sudah dia jalani atau tidak. UNAS sudah sejak lama ada, meliputi berbagai tingkat pendidikan, mulai dari SD, SMP, sampai yang terakhir, yakni SMA. Sudah sejak lama pula UNAS menuai pro dan kontra, yang mana rupanya kontra itu belakangan ini berhasil 'memaksa' pemerintah untuk menghapuskan UNAS di tingkatan SD. Sedang untuk tingkat SMP dan SMA, kemungkinan itu masih harus menunggu.


Tiap kali UNAS akan digelar, seluruh elemen masyarakat ikut tertarik ke dalam pusaran perbincangannya. Perdebatan tentang perlu-tidaknya diadakan UNAS tak pernah absen dari obrolan ringan di warung kopi, dan acara-acara yang mengklaim ingin memotivasi para peserta UNAS pun bermunculan di berbagai channel televisi. Di sela-sela program motivasi itu, jikalau ada sesi tanya-jawab, hampir bisa dipastikan akan ada seorang partisipan yang melempar tanya:


"Bagaimana dengan kecurangan UNAS?"


Ah, ya, UNAS memang belum pernah lepas dari ketidakjujuran.


Sekarang, jangan marah jika saya bilang bahwa UNAS identik dengan kecurangan. Sebab jika tidak, pertanyaan itu tidak akan terlalu sering terdengar. Tapi nyatanya, semakin lama pertanyaan itu semakin berdengung di tiap sudut daerah yang punya lembaga pendidikan; dan tahukah apa yang menyedihkan? Yang paling menyedihkan adalah saat lembaga-lembaga pendidikan itu, tempat kita belajar mengeja kalimat 'kejujuran adalah kunci kesuksesan' itu, hanya mampu tersenyum tipis dan menahan kata di depan berita-berita ketidakjujuran yang simpang-siur di berbagai media.


UNAS dengan segala problematika dan dilematika yang dibawanya memang tak pernah habis untuk dikupas, dan sayangnya ia tak pernah bosan pula menemui jalan buntu. Dari tahun ke tahun selalu ada laporan tentang kecurangan, tetapi ironisnya setiap tahun itu pula pemerintah tetap tersenyum dan mengabarkan dengan bahagia bahwa 'UNAS tahun ini mengalami peningkatan, kelulusan tahun ini mengalami kenaikan, rata-rata tahun ini mengalami kemajuan', dan hal-hal indah lainnya. Dulu, saat saya belum menginjak kelas tiga, saya berpikir bahwa grafik itu benar adanya dan saya pun terkagum-kagum oleh peningkatan pendidikan yang dialami oleh generasi muda Indonesia.


Tetapi sekarang, sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS... dengan berat hati saya mengaku bahwa saya tidak bisa lagi percaya pada dongeng-dongeng itu. Sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS, saya justru punya banyak pertanyaan yang saya pendam dalam hati saya. Banyak beban pikiran yang ingin saya utarakan kepada Bapak Menteri Pendidikan. Tapi tenang saja, Bapak tidak perlu menjadi pembaca pikiran untuk tahu semua itu, karena saya akan menceritakannya sedikit demi sedikit di sini. Dari berbagai kekalutan dan tanda tanya yang menyesaki otak sempit saya, saya merumuskannya menjadi tiga poin penting...


Pertama, tentang kesamarataan bobot pertanyaan-pertanyaan UNAS, yang tahun ini Alhamdulillah ada dua puluh paket.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat... pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Bahasa Indonesia bisa membuat 20 soal yang berbeda, dengan tingkat kesulitan yang sama, untuk satu SKL saja? Pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Biologi membuat 20 soal yang berbeda, dengan taraf kesulitan yang sama, hanya untuk satu indikator 'menjelaskan fungsi organel sel pada tumbuhan dan hewan'?


Menurut otak sempit saya, sejujurnya, itu mustahil. Mau tidak mau akan ada satu tipe soal yang memuat pertanyaan dengan bobot lebih susah dari tipe lain. Hal ini jelas tidak adil untuk siswa yang kebetulan apes, kebetulan mendapatkan tipe dengan soal susah sedemikian itu. Sebab orang tidak akan pernah peduli apakah soal yang saya terima lebih susah dari si A atau tidak. Manusia itu makhluk yang seringkali terpaku pada niai akhir, Pak. Orang tidak akan pernah bertanya, 'tipe soalmu ada berapa nomor yang susah?' melainkan akan langsung bertanya, 'nilai UNASmu berapa?'.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, di sini Bapak akan beralasan, barangkali, bahwa jika siswa sudah belajar, maka sesusah apapun soalnya tidak akan bermasalah. Tapi coba ingat kembali, Pak, apa sih tujuan diadakannya Ujian Nasional itu? Membuat sebuah standard untuk mengevaluasi siswa Indonesia, 'kan? Untuk menetapkan sebuah garis yang akan jadi acuan bersama, 'kan? Sekarang, bagaimana bisa UNAS dijadikan patokan nasional saat antar paket saja ada ketidakmerataan bobot soal? Ini belum tentang ketidakmerataan pendidikan antar daerah, lho, Pak.


Kedua, tentang pertanyaan-pertanyaan UNAS tahun ini, yang, menurut saya, menyimpang dari SKL.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya tahu Bapak sudah mengklarifikasinya di twitter, bahwa soal tahun ini bobot kesulitannya di naikkan sedikit (saya tertawa miris di bagian kata 'sedikit' ini). Tapi, aduh, jujur saya bingung juga Pak bagaimana menanggapinya. Pertama, bobot soal kami dinaikkan hanya sampai standard Internasional. Kedua, konfirmasi itu Bapak sampaikan setelah UNAS selesai. Saya jadi paham kenapa di sekolah saya disiapkan tabung oksigen selama pelaksanaan UNAS. Mungkin sekolah khawatir kami pingsan saking bahagianya menemui soal-soal itu, 'kan?


Bapak, saya tidak mengerti, benar-benar tidak mengerti... apa yang ada di pikiran Bapak-Bapak semua saat membuat, menyusun, dan mencetak soal-soal itu? Bapak mengatakan di twitter Bapak, 'tiap tahun selalu ada keluhan siswa karena soal yang baru'. Tapi, Pak, sekali ini saja... sekali ini saja saya mohon, Bapak duduk dengan santai, kumpulkan contoh soal UNAS tahun dua ribu sebelas, dua ribu dua belas, dua ribu tiga belas, dan dua ribu empat belas. Dengan kepala dingin coba Bapak bandingkan, perbedaan tingkat kesulitan dua ribu sebelas dengan dua ribu dua belas seperti apa. Perbedaan bobot dua ribu dua belas dengan dua ribu tiga belas seperti apa. Dan pada akhirnya, coba perhatikan dan kaji baik-baik, perbedaan tipe dan taraf kerumitan soal dua ribu tiga belas dengan dua ribu empat belas itu seperti apa.


Kalau Bapak masih merasa tidak ada yang salah dengan soal-soal itu, saya ceritai sesuatu deh Pak. Bapak tahu tidak, saat hari kedua UNAS, saya sempat mengingat-ingat dua soal Matematika yang tidak saya bisa. Saya ingat-ingat sampai ke pilihan jawabannya sekalipun. Kemudian, setelah UNAS selesai, saya pergi menghadap ke guru Matematika saya untuk menanyakan dua soal itu. Saya tuliskan ke selembar kertas, saya serahkan ke beliau dan saya tunggu. Lalu, hasilnya? Guru Matematika saya menggelengkan kepalanya setelah berkutat dengan dua soal itu selama sepuluh menit. Ya... beliau bilang ada yang salah dengan kedua soal itu. Tetapi yang ada di kepala saya hanya pertanyaan-pertanyaan heran...


Bagaimana bisa Bapak menyuruh saya menjawab sesuatu yang guru saya saja belum tentu bisa menjawabnya?


Tidak diuji dulukah kevalidan soal-soal UNAS itu?


Bapak ujikan ke siapa soal-soal itu? Para dosen perguruan tinggi? Mahasiswa-mahasiswa semester enam?


Lupakah Bapak bahwa nanti yang akan menghadapi soal-soal itu adalah kami, para pelajar kelas tiga SMA dari seluruh Indonesia?


Haruskah saya ingatkan lagi kepada Bapak bahwa di Indonesia ini masih ada banyak sekolah-sekolah yang jangankan mencicipi soal berstandard Internasional, dilengkapi dengan fasilitas pengajaran yang layak saja sudah sujud syukur?


Etiskah menuntut sebelum memberi?


Etiskah memberi kami soal berstandard Internasional di saat Bapak belum mampu memastikan bahwa seluruh Indonesia ini siap untuk soal setingkat itu?


Pada bagian ini, Bapak mungkin akan teringat dengan berita, 'Pelajar Mengatakan bahwa UNAS Menyenangkan'. Kemudian Bapak akan merasa tidak percaya dengan semua yang sudah saya katakan. Kalau sudah begitu, itu hak Bapak. Saya sendiri juga tidak percaya kenapa ada yang bisa mengatakan bahwa UNAS kemarin menyenangkan. Awalnya saya malah mengira bahwa itu sarkasme, sebab sejujurnya, tidak sedikit teman-teman saya yang menangis sesudah mengerjakan Biologi. Mereka menangis lagi setelah Matematika dan Kimia. Lalu airmata mereka juga masih keluar seusai mengerjakan Fisika. Sekarang, di mana letak 'UNAS menyenangkan' itu? Bagi saya, hanya ada dua jawabannya; antara narasumber berita itu memang sangat pintar, atau dia menempuh jalan pintas...


Jalan pintas itu adalah hal ketiga yang menganggu pikiran saya selama UNAS ini. Sebuah bentuk kecurangan yang tidak pernah saya pahami mengapa bisa terjadi, yaitu joki.


Mengapa saya tidak paham joki itu bisa terjadi? Sebab, setiap tahun pemerintah selalu gembar-gembor bahwa "Soal UNAS aman! Tidak akan bocor! Pasti terjamin steril dan bersih!", tetapi ketika hari H pelaksanaan... voila! Ada saja joki yang jawabannya tembus. Jika bocor itu paling-paling hanya lima puluh persen benar, ini ada joki yang bisa sampai sembilan puluh persen akurat. Sembilan puluh persen! Astaghfirullah hal adzim, itu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir. Kemudian ajaibnya pula, yang sudah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi hal ini sepanjang yang saya lihat baru satu: menambah tipe soal! Kalau sewaktu saya SD dulu tipe UNAS hanya satu, sewaktu SMP beranak-pinak menjadi lima. Puncaknya sewaktu SMA ini, berkembang-biak menjadi 20 paket soal. Pemerintah agaknya menganggap bahwa banyaknya paket soal akan membuat jawaban joki meleset dan UNAS dapat berjalan mulus, murni, bersih, sebersih pakaian yang dicuci pakai detergen mahal.


Iya langsung bersih cling begitu, toh?


Nyatanya tidak.


Sekalipun dengan 20 paket soal, joki-joki itu rupanya masih bisa memprediksi soal sekaligus jawabannya. Peningkatan jumlah paket itu hanya membuat tarif mereka makin naik. Setahu saya, mereka bahkan bisa menyertakan kalimat pertama untuk empat nomor tententu di tiap paket agar para siswa bisa mencari yang mana paket mereka. Lho, kok bisa? Ya entah. Tidak sampai di sana, jawaban yang mereka berikan pun bisa tembus sampai di atas sembilan puluh persen. Lho, kok bisa? Ya sekali lagi, entah. Seperti yang saya bilang, kalau sudah sampai sembilan puluh persen akurat begitu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir bandang. Saat joki sudah bisa menyertakan soal, bukan hanya jawaban, maka adalah sebuah misteri Ilahi jika pemerintah masih sanggup bersumpah tidak ada main-main dari pihak dalam.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya memang hanya pelajar biasa. Tapi saya juga bisa membedakan mana jawaban yang mengandalkan dukun dan mana jawaban yang didapat karena sempat melihat soal. Apa salah kalau akhirnya saya mempertanyakan kredibilitas tim penyusun dan pencetak soal? Sebab jujur saja, air hujan tidak akan menetesi lantai rumah jika tidak ada kebocoran di atapnya.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat... tiga hal yang saya paparkan di atas sudah sejak lama menggumpal di hati dan pikiran saya, menggedor-gedor batas kemampuan saya, menekan keyakinan dan iman saya.


Pernah terpikirkah oleh Bapak, bahwa tingkat soal yang sedemikian inilah yang memacu kami, para pelajar, untuk berbuat curang? Jika tidak... saya beritahu satu hal, Pak. Ada beberapa teman saya yang tadinya bertekad untuk jujur. Mereka belajar mati-matian, memfokuskan diri pada materi yang diajarkan oleh para guru, dan berdoa dengan khusyuk. Tetapi setelah melihat soal yang tidak berperikesiswaan itu, tekad mereka luruh. Saat dihadapkan pada soal yang belum pernah mereka lihat sebelumnya itu, mereka runtuh. Mereka menangis, Pak. Apa kesalahan mereka sehingga mereka pantas untuk dibuat menangis bahkan setelah mereka berusaha keras? Beberapa dari mereka terpaksa mengintip jawaban yang disebar teman-teman, karena dihantui oleh perasaan takut tidak lulus. Beberapa lainnya hanya bisa bertahan dalam diam, menggenggam semangat mereka untuk jujur, berdoa di antara airmata mereka... berharap Tuhan membantu.


Saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan teman-teman yang terpaksa curang setelah mereka belajar tetapi soal yang keluar seperti itu. Kami mengemban harapan dan angan yang tak sedikit di pundak kami, Pak. Harapan guru. Harapan sekolah. Harapan orangtua. Semakin jujur kami, semakin berat beban itu. Sebelum sampai di gerbang UNAS, kami telah melewati ulangan sekolah, ulangan praktek, dan berbagai ulangan lainnya. Tenaga, biaya, dan pikiran kami sudah banyak terkuras. Tetapi saat kami menggenggam harapan dan doa, apa yang Bapak hadapkan pada kami? Soal-soal yang menurut para penyusunnya sendiri memuat soal OSN. Yang benar saja, Pak. Saya tantang Bapak untuk duduk dan mengerjakan soal Matematika yang kami dapat di UNAS kemarin selama dua jam tanpa melihat buku maupun internet. Jika Bapak bisa menjawab benar lima puluh persen saja, Bapak saya akui pantas menjadi Menteri. Kalau Bapak berdalih 'ah, ini bukan bidang saya', lantas Bapak anggap kami ini apa? Apa Bapak kira kami semua ini anak OSN? Apa Bapak kira kami semua pintar di Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris sekaligus? Teganya Bapak menyuruh kami untuk lulus di semua bidang itu? Sudah sepercaya itukah Bapak pada kecerdasan kami?


Tidak.


Tentu saja Bapak tidak sepercaya itu pada kami. Sebab jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sampai terpikir untuk membuat dua puluh paket soal, padahal lima paket saja belum tentu bobot soal kelima paket itu seratus persen sama. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sengaja meletakkan persentase UNAS di atas persentase nilai sekolah untuk nilai akhir kami, padahal belum tentu kemurnian nilai UNAS itu di atas kemurnian nilai sekolah. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan merasa perlu untuk melakukan sidak. Jika Bapak percaya... mungkin Bapak bahkan tidak akan merasa perlu untuk mengadakan UNAS.



.........


.........


.........


Anda akan mengatakan kalimat klise itu, Pak, bahwa nilai itu tidak penting, yang penting itu kejujuran.


Tapi tahukah, bahwa kebijakan Bapak sangat kontradiktif dengan kata-kata Bapak itu? Bapak memasukkan nilai UNAS sebagai pertimbangan SNMPTN Undangan. Bapak meletakkan bobot UNAS (yang hanya berlangsung tiga hari tanpa jaminan bahwa siswa yang menjalani berada dalam kondisi optimalnya) di atas bobot nilai sekolah (yang selama tiga tahun sudah susah payah kami perjuangkan) dalam rumus nilai akhir kami. Bapak secara tidak langsung menekankan bahwa UNAS itu penting, dan itulah kenyataannya, Pak. Itulah kenyataan yang membuat kami, para pelajar, goyah. Takut. Tertekan. Tahukah Bapak bahwa kepercayaan diri siswa mudah hancur? Pertahanan kami semakin remuk ketika kami dihadapkan oleh soal yang berada di luar pengalaman kami. Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelumnya? Bahwa soal yang di luar kemampuan kami, soal yang luput Bapak sosialisasikan kepada kami meskipun persiapan UNAS tidak hanya satu-dua minggu dan Bapak sebetulnya punya banyak kesempatan jika saja Bapak mau, sesungguhnya bisa membuat kami mengalami mental breakdown yang sangat kuat? Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelum memutuskan untuk mengeluarkan soal-soal tidak berperikesiswaan itu dalam UNAS, yang notabene adalah penentu kelulusan kami?


Pada akhirnya, Pak, izinkan saya untuk mengatakan, bahwa apa yang sudah Bapak lakukan sejauh ini tentang UNAS justru hanya membuat kecurangan semakin merebak. Bapak dan orang-orang dewasa lainnya sering mengatakan bahwa kami adalah remaja yang masih labil. Masih dalam proses pencarian jati diri. Sering bertingkah tidak tahu diri, melanggar norma, dan berbuat onar. Tapi tahukah, ketika seharusnya Bapak selaku orangtua kami memberikan kami petunjuk ke jalan yang baik, apa yang Bapak lakukan dengan UNAS selama tiga hari ini justru mengarahkan kami kepada jati diri yang buruk. Tingkat kesulitan yang belum pernah disosialisasikan ke siswa, joki yang tidak pernah diusut sampai tuntas letak kebocorannya, paket soal yang belum jelas kesamarataan bobotnya, semua itu justru mengarahkan kami, para siswa, untuk mengambil jalan pintas. Sekolah pun ditekan oleh target lulus seratus persen, sehingga mereka diam menghadapi fenomena itu alih-alih menentang keras. Para pendidik terdiam ketika seharusnya mereka berteriak lantang menentang dusta. Kalau perlu, sekalian jalin kesepakatan dengan sekolah lain yang kebetulan menjadi pengawas, agar anak didiknya tidak dipersulit.


Sampai sini, masih beranikah Bapak katakan bahwa tidak ada yang salah dengan UNAS? Ada yang salah, Pak. Ada lubang yang menganga sangat besar tidak hanya pada UNAS tetapi juga pada sistem pendidikan di negeri ini. Siapa yang salah? Barangkali sekolah yang salah, karena telah membiarkan kami untuk menyeberang di jalur yang tak benar. Barangkali kami yang salah, karena kami terlalu pengecut untuk mempertahankan kejujuran. Barangkali joki-joki itu yang salah, karena mereka menjual kecurangan dan melecehkan ilmu untuk mendapat uang.


Tapi tidak salah jugakah pemerintah? Tidak salah jugakah tim penyusun UNAS? Tidak salah jugakah tim pencetak UNAS? Ingat Pak, kejahatan terjadi karena ada kesempatan. Bukankah sudah menjadi tugas Bapak selaku yang berwenang untuk memastikan bahwa kesempatan untuk berlaku curang itu tidak ada?


Mungkin Bapak tidak akan percaya pada saya, dan Bapak akan berkata, "Kita lihat saja hasilnya nanti."


Kemudian sebulan lagi ketika hasil yang keluar membahagiakan, ketika angka delapan dan sembilan bertebaran di mana-mana, Bapak akan melupakan semua protes yang saya sampaikan. Bapak akan menganggap ini semua angin lalu. Bapak akan berpesta di atas grafik indah itu, menggelar ucapan selamat kepada mereka yang lulus, kepada tim UNAS, kepada diri Bapak sendiri, dan Bapak akan lupa. Bapak yang saya yakin sudah berkali-kali mendengar pepatah 'don't judge a book by its cover', akan lupa untuk melihat ke balik kover indah itu. Bapak akan melupakan kemungkinan bahwa yang Bapak lihat itu adalah hasil kerja para 'ghost writer UNAS'. Bapak akan lupa untuk bertanya kepada diri Bapak, berapa persen dari grafik itu yang mengerjakan dengan jujur? Kemudian Bapak akan memutuskan bahwa Indonesia sudah siap dengan UNAS berstandard Internasional, padahal kenyataannya belum. Joki-jokinyalah yang sudah siap, bukan kami. Mengerikan bukan, Pak, efek dari tidak terusut tuntasnya joki di negeri ini? Mengerikan bukan, Pak, ketika kebohongan menjelma menjadi kebenaran semu?


Bapak, tiga hari ini, kami yang jujur sudah menelan pil pahit. Pil pahit karena ketika kami berusaha begitu keras, beberapa teman kami dengan nyamannya tertidur pulas karena sudah mendapat wangsit sebelum ulangan. Pil pahit karena ketika kami masih harus berjuang menjawab beberapa soal di waktu yang semakin sempit, beberapa teman kami membuat keributan dengan santai, sedangkan para pengawas terlalu takut untuk menegur karena sudah ada perjanjian antar sekolah. Pil pahit, karena kami tidak tahu hasil apa yang akan kami terima nanti, apakah kami bisa tersenyum, ataukah harus menangis lagi...


Berhentilah bersembunyi di balik kata-kata, "Saya percaya masih ada yang jujur di generasi muda kita". Ya ampun Pak, kalau hanya itu saya juga percaya. Tetapi masalahnya bukan ada atau tidak ada, melainkan berapa, dan banyakan yang mana? Sebab yang akan Bapak lihat di grafik itu adalah grafik mayoritas. Bagaimana jika mayoritas justru yang tidak jujur, Pak? Cobalah, untuk kali ini saja tanyakan ke dalam hati Bapak, berapa persen siswa yang bisa dijamin jujur dalam UNAS, dibandingkan dengan yang hanya jujur di atas kertas?


(Ngomong-ngomong, Pak, banyak dosa bisa menyebabkan negara celaka. Kalau mau membantu mengurangi dosa masyarakat Indonesia, saya punya satu usul efektif. Hapuskan kolom 'saya mengerjakan ujian dengan jujur' dari lembar jawaban UNAS.)


UNAS bukan hal remeh, Pak, sama sekali bukan; terutama ketika hasilnya dijadikan parameter kelulusan siswa, parameter hasil belajar tiga tahun, sekaligus pertimbangan layak tidaknya kami untuk masuk universitas tujuan kami. Jika derajat UNAS diletakkan setinggi itu, mestinya kredibilitas UNAS juga dijunjung tinggi pula. Mestinya tak ada cerita tentang soal bocor, bobot tidak merata, dan tingkat kesulitan luput disosialisasikan ke siswa.


Kejujuran itu awalnya sakit, tapi buahnya manis.


Dan saya tahu itu, Pak.


Tapi bukankah Pengadilan Negeri tetap ada meski kita semua tahu keadilan pasti akan menang?


Bukankah satuan kepolisian masih terus merekrut polisi-polisi baru meski kita semua tahu kebenaran pasti akan menang?


Dan bukankah itu tugas Bapak dan instansi-instansi pendidikan, untuk menunjukkan pada kami, para generasi muda, bahwa kejujuran itu layak untuk dicoba dan tidak mustahil untuk dilakukan?


Kejujuran itu awalnya sakit, buahnya manis.


Tapi itu bukan alasan bagi Bapak untuk menutup mata terhadap kecurangan yang terjadi di wilayah kewenangan Bapak.


Kami yang berusaha jujur masih belum tahu bagaimana nasib nilai UNAS kami, Pak. Tapi barangkali hal itu terlalu remeh jika dibandingkan dengan urusan Bapak Menteri yang bejibun dan jauh lebih berbobot. Maka permintaan saya mewakili teman-teman pelajar cuma satu; tolong, perbaikilah UNAS, perbaikilah sistem pendidikan di negeri ini, dan kembalikan sekolah yang kami kenal. Sekolah yang mengajarkan pada kami bahwa kejujuran itu adalah segalanya. Sekolah yang tidak akan diam saat melihat kadernya melakukan tindak kecurangan. Kami mulai kehilangan arah, Pak. Kami mulai tidak tahu kepada siapa lagi kami harus percaya. Kepada siapa lagi kami harus mencari kejujuran, ketika lembaga yang mengajarkannya justru diam membisu ketika saat untuk mengamalkannya tiba...





Dari anakmu yang meredam sakit,




Pelajar yang baru saja mengikuti UNAS.


=====================================================

sumber:  KLIK DI SINI!!!


 

968 komentar:

«Oldest   ‹Older   1 – 200 of 968   Newer›   Newest»
Nadia K. Putri said...

sakit juga membaca surat ini. setahun yang lalu pernah mengalami hal ini, dan pernah merasa sebaiknya unas dihapuskan.

tapi tetaplah kuat. rintanganmu bukan unas yang "ecek-ecek", tapi seleksi perguruan tinggi yang lebih keras dan tantangan untuk berbuat jujur yang lebih besar. kamu, hanya akan bergantung pada Tuhan dan doa orangtua serta usaha kerasmu ketika mengerjakan soal seleksi perguruan tinggi.

jadilah penggerak yang bertindak nyata. buktikan kritikmu bisa masuk ke dalam orang-orang yang berkutat di instansi pendidikan. buktikan bahwa kritik ini adalah kerja tim, bukan sendirian :)

Unknown said...

Superrr sekali..............

Ani Hp said...

Hebat Nak.....jaman saya dulu unas tidak ada....masuk pendidikan jenjang lanjut .smp.sma dll harus melalui tes tulis di masing2 sekolah tujuan.....hasilnya...alhamdulillah.....rasanya sesuai dengan kemampuan masing2 siswa.....
Semoga surat ini sampai pada tujuan dan dapat menjadi pertimbangan pihak yang berwenang.....

Anonymous said...

Keren

Unknown said...

Tahun lalu saya juga UN jenjang SMP dengan 20 paket soal yang pertama kali
mungkin masih ada yang inget pas UN SMA ada yang soalnya telat atau gimana yang justru bikin para siswa jadi kendor semangatnya
kayak lagi tarik tambang sekuatkuatnya, malah lawan ngelepas tali itu
saya juga miris mendengar kisah UN tahun ini yang soalnya berbobot standar international 'akatnya' pdhl sekolah RSBI sdh dihapuskan, masih banyak juga sekolah yang kekurangan sarana dan prasarana belajar, soal-soal masuk PTN yang terselip dlm soal Un tahun ini
jujur saja dulu ketika saya sebelum saya menghadapi UN, saya merasa banyak dr teman-teman saya bahkan saya sendiri juga yang belum sia dengan 20 paket soal
saya menyimpulkan hal tersebut berdasarkan hasil penjajakan yang diadakan ole dinas setiap bulan tidak begitu memuaskan
ketika saya mengerjakan soal IPA tahun lalu saya masih ingat ada beberapa soal yang melenceng dari SKL yang ditetapkan kemendikbud
seperti ada soal hukum archimedes sprti mengapung, melayang, dan tenggelam pdhl SKL hanya memuat tekanan benda di dalam air
meskipun kami semua sudah pernah mempelajari hal tersebut, tentu saja kami menjadi dongkol dg adanya soal yg melenceng seperti itu.
ada lagi soal yang memuat cara pembuatan natta de cocco, disoal tersebut hanya disinggung bakteri apa yang membantu proses pembuatan natta de coco tetapi menurut saya pribadi soal tersebut berlebihan untuk anak SMP.
ketika saya masuk SMA angkatan kami juga harus berhadapana dg kurikulum baru, yang memberatkan siswa. siswa dituntut untuk aktif didalam kelas dan guru lebih sedikit memberikan materi agar kami bisa aktif dalam belajar. tapi nyatanya, kami juga belum siap untuk dituntut dg kurikulum baru yg menuntut keaktifan kami sprt seorang mahasiswa perguruan tinggi. guru-guru di sekolah memberikan kami tugas yang saling bertabrakan sehingga membuat kami lbh terpacu untuk mengerjakan tugas drpd PR. terebih lagi jika tugas itu berupa tugas kelompok yang tentunya setiap anggotanya memiliki waktu luang yang berbeda-beda. ada yang bilang juga dg kurikulum ini siswa dpt melakukan sistem SKS dg UN di kelas XI
kemudian setelah UN kmrnsaya mendengar simpang siur bahwa akan dilaksanakan UN 2x bagi anak SMA saat kelas XI dan XII, yang artinya angkatan kami menjadi kelinci percobaan untuk sekian kalinya. saya hanya ingin mendapatkan kepastian dr pak mentri yg terhormat, bagaimanakah nasib pendidikan Indonesia jika UN harus dilaksanakan kedu kalinya? mengutip kata-kata diatas artinya anda semakin tidak mempercayai pelajar-pelajar Indonesia

saya berterima kasih atas perhatian semua, saya hanya ingin mengeluarkan uneg-uneg saya lewat komentar ini dan saya hanya berharap agar pendidikan Indonesia bisa lebih baik dr sebelumnya. tidak hanya dr segi akademis tetapi jug asegi moralnya

Unknown said...

Tetap semangat.. semoga sistem pendidikan di Indonesia bisa lebih baik

Unknown said...

tidak bisa berkata-kata, cuman bisa bicara dalam hati "wow banget kamu dik, semoga apa yg kamu rasakan ini tersampaikan dan direspon dengan positif menggunakan hati :)"

Mulya Affandi said...

surat yg luar biasa... semoga curahan hati ini mendapat "jawaban" yg "semestinya". bukan hanya teoritis/ retorika, tapi solusi! dari pemegang kebijakan terutama. UNAS.. telah menciptakan "ketidak jujuran" dlm evaluasi pendidikan. siswa mungkin bisa jujur, tp guru/ sekolah/ dinas setempat/ pastinya tidak mau malu kan (kl byk siswa yg tdk lulus???)

Anonymous said...

Bapak menterinya tidak akan peduli karena masa jabatan dia sudah mau berakhir. Setelah kamu lulus dan kerja, cobalah kamu masuk ke kemendikbud. Perjuangkanlah supaya sistem pendidikan indonesia menjadi bermutu. Ps: jika kamu berhasil di sana, jangan menjadi orang yang seperti kacang lupa sama kulitnya ya

Obat Herbal Penyakit Darah Tinggi said...

saya baca sampe akhir,,,saya bisa merasakan gimana siswa ini...
tidk heran banyak yang stress dan mengambil jalan pintas dengan kondisi ini...
mudah-mudahan ada tindakan

Unknown said...

setuju banget

Celina Oktaviani said...

Tetap semangat.jalanmu masih panjang,Tuhan menyertaimu.Amin

Unknown said...

Kerenn... semoga surat ini bykan diterima saja, melainkan dibaca dan ditelaah untuk penyelesaiannya yg lebih baik lg untuk sistem pendidikan di indonesia ini..

Salut untuk kamu,, surat yg keren bgt.. mengharukan bgt. Standar sekolahan, fasilitas aja kurang .. guru2 masih ada yg iklas tanpa bayaran didaerah2 terpencil. Sekolahan2 aja masih banyak yg rusak. Itu jg tolong diperhatiin ya Bapak yg terhormat.

Tetap semangat ya dik

Syahdeini said...

pendidikan indonesia itu butuh peningkatan, kalau kamu maunya mudah terus ya terbiasa mudah,
saya yakin kamu cuma kesel karena gak bisa jawab mungkin gak belajar. soal ujian juga pasti di
review dan di hitung dan dirapatkan dulu sebelum di buat. kalau kamu nantang kayak gini, gak sopan namanya.
mau jadi apa kamu nantinya kalau udah bertindak tidak sopan. pak mentrimu itu propesor nak, kasi waktu beberapa hari
juga di jawab semua tuh soal, gak kayak kamu di kasi waktu berbulan bulan buat Try out

Unknown said...

Di beberapa negara yg memiliki peringkat pendidikan tinggi memiliki sistem ujian yg unik dimana siswa di berikan kebijakan untuk memilih bidang apa yg akan diujikan, sekolah pun dijadikan tempat untuk mengembangkan potensi siswa, tidak seperti disini yg memaksa siswa untuk memahami semua mapel yg belum tentu mampu dipahami oleh sebagian siswa seperti di daerah tertinggal...
Saya cuman geleng2 kepala doank, sabar dik mudah2an sistem pendidikan yg semrawut ini bisa cepat diperbaiki...

Unknown said...

SubhanAllah Super sekali..
Smoga bisa dijadikan masukan utk meningkatkan pendidikan mnjadi lebih baik lagi.. Aamiin


Unknown said...

Bersusah susah dahulu bersenang senang kemudian. Been there, done that. Sapa sih yang senang sama ujian. Jawabnya tak ada. Belajar memang berat. Namun, Kamu bisa petik hasilnya dikemudianhari. Belajar itu tak ada habisnya. Bahkan hingga dihari tuamu. Belajarlah sebaik baiknya. Agar kamu tidak menyesal dikemudian hari. Soal2 itu memang sulit, tapi persoalan hidup jauh lebih sulit, karena tidak datang dengan buku petunjuk. Jadi jangan mengeluh dengan soal ujian yg kamu kerjakan. Kerjakan sebisamu, berikan yg terbaik. Kalo kamu mencontek, itu artinya kamu masih belum paham dengan mata pelajaran tersebut. Belajar lagi. Tidak perlu sekarang, nanti ketika kamu menjadi orang tua dan mengajari anak anakmu. Semangat!!

mej said...

Profesor blm tentu pintar boss. Byk pejabat indo gelarnya byk tp bloon. Km termasuk salah satu yg gak pintar dlm memahami masalah. Ayo dibaca yg benar sblm ksh comment.

mej said...

Profesor blm tentu pintar boss. Byk pejabat indo gelarnya byk tp bloon. Km termasuk salah satu yg gak pintar dlm memahami masalah. Ayo dibaca yg benar sblm ksh comment.

Herosoftmedia said...

Miris juga memang membayangkan bagaimana masa depan bangsa ini ditangan pemimpin yang pikirannya sempit dan terlalu "normatif". Kalo kelulusan ya harus ujian, begitu kira2 pemikirannya. Tanpa menyadari bahwa belajar itu adalah proses, bukan hanya hasil dan angka.

Yan Jefri SuperStar said...

Saya cuman mw menambahkan kepada bapak menteri,
Jangan karena " proyek " lantas melupakan nyawa dan mental para pelajar.. ingat, mereka yg mengeluh, tak selamanya adalh orang malas.. tetapi mereka yg benar benar berjalan di jalan yg lurus dan di paksa dibengkokkan..
Barang siapa yg menjahatkan seseorang yg jujur, dosa yang besar akan menantimu...
Semoga bapak cepat terbangun dan memperbaiki kekacauan ini semua..

Unknown said...

wahhh merinding bacanya. semoga bisa dlihat dan dipertimbangkan isi suratnya untuk membuat pendidikan indonesia jauh lebih benar lagi.

Unknown said...

Asli soalnya benerbener gilaaa, keren ini, asli, saya juga ngalamin hal ini

Anonymous said...

Smart student, you should be the minister of education one day gal, one day, when a petson like that man Nuh is realize that he just a troubled for others

Anonymous said...

Lah org kok lucu... udh ditulis gurunya aja geleng2 gmn muridnya???
Trus yg bloon siswanya? Gurunya? Mentrinya? Apa yg komentar??????

Anonymous said...

Roflol

Anonymous said...

kasian ni syahdeini..ga tau ni bego apa tolol *ups.. kayana arus ditantang bikin soal nya juga ni org..waakkaka

orion said...

Ketika negara mementingkan hasil dibandingkan proses. Tidak perlu tahu bagaimana proses nya, mau nyontek, mau jujur, mau pakai joki gak penting. Yg penting hasilnya lulus. Mungkin berpengaruh terhadap cara berpotik negeri ini. Yg penting jadi anggota dpr, bupati, gubernur, presiden terlepas mau pakai politik uang, curang atau segala macamnya. Karena negeri ini telah mengajarkan bagaimana menghargai hasil bukan proses.

Bagus said...

Finlandia, yg notabene negara dg tingkat pendidikan nomer 1 di dunia saja tidak mengadakan UNAS utk siswa2nya. Sabar ya dik, semoga mentri pendidikan periode selanjutnya bisa lbh baik. Dan semoga kelak km bisa andil bagian dalam urusan pendidikan di Indonesia.

Ndha imote said...

Curahan hati yg berbobot..
Semoga pendidikan d Indonesia tdk melulu diukur dr nilai angka yg kaku..
Semangat terus ya dik.. Jadikan emosimu ini motivasi utk sbuah perubahan mutu pendidikan Indonesia d masa depan..

Ndha imote said...

Curahan hati yg berbobot..
Semoga pendidikan d Indonesia tdk melulu diukur dr nilai angka yg kaku..
Semangat terus ya dik.. Jadikan emosimu ini motivasi utk sbuah perubahan mutu pendidikan Indonesia d masa depan..

Unknown said...

Bapak menteri pendidikan yg terhormat ternyata hanyalah seorang yg tidak berpendidikan juga tidak terhormat...
Ngaca pak,jangan ngecap...

Unknown said...

Keren... itu beneran di kirim ke pak mentri? Jadi penasaran gimana doi menanggapi nya..
Btw main2 ke blog ku juga ya

Anonymous said...

Mantap, semoga dinas pendiđikan terbuka matanya,dan sadar bahwa dari pada membuat soal soal yg katanya berbôbot berstandard internasional bla bla bla...lebih baik perhatikan dan perbaiki dulu pendidikan di daerah terpencil dan terbelakang....yg tenaga pengajarnya yg mungkin hanya di gaji 200 rb perbulan....jgn cuma bangga dgn label INTERNASIONAL,tapi lihat dan perhatikan dulu bagaimana pemerataan pendidikan di negara kita...apakah sudah sesuai dgn label INTERNASIONAL?

Unknown said...

Jadi pengen sekolahin anak ke luar negeri aja kalo kayak gini sistem pendidikan di Indonesia...

Unknown said...

curhat si boleh, tp yg sopan aja, umurmu masih brp ?
sini nanti kalo uda lulus masuk ITS, biar d kader, sama pak nuh kalo perlu

iwan said...

Tulisan yg bagus, yang paling diuntungkan dgn adanya uas adalah bisnis bimbingan belajar.....
orientasi semua ini adalah bisnis semata tdk melulu mencerdaskan org yg belum cerdas

Don Gf Irham said...

UNAS itu proyek depdiknas....proyek tahunan seperti disemua kementrian yg ada di negeri ini. para siswa kelas 2 begitu naik kelas 3 sudah dihantui dengan UNAS...mental mereja sudah drop jauh2 hari sebelum UNAS dilaksanakan. UNAS itu "PENYAKIT ato SYNDROME" bagi pelajar jadi .....SANGAT AMAT WAJIB DIHAPUSKAN !!!!!!!!!!

Unknown said...

kalo menurut saya sih ga ada yang salah dengan cuap-cuap'an adek ini. bahasanya bukan bahasa yang frontal atau bagaimana.
mungkin para komentator yang ga suka ga ngerasain soal UNAS.

UNAS memang sangat menyedihkan. bahkan yang menjadi juara umum saja banyak yang tidak lulus. ketika UNAS diadakan itu membuat siswa stress. saya mengalami UNAS d tahun 2009, bahkan sekolah saya adalah sekolah yang amat sangat ketat, bahkan jika ingin tambah nilai 0,3 pun harus ikut tes remedial, bukan sekolah yang nilainya bisa dibeli dengan penggaris. tapi apa?? guru saya aja ga bis tuh ngerjain soal-soal UNAS. bahkan teman saya yang setiap ulangan Matematika selalu mendapatkan nilai sempurna geleng-geleng kepala buat mengerjakan soal-soal UNAS.

kalo memang ingin pendidikan berstandart INTERNASIONAL tolonglah dipikirin itu pendidikan yang dipelosok. masa soal yang di pelosok dengan yang di kota dan bahkan di ibukota disamakan???? How dare you Sir?
bahkan banyak negara yang sudah jelas-jelas maju tidak lagi memakai "UNAS" itu untuk memajukan pendidikan bangsanya. kalo INDONESIA masih pake UNAS yang ada Indonesia malah jadi negara yang terbelakang.
mirisssss......

Unknown said...

aneh bgt yaaaa.....
bukan masalah mudah atau sulitnya mas bro!!! tapi layak atau ga'nya yang dipertanyakan???
ga pernah ngelakonin ngerjain UNAS yaaa???
gih sana kerjain dulu soal UNAS kayak adek ini tahun ini.
banyak kok pejabat indo yang malah punyanya IJAZAH PALSU
ketika seseorang sudah berusaha tapi tetap merasa kesulitan apa daia dalah orang yang salah?? apa dia adalah orang yang BODOH???
masalah sopan atau ga, saya rasa bahasanya sopan-sopan aja. dan kalo masalah menantang itu di anggap ga sopan. yaaa ga adil dong. toh maksudnya kita semua ini pengen tau BAPAK MENTERI yang TERHORMAT itu bisa ga ngerjain soal UNAS yang beliau acc dengan tangannya sendiri???
jangan cuma karna beliau menteri trus ga ada tes atau tantangan segala macamnya. kalo beliau bisa yaa memang bener beliau pantas di sebut Profesor dan Menteri. tapi kalau ga???

Risai said...

Protesmu bagus. Saya setuju. Tp ku rasa itu belum bisa mengubah kerasnya pendirian mereka terhadap Unas kalo mereka sendiri blm mencoba mengerjakannya sendiri tanpa bantuan dari luar sedikit pun. Masalahnya disini cuma satu, mereka belum bisa memposisikan dirinya menjadi kalian yg mengerjakan Unas. Jadi mereka blum bisa merasakan apa yg kalian rasakan sehingga mereka akan tetap dgn gagah terus berpendirian teguh dgn pemikiran mereka.

Anonymous said...

For Syahdeni.. mungkin anda adalah orang yang sulit untuk menerima kritikan.. saya rasa justru ketika mereka di umur seperti ini dengan mengeluarkan uneg-uneg dengan begitu sopannya adalah nilai attitude yang sangat tinggi dan profesional tidak seperti komentar anda.. Justru statement seperti ini adalah Contoh anak kristis yang berwibawa.. Ketika anda berkomentar sebaiknya Anda koreksi diri terlebih dahulu, jika Anda ditantang untuk mengerjakan soal2 UAN dalam waktu 2 jam tersebut apakah Anda bisa? jika Anda bisa, "Saya Akui "Anda layak mengeluarkan komentar seperti itu..

http://arissbgo.blogspot.com said...

Itulah Mendikbud kita yg terhomat......yg juga telah menghapus Mata Pelajaran T I K, di kurikulum 2013 dengan alasan bahwa " anak - anak TK saja sudah bisa bermain Game dan browsing internet di depan komputer " .....hehehe lucu kan ?....Apa pelajaran komputer / TIK itu hanya game dan browsing....Tidak pak Mentri......

Anonymous said...

Bahasanya udh sopan banget malahan. Gmana bsa d bilang gak sopan? Silakan coba mengerjakan soal try outnya sja. Tdak usah smpe soal UNAS nya.Jika bsa benar 100% tanpa mencontek, sya hargai komentar anda. hanya orang2 yg memang berpengalaman lama di bidang studinya masing2 yg dpat mengerjakan soal tersebut tanpa melihat buku.

Gills said...

zehahahah naiz banget ini....
kena pada sasaran dan tidak ngalur ngidul ngetan ngulon . . .
jaman ane UN 2010 ane molor gilo aja temen ane yg notabene juara 1 dan ikut cerdas cermat aja ampe nangis abis UN selesai karena dia gak bisa jawab real dengan kemampuan dia.....
dan skrng di tambah standard internasional metode belajarnya aja salah mau buat standard inter...
Pak mentri yg terhormat 2 jam cukup saya rasa 4 jam atau 3 hari gak akan cukup kita ini pelajar dengan segudang pelajaran yg di jejalkan sehari" miris pak ini sih malah jadi " MAU UNTUNG MALAH BUNTUNG " ...

Unknown said...

saya mengakhiri masa pendidikan sekolah dan melanjutkan ke jenjang universitas tahun 1999,saya pikir pada jaman itu sulit untuk ujian akhir (dulu namanya ebta dan ebtanas )ternyata sekarang sama keluh kesahnya .Kalo kita melihat keluh kesahnya mungkin kita tidak akan melihat perubahan di dunia pendidikan selama kurang lebih 15 th yaa ...(1999-2014) tapi kalo kita lihat dari produk yang dihasilkan dari tiap generasi mungkin kita bisa melihat perubahan dari duni pendidikan kita .Apa yang telah dihasilkan generasi 1999 ,2000,...,2014 akan berbeda disitulah kita bisa lihat hasil kualitas dunia pendidikan kita .Jadi Yang sabar aja ya ...terus berusaha dan semangat belajar...

wicakkitten said...

Emang si Nuh itu siapa? Cuma menteri loncat-loncat kementerian yang gak pernah ada prestasinya... Jangan bangga jadi menteri karena kawin politik.

Annisa said...

Memang berat beban yang ditanggung siswa kelas XII yang mengikuti UN seperti kamu dik..tapi tetap pegang kejujuran..yang penting dalam hidup ini ridho dari Allah kan dik? dan Allah pasti meridhoi orang-orang yang jujur. kritik itu memang harus disampaikan untuk mengingatkan, karena sebagai manusia kita semua pasti pernah lupa termasuk lupa yang kita lakukan itu telah menyakiti orang lain. tetapi semua hal di dunia ini kan pilihan. Pilihan untuk berbuat manfaat atau mudhorot sesuai niat. Pilihan itulah yang membedakan manusia. tapi sebagai rakyat, kita diwajibkan untuk patuh pada pemimpin. Tugas kita adalah mendoakan semoga pemimpin kita amanah dan tidak menyakiti rakyatnya disamping tetap berusaha sebaik-baiknya menghadapi semua masalah dalam setiap langkah perjalanan hidup.Sebagai makhluk kita harus yakin ada Allah...tetap bersyukur dik..pasti ada hikmah dari setiap peristiwa...mudah2an kamu tetap istiqomah memegang prinsip kebenaran.

Anonymous said...

negara maju gak ada yang namanya UNAS, FINLANDIA dengan tingkat pendidikan yang tertinggi didunia aja gak pake tu UNAS2an. semua diserahkan pada kemampuan siswanya masing. bkn pejabat yang gak tw sikond tapi malah SOK TW dengan apa yang dibutuhin sama penerus bangsa.

Tristy Tinoet said...

semoga tulisan ini sampai ya ke Pak Menteri biar dia mikir pake otak dan hati nurani,,,
di negara maju saja tidak ada yang namanya ujian nasional,,,kalaupun ada,,bukan untuk menentukan kelulusan tapi pemetaan,,,
Untuk Pak Menteri,,ga usah sok2an pk UNAS standar internasional,,,benahi dulu bobrok2nya di Kementerian Pendidikan,,perbaiki kurikulum,,perbaiki sarana dan prasarana pendidikan,,,perbaiki SDM tenaga pendidik dan pengajarnya,,,,

Unknown said...

BAGUS..!! Jangan takut untuk menyuarakan suara hati kita,,,
Moga Bapak menteri nya insaf biz bca blog ini

Anonymous said...

Negara ini ingin berkembang pesat dengan menjadikan adik" kita yang masih bersekolah menjadi "bahan uji coba". Pembelajaran dan jerih payah mereka selama 3 tahun, diputuskan dalam beberapa hari. Seharusnya sebelum membuat standar ujian, pemerintah coba survey ke pelosok" jgn cm survey d kota besar yg sekolahnya menggunakan AC dan standarnya memang sudah tinggi. Jika seperti itu, yg di pedalaman, akan tersiksa saat mengerjakan soal UNAS yg standarnya hasil survey dari sekolah" di kota besar. Saya hanya berbagi pengalaman. Sewaktu SMA saya sekolah di sebuah sekolah swasta yg ckp ternama di jawa, lalu saya coba bergaul dgn sma" negeri dan mencoba membahas pelajaran" dan hasilnya? Apa yg saya tanyakan ternyata sama sekali blm mereka pelajari, sdgkn saya sdh jauh mempelajarinya. Nah coba bayangkan kl standar yg diambil dr sekolah" di kota dan daerah maju. Sdgkn di daerah maju saja antar sekolah bs berbeda standar, apalagi ini kaitannya dengan negara yg terdiri dari begitu banyak daerah, apakah etis jika dipukul rata? Justru itu hanyalah sebuah pembodohan dan suatu cerita horor bagi adik" berikutnya yg tahun dpn akan mengikuti UNAS sehingga menurunkan semangat belajar mereka bkn memotivasi mereka untuk jujur dan mencoba mengukur sampai dimana mereka sudah belajar dan berkembang. Dan buat adik yg mencurahkan unek"nya ini saya salut sekali. Semoga pemerintah mendengar dan memperbaiki sistem yg berantakan dan tidak memiliki titik acuan yg jelas. Maju terus dik dalam kebenaran dan kejujuran!

Anonymous said...

kalo saya dulu ada 5 paket kalo ngk salah..
temen2 pada beli joki sampe jutaan, gw mah ikut nebeng sahaja...

apakah menyontek itu dosa? tergantung anda definisinya gimana bro.. bagi saya sih kagak...
kenapa?
karena setiap hari anda menyontek...

orang pake baju, anda nyontek, pake baju begitu juga...
orang rambutnya keren, anda nyontek, pake baju yang sama juga...

btw, negara china industrinya gila2an itu karena NYONTEK brow..
ada produsen riset lama, setengah mati keluarin ide, si cina NYONTEK sama percis, ganti logo, dan laris gila2an...


nah di sini esensi nya..
di dunia ini ada penemu, ada pengembang dan ada pengikut... yang terakhir cuma penikmat...

yang ujian nya jujur, karena emang sanggup biasanya jadi penemu.. ini si pintar...
yang ujiannya nyontek, tapi cuma nyontek rumus, lalu di kerjakan sendiri, itu pengembang.. ini si cerdas..
yang ujiannya nyontek tanpa usaha, biasanya cuma jadi pengikut dan penikmat... lah ini terserah anda...


so adik2 yang dulunya jujur dalam ujian, percaya aja dhe, nasib kamu pasti bakal lebih baik di depan...
anda2 yang akan jadi pionir dan penemu...
yang nyontek namun mengerjakan sendiri, kamu bakal jadi penyukses dari temuan itu...

dan yg nyontek sepenuhnya, mereka bakal bekerja pada anda berdua...


saya sih jujur aja, saya tipe kedua...
saya cuma nyontek di ujian bahasa inggris, karena beneran ngk bisa.. wkwkwkwkwkwkwkw
yang murni cuma bahasa indonesia.. gila aja lu orang indonsia masih nyontek ujian bahsa indonesia...
sisanya seperti mate fisika, rumusnya uda di persiapkan.. hehehe


dlu guru fisika saya yang mengajarkan...
silahkan menyontek... silahkan buka buku.. tapi kalo masih merah, anda langsung tidak lulus!!! tidak ada remedial!

jangan kira lu nyontek nilai langsung bagus bro..
temen saya merah gara2 angka "5" disangka huruf "s" jadi salahkan. bruakakakakaka

Unknown said...

Apa syahdeini ini termasuk salah satu joki yg tdk menginginkan dihapusnya unas??takut kehilangan mata pencharianmu ya?? :D

Vivta lusiana said...

dari lubuk hati yang paling dalam saya sangat setuju perlu adanya penataan tujuan pada sistem pendidikan

Laksmindra said...

Saudara Syahdeini & saudara Kresno Waluyo... menurut saya bahasa tulisan anak ini sopan dan benar apa adanya... silakan kalian mengamati bagaimana sistem pendidikan kita langsung ke sekolah-sekolah. tidak hanya siswa, guru pun ingin berontak. apa yang terjadi dengan pendidikan di indonesia ini? pendidikan bukan buat permainan politik demi mendapat keuntungan pihak tertentu. Buka mata dong, banyak yang harus dibenahi dalam sistem pendidikan ini. jangan tutup telinga untuk mendengar pendapat dari berbagai pihak termasuk guru dan pelajar. saya sangat prihatin dengan keadaan pendidikan sekarang ini.

Silma said...

Dulu, saat saya sekolah tidak terlalu stress mau ujian akhir karena kalau rata2 nilainya baik pasti lulus,cuma stress kalo nilai NEm nya jeblok, agak susah untuk cari sekolah yang bagus

Unknown said...

sebenerbya sih kalo biologi itu SKL indikatornya ya emg gitu emang banyak ya mau gamau emg harus di pelajarin, tapi kalo bocor soalnya itu ya kelalaian mendiknas sih, ya mau gimana lagi namanya juga negara berkembang dinikmatin aja keless

Anonymous said...

Memang pemerintahan yg tdk berpihak ke rakyat kecil... dr anak2 aja mental mereka sdh di rusak... kasian... bagi pemerintah qta klo bisa di persulit knp harus dipermudah? Korup aja yg dipelihara...

Haryani said...

Tidak semua orang ahli disemua bidang, mungkin pemerintah & pejabat2 negara kita yg terhormat ini sdg khilaf, lupa atau pura2 buta. Pendidikan pun pada akhirnya hanya dijadikan proyek segelintir kepentingan tanpa memandang nilai2 kemanusiaan. Lucu sekali. Salut terhebat untuk siapa aja yg membuat tulisan diatas.

Anonymous said...

Syahdeini... Baca lagi gih suratnya dari awal... baru komentar...

Anonymous said...

Ironisnya, di negara ini kejujuran dalam 'proses' itupun diragukan. Kualitas guru-guru dipertanyakan, murid menyontek juga dibiarkan. Lantas ketika ujian diberikan, kecurangan sudah menjadi hal yang biasa, otak tak berkembang dan mentalnya murid pun berakhir sepertinya tempe. Mau mudahnya dan merengek bile diberi sedikit kesulitan. Kalau begitu, siapa yang salah? Pemerintah disalahkan karena soal yang dirasa mematikan. Murid disalahkan karna nilai yang tidak memuaskan. Para guru hanya berdiam melihat adanya perseteruan. Siapa yang salah?

Bukannya saya membenci para guru, tidak, saya juga diajar oleh guru-guru yang luar biasa selama saya di sekolah, tapi nyatanya, memang ada dari mereka membiarkan murid menyontek, yang ketahuan hanya diberi teguran saja dan tidak ada tindakan lanjutan. Saya kecewa dengan hal itu. Dan bukannya juga saya mendukung untuk ada atau dihapuskannya UNAS, tetapi bila sistem pendidikan di Indonesia bisa dijamin atas kesamaan tingkat kesulitan di tiap sekolah, saya rasa UNAS tidak lagi diperlukan. Tapi bila tingkat kesulitan di tiap sekolah bisa berbeda layaknya langit dan bumi, saya rasa UNAS, kenapa tidak? Toh bila anak-anak ini memang belajar dan siap, tekanan akan berakhir dengan kesuksesan.

Anonymous said...

Good job buat yang nulis surat di atas.. bahasanya sangat sopan dan mudah dimengerti. Tidak berbelit-belit dan langsung teapt di titik sasaran.. yang komen ga setuju dan bilang ga sopan mohon dibaca ulang dan dicerna lagi tulisan di atas. Bagian mana yang menunjukkan bahwa adik ini tidak sopan? Harapan saya semoga surat ini sampai dan dibaca oleh bapak menteri pendidikan dan semoga pendidikan di Indonesia lekas dibenahi menjadi lebih baik lagi. Saya punya anak masih 1 tahun. Saya jadi khawatir juga kalau nantinya dia akan mengalami hal serupa..

Unknown said...

Saya lulus SMA tahun 2004, waktu itu semua soal sama utk semua siswa. Itupun yg bisa 90% benar cuma ranking 10 besar yg kita sudah tau kepintarannya. Zaman makin menuntut utk money oriented dan tidak jujur pada diri sendiri :)

Anonymous said...

yach,santai aja lah.. namanya juga anak sekolah,kalo pengen lulus ya belajar, kalo gak belajar ya gak bisa lulus..... sama juga dgn hidup, penuh ujian dan tantangan yg Tuhan beri, kadang kita merasa ujian ini berat tinggal bagaimana kita menyikapinya. terima dan jalani saja. anak sekolah masih bisa mengeluh pada guru atau mendikbud atas ujian yg sulit. tapi kita manusia tidak boleh menyerah pd ujian hidup yg Tuhan beri. tu baru ujian di sekolahm karna ujian hidup jauh lebih berat dr itu...

Karunia Cahaya Abadi said...
This comment has been removed by the author.
Anonymous said...

Menteri kalo cuma pikir tiap tahun ganti kurikulum, maka setiap tahun cuma 1% saja yg betul2 LULUSAN BERKUALITAS.

Sudah rahasia umum Menteri dan anggota dewan sibuk mikir study banding alias jalan2 hamburin uang rakyat tidak pernah peduli dengan kualitas pendidikan. Kuantitas hanya membuat murid tahu banyak KULITNYA saja,

sementara di negara maju sudah mulai diadakan penjurusan sejak usia dini, makanya mereka bisa hebat karena seumur hidup menekuni satu bidang saja. Kita sampe 100 abad kedepan Indonesia akan selalu kalah bersaing dengan negara lain. CAMKAN ITU!!!

johannes.msj at gmail com

Anonymous said...

Syahdeini takut jobnya sebagai joki hilang kalo unas dihapus.. :-D :-D

Dewi Citra Murniati said...

ini kan negara demokrasi, ya bebas atuh berpendapat.
kalau ga berani dikritik, jangan jadi pemimpin.
lagian pak menteri nya juga tidak apa-apa tuh dikritik.
masbuloh???

Anonymous said...

Mantap dan Super dik...!!

Anonymous said...

Pendidikan harusnya mendidik manusia makin berguna...bukan membuat jadi semakin stress dengan soal ujian yg mungkin kelak sama sekali nga diperlukan untuk menjalani hidup...

Unknown said...

merinding saya membaca surat terbuka ini... apa yang dikatakannya jujur banget dari hati..semoga mendapat perhatian dari bapak menteri...

Hani Herdi said...

Subhanallah...

Salut, siswa SMA sudah bisa menulis dengan paparan yang analisanya luar biasa.
Semoga adik tetap semangat belajar yah, ada atau tidak ada UNAS. Karena 'pembelajaran' sesungguhnya adalah saat kita berada di luar pendidikan formal,

Sukses selalu ya Dik...

Anonymous said...

Kalau negara menjamin lapangan.kerja.buat anak bangsa sih ok.pakai unas sistem paket....kasian dong sama.orang tua murid yg sdh susah payah membiayai sekolah,les tambahan,blm lagi nanti sekolah masih cari sana sini...stlh lulus sma masih cari univ masih mbiayai pula...blm klau lulus kuliah msh bingung cari kerja....sumpah sy ikut jengkel....sedih melihat anak2 kelas 6,9,12 yg mau menempuh UNAS...

Rikosiwi sandi saputro said...

begitulah dunia pendidikan kita, harap dimaklumi ya. http://traders-id.blogspot.com/, dan karena banyak menteri yang bekerja bukan kepentingan bangsa, dan hanya kepentingan perutnya saja http://www.rikopedia.com/

Unknown said...

:)
apa yang kamu alami, sama dengan yang pernah aku alami sebelumnya.
kamu benar. negara kita ini benar-benar butuh obat mujarab.
semangat untuk kamu.

untuk pemerintah kita,, semoga pintu hati mereka mau terbuka. jangankan pintu hati mereka. mata dan telinga mereka saja untuk sekedar membaca dan mendengar keluhan anak bangsanya saja, mungkin sudah cukup~

Vera Surtia said...

Salut dengan pemaparan yang sungguh luar biasa....saya doakan semoga pejabat yg berwenang bisa memahami apa yang ananda rasakan dan bisa memperbaiki sistem pendidikan yang masih dalam uji coba untuk mencari sistem yang terbaik....semoa ananda lulus dengan baik dan bisa memasuki perguruan tinggi yang diinginkan....dan semoga nantinya bisa menjadi salah satu penentu kebijakan pendidikan di negeri ini yg memang butuh orang2 kritis seperti ananda.

Anonymous said...

Saya heran dengan negeri ini, kenapa selalu membahas sisi negatif dari suatu sistem.. kenapa tidak kita mencoba berbaik sangka kepada sistem. Kapan Indonesia bisa maju jika semua dikritisi dengan sisi negatifnya saja tanpa memperhitungkan sisi positifnya juga?.
UAN sangat penting dilaksanakan karena merupakan tolak ukur pemerintah dalam mengetahui sukses atau tidaknya pendidikan yang diselenggarakan. Saya juga dulu ikut UAN tapi saya tidak seperti anak sekarang yang mengeluhkan kenapa harus ada UAN dan apalah itulah dengan berbagai alasan. Saya melewati UAN dengan biasa saja karena saya tau dengan saya belajar dengan tekun saya bisa melewatinya.
Kuncinya ketekunan dan totalitas kita dalam belajar sehingga kita bisa melewati UAN tersebut. Anak jaman sekarang sudah diberi kemudahan malah masih minta keringanan lagi. Ibarat sudah dikasih hati minta jantung.. Kalau UAN diprotes untuk tidak ada mending enggak usah sekolah aja sekalian. gitu aja kok repot.

Anonymous said...

yg bikin soal suruh ikut ngerjain soal unas jg deh..

Anonymous said...

Saya mengalami UNAS dulunya UN tahun 2008. Sampai guru saya memanggil saya untuk menjadi tim SUKSES. Saya memberikan jawaban UN tahun 2008 kepada teman2 saya 1 Sekolah. Dan Alhamdulillah kita lulus 100%. Karena bagi saya hasil UN bukan untuk patokan akhir. Tapi Kuliah lah hasil kita sebenarnya. Dan alhamdulillah sekarang saya bisa mengembangkan bisnis saya di bidang tas kulit dan sudah menjadi langganan INACRAFT

Anonymous said...

lulus dgn nilai terbaik gak jamin masa depan bgs jg bro..cuma kerja keras dan garis tangan

Unknown said...

analisa yang cerdas terhadap permasalahan UNAS, tapi ingatlah dik banyak proyek bisnis menggiurkan dibalik UNAS itu makanya tetap bertahan Bisnis Yes Pendidikan No, ibarat Pabrik rokok aja Bisnis Racun Yess Kesehatan No

Anonymous said...

tentu dengan tanda tangan

syukurnikmat said...

Berdoa ajja smoga generasi penerus mjadi generasi yang tangguh, byk motivasi, berpikiran maju, pinter, bener, jujur, mementingkan orang banyak, bersikap ramah, slalu membantu sesama kita, saling menghormati, dan bersatu tuk membangun bangsa agar lebih maju,jauhkn sifat saling curiga, kita satu bahasa, satu bangsa,satu negara, INDONESIA.

Toko Komputer Online Jakarta said...

Unas ini emang kontroversi sih. Dulu, beberapa tahun lalu, gue berpendapat kalo mental anak2 jaman sekarang emang kayak kertas, cemen gitu. Tapi saat ini gue berpikir logis. Semua anak SMA emang pasti mental nya masih cemen, meski beberapa kuat. Maka dari itu, mereka harus diarahkan supaya mental nya bagus, bukan dijebloskan ke jurang yang bikin mental mereka tenggelem.

Anonymous said...

Syahdeini bagus loe ga usah komen apa apa deh. baca yang jelas dan pahami makna yang disampaikan adik ini. atau jangan jangan loe takut kalau kerjaan u sbagai joki hilang? dasa rmanusia tolol.

Anonymous said...

Apa anda sdh pernah lihat dan mencoba mengerjakan soal UNAS yg beberapa tahun terakhir ini? Biar anda tahu bobot soalnya spt apa. Jika soal UNAS mempertimbangkan bahwa mutu sekolah di seluruh Indonesia itu belum merata, mestinya bobot soal yg dibuat tidak akan sesulit itu.

fitria pernanda said...

Good girl. I wish, one day you can manage better than now. May Allah bless you forever

Anonymous said...

Aku salut banget sama kamu dek Amry, krn ternyata masih ada remaja yg punya prinsip, kritis, berani, ttp tetap sopan.
Sistem yg sekarang dibuat lebih menjadi pendorong bagi kita masyarakat untuk berbuat curang. Itu terjadi tidak hanya dalam masalah UNAS. Pemerintah sepertinya hanya ingin melihat output yang bagus, tapi tidak terlalu memperhatikan prosesnya. Untuk apa nilai bagus, tapi akhirnya mental anak2 muda kita rusak. Mereka jadi terbiasa untuk berbuat curang.
Mental rusak masyarakat kita sudah sangat parah. Alhasil mencari orang yang jujur itu bagaikan mencari sebuah jarum dalam tumpukan jerami.

Unknown said...

Salut atas tulisanmu dik..
Analisa mendalam, gak kalah dengan predikat seorang profesor yang sekarang memimpin institusi pendidikan nasional..

Tetap semangat, Allah selalu berada di belakang orang yang senantiasa jujur dan menjaga martabat..

sugeng said...

bobrok-kan negara kita?

Hasbullah Marwan said...

wah berani! I like this

Anonymous said...

Pantes aja ya banyak yg menolak UN. Setelah saya baca surat ini, saya jadi tahu.

Betapa tdk adilnya UN ini. Standarisasi katanya? Pemetaan katanya?

Standarisasi boleh aja sih asal semua pendidikan di Indonesia dah SAMA RATA semuanya.

Pemetaan?tiap tahun pemetaan(UN)terus tak ada peningkatan. Bukannya klo ada pemetaan jadi tau kan yg mana kekurangan dan segera perbaiki.

Saya sedih sistem pendidikan makin lama makin ancur. Mengedepankan nilai bagus tapi mengesampingkan nilai2 manusiawi.

Saya juga baru baca2. Emg sebenarnya standarisasi itu gak baik. Bagaimana seorang anak harus distandarkan pada kemampuan yg sama. Konyol. Padahal kita tahu kan manusia itu diciptakan memiliki bakat masing2?

Suatu kebodohan dan kejahatan jika hal yg berbeda2 diharuskan sama standarnya.

Bukankah lebih baik ciptakan pendidikan yg baik, menyenangkan daripada yg dipaksakan?

Lebih baik kembangkan minat dan bakat anak masing2 sesuai jalannya. Sia2 mereka hidup kalo buat dipaksakan jadi sama.

Anonymous said...

Masalah nya apa yang dipelajari dengan pa yang diujikan berbeda lo syank...tidak mengerti ya..singakt kata apa maksud nya standarlixasi..1 sekolah dengan sekolah lain standar nya berbeda bagaiman dengan sekolah di kampung2? D banding dengan sekolah internaional?apa adil dengan bHan ujian yang sama? Xalah nya dimana?salah lo g punya uang belajar d internaionl?hello...dan yang di ujiankan aj belo tentu pernah dipelajari sama guru nya..mau murid menjawab smua lg?

Anonymous said...

Ketauan nih syahdeini males baca kayaknya, jangankan baca soal UNAS yang susah, baca curhatan adek ini yang bahasanya ringan aja males...wakakakak
pake bilang "pak mentrimu itu propesor nak, kasi waktu beberapa hari
juga di jawab semua tuh soal" orang ditantangnya cuman dua jam kok minta nawar beberapa hari sih, katanya professor, ngerjain soal UNAS kok BERHARI-HARI....wakakakakak

Anonymous said...

Jangan takut menyampaikan kebenaran.....

Anonymous said...

UNAS setiap tahun memakan korban jiwa siswa yg mati bunuh diri karena stress takut tidak lulus dan malu...coba pikirkan ....apakah pantas dia mati hanya karena alasan itu....tentu jawabannya tidakk....tapi bagaimana dgn perasannya yg ketakutan yg membayangkan orang tuanya yg akan kecewa thdnya... UNAS itu tak ada gunanya ....Apa yg ditulis adik itu adalah gambaran besar yg terjadi di seluruh Indonesia....Banyak guru yg tidak setuju UNAS tp mereka tidak berani menentang karena menyangkut priuk dapur mereka...lebih aman yaa diam...semoga anda menyadarinya....

Anonymous said...

Mengagumkan

Anonymous said...

Syahdeini hanya seorang PANASBUNG (Pasukan Nasi Bungkus), jadi harap maklum sodara-sodara...

Anonymous said...

saya ikut mendoakan semoga fikiran para pemimpin negeri ini terbuka dengan surat seorang murid yang benar2 apa adanya... karena saya yakin semua tau UNAS itu penuh dengan kecurangan.

Unknown said...

Hapus unas model ginian,percayakan ke guru,supaya guru juga merasa dipercaya,

Arvandika Wisesa said...

saya ga bisa bilang apa-apa lagi selain "saya setuju dengan pernyataan dan uraian di atas". sistem pendidikan indonesia tidak pernah maju selangkahpun,bisa dibilang malah semakin mundur

Anonymous said...

saya juga siswa kelas XII yang ikut ujian tahun ini (2014). Dan saya berharap ketika selesai ujian gosip bahwa adik-adik kelas saya tak akan mengikuti UN adalah benar, saya sedikit lega dan ikutan senang. Karena jujur soal-soal yang diujikan itu memang banyakan yang susah. Saya senang karena tak perlu ada lagi angkatan yang menerima sistem pendidikan yang super rusak ini.Tapi ternyata malahan adik kelas saya harus mengikuti UN dua kali :"( Pak kami semua siswa (rata2 ya) pakai kunci dan belajar.. soalnya kuncinya nggak sembarangan, malahan sengaja dikosongi berapa nomor supaya nggak dicurigai curang. malahan untuk org yang benar berduit dapat membeli soalnya. Guru-guru, kepsek, instansi terkait(dinas dan univ) membantu kok tapi nggak semua sekolah sih dibantu kalau nggak main uang. Umumnya sekolah2 pinggiran saja yang tak ditolong. Mdh2an kalau bapak menteri juga baca ini, bapak sedih jga ya karena bapak tolol pake bgt. Mdh2an bapak dipecat ya atau nggak jd menteri lagi.. mdh2an menteri berikutnya benar2 cerdas dan menggunakan otaknya, nggak tolol dibodohi dengan grafik angan2 yg jls2 bullshit. Itu aja ya curhatanku. Mdh2an angkatan 2014 bisa lulus 100%.. baru bapak heran2 lagi dan bilang pendidikan indonesia meningkat, anak indo cerdas dan lain2.. kalau dugaan sy benar mungkin sebenarnya bapak kerja sama dengan joki2 itu dan pastinya dana untuk UN2 ini nggak mungkin ndak dikorupsi. Pak negara lain yang pendidikannya paling maju, nggak punya un loh.. bpak nggak pernah browsing internet ya.. sudahlah itu sja keluh kesahku.. mdh2an angkatan 2014 yang mengikuti UN (SMP-SMA) lulus 100% aja :")

yunda said...

Semangat ya dik, saya juga pernah mengalami tahun lalu. Inilah negara kita yang jauh dari kejujuran dan kesejahteraan rakyatnya.

Unknown said...

semoga semua pelaja SD,SMP,SMA lulus semua aminnn

Anonymous said...

Hahaha srius lohhh ? Sok lu, emang IQ orang sama ? emang ingatan orang sama kuat nya ? Pikir dong !! sok bersih, 80 % siswa siswi lulus itu karna di bantu bocoran !! kalau gak ada bocoran ? bisa" 80 % gak lulus semua !! pikir dong 3 tahun belajar hanya di tentukan 3 hari ? udah berapa lama waktu yang dihabiskan ? kalau gak lulus ? otomatis berhenti sekolah !! dan jadi pengangguran !! pikir maka nya pake otak jangan pake dengkul !!

Anonymous said...

Jangan hanya salahkan UNnya. Jangan hanya salahkan Mentrinya. Jangan hanya salahkan bocornya jawaban. Sistem pendidikan memang sudah salah, karena pendidikan sekarang hanya mendepankan nilai akdemis, tanpa nilai akhlak dan nilai sosial. Itulah kenyataannya yang diajarkan di sekolah. Jadi kalo kita hanya menyalahkan UN yang jeblok, rasanya kitalah yang terlalu picik.

Anonymous said...

Gw Bantu Loe :v
Fuck Menteri Anjeng !

Unknown said...

saluutt.. luar biasa banget ..
keren kamu dek,,,
semoga pemerintah segera menyadari betapa mengerikannya dampak dari sistem yang ada sekarang,,, dan segera mengambil tindakan yang tepat,,
karena bagaimanapun segalanya berawal dari dunia pendidikan,, jika bidang pendidikan saja seperti ini, bagaimana dengan bidang yang lain??
maka tidak heran ketika kecurangan dipandang sebagai hal yang lumrah,, tidak heran ketika banyak tikus-tikus berdasi bermunculan di negeri ini....

Unknown said...

YA ALLAH MOGA YANG MENJADIKAN PENDIDIKAN SEBAGAI LADANG BISNIS TANPA MELIHAT DAMPAKNYA CEPET SADAR ,KASIAN GENERASI YANG AKAN DATANG KALAU TERUS SEPERTI INI

Anonymous said...

anak sy jg mengikuti UN SMP th ini...klo boleh jujur, bukan cuma UN kali ini sy setress dan kasian ma anak sy..wkt UN SD pun begitu..
anak saya blajar mpe tengah malam...demi mempertahankan kejujuran....tp akhirnya menangis krn teman2 nya sebagian tenang2 krn sdh mengantongi jwban...tanpa hrs berpeluh berjibaku dg sulit nya soal2...
bpk syhdeini yg terhormat..
sy pernah mendengar kt bijak...sebaiknya kuping para org tua lbh dkt ke mulut anak...
artinya bpk kurang peka...trima kritik dan uneg2 ini dg baik....jgn langsung di cap..di judge...
belum lelahkah menghadapi negeri ini yg penuh dg korupsi dan ketidak jujuran?
mau sampai kpn?
apakah bpk akan membiarkan generasi yg baru tumbuh ini jg akan masuk ke dunia yg sama spt saat ini?

Anonymous said...

hahaha,, udah sekarang dikasi kelonggaran kelulusan 60% dari sekolah 40% dari UAN,,gak lulus bsa ikut paket C...masi gak bersyukur...Gimana jaman dlu yg 100% klulusan semua dari UAN,,klo gak lulus ya ngulang setahun,,, ibarat emas yg harus dibakar dlu supaya keliatan kemurniannya,, anggaplah UAN sbg proses kerja keras untuk melangkah ke yg lbih sulit (SNMPTN,,Ujian Meja,,tes CPNS dll).. kalo dari awal sllu mwx yg mudah2 gimana mw naik tingkat yg lbih tinggi,, anggaplah UAN sbg latihan jgn sebagai beban,,

Anonymous said...

hahaha Tidak mungkin bapak menteri sekarang bisa menjadi mendikbud kalo dulu beliau tidak ikut menjawab soal UAN dan bisa lulus UAN toh jenk... didunia ini tidak ada yg pintar atau bodoh ttg pelajaran,, otak diciptakan juga sama setiap manusia..yang ada itu yang rajin dan malas,,, hhaha

Unknown said...

Dari dahulu pendidik selalu beralasan untuk menciptakan generasi yg hebat.makanya kurikulum slalu berganti.hasilnya penderitaan buat anak itu sendiri dan orang tuanya.tidak semua anak mempunyai kemampuan inteligensi yg tinggi.kasihan yg pas pasan.masih bagus mereka mau bersekolah.seolah pendidikan saat ini menjadi ajang lomba kaum profesor di diknas.setiap ajaran baru selalu ada perbaikan kurikulum.yg ujungnya tetap kepada pengangguran.semua ini bukan segalanya.kelinci percobaannya anak bangsa yg ingin bersekolah namun tidak lulus un. Pak mentri merasa berlaku fantastis dengan hal ini. Betul dek...kalo mau jujur.pak mentri ikut ujian. Kalau dia bisa sebetulnya wajar.meski saya curiga dia ga akan bisa. ... Sabar dek...

Anonymous said...

jgn sok ngasi nasehat klu km sj tdk beres...!!!!!!cara nulis km sj sdh tdk beres malah sok ngasi nasehat...belajar nulis pki bhasa Indonesia yg baik n benar dl br ngasi nasehat..!!!!!!!!

Anonymous said...

@replies anonymous 1 : bobot soal yang dibuat semakin sulit itu, awalnya dibuat dengan tujuan sebagai standar nilai untuk masuk universitas, jadi bobotnya setara dengan bobot ujian masuk universitas, supaya siswa tidak perlu ujian kedua kali ketika ingin masuk universitas yang diinginkan, tapi melihat banyak kecurangan yang terjadi di lapangan, pihak universitas meragukan hasil tersebut... (sumber koran)
@replies anonymous 3: karena itu sekolah dibuat dengan 3 jursan, ipa, ips, bahasa... kalau memang berbakat dan ammpu di ipa ya masuklah ipa, kalau kurang berbakat dalam analisa dan eksakta, tapi kuat di bidang sosial, maka masuklah di ips... dan semua soal ujian akan disesuaikan dengan masing-masing jurusan dan kemampuan.

Anonymous said...

Syahdeini kayaknya ikut jadi tim penyusun soal un jadi nggak mau un ditiadakan Karna bisa nggak Ada job.. Memang oon...

Gunawan said...

Banyak orang berkata, masih muda sudah berbohong, masih muda sudah menyontek, bisa-bisa besarnya menjadi koruptor... tapi mereka yang berkata demikian tak pernah paham rasanya berkesempatan mengecewakan orang tua kalau gagal UNAS, ya saya sependapat semua itu terjadi karna carut marutnyanya sistem pendidikan kita....

Anonymous said...

Yakut nggak dapet proyek tuh...tukang jilat...

Akhwat Banyol said...

too hurt to be true..meskipun aku kuliah di kependidikan dan di lingkungan calon guru, tetep aja UNAS bukan sebuah sistem peningkatan mutu pendidikan yg baik. what's wrong with this country?
tetap berjuang dek, Lillah, kamu nggak sendirian :)

Ayi said...

Mendingan belajar gih.....
daripada surat-suratan toh dak bisa bikin lulus kan...
lagipula sistem penilaian UNAS sekarang kagak sesulit yang kemaren, 40 persen nilai dari sekolah terus 60 persen nilai dari UNAS...

Anonymous said...

Hanya bisa bilang amazing untuk keberanian kamu..
Tetap semangat dik,, masa depan di tangan Tuhan bukan pada mentri pendidikan..

Ayi said...

Bro..
mesti inget yang bikin UNAS itu orang-orang pilihan, UNAS tetep harus diselenggarakan hanya saja sistem penilaian UNAS yang harus diperbaiki, karena siswa bukan dinilai dari intelektualnya saja tetapi juga Moralnya juga..

Anonymous said...

Saat saya masih duduk di bangku SD, saya masih menjunjung tinggi kejujuran. banyak teman-teman saya yang sama sekali tidak merasakan kepanikan seperti yang saya rasakan. Ternyata banyak diantara orang tua "mampu" yang membelikan jawaban untuk anaknya. semata-mata agar anak mereka lulus dengan nilai bagus. tentu semua mereka lalukan demi masa depan anaknya yang mungkin bisa "hancur" dengan adanya UNAS. Saat saya SMP, saya mulai sadar akan "ancaman" UNAS yang akan menerkan saya, semacam gejolak yang menggoda saya untuk berlaku "curang" dengan menanyakan 2 soal bahasa inggris yang menurut kami anak daerah sangat sulit untuk memahami soal tersebut. pun guru-guru kami juga tidak 100% mendikte "kejujuran" mereka takun, takut UNAS yang akan menghancurkan nama baik, bukan hanya nama baik siswa., tapi nama baik para guru dan sekolah. Lagi saat saya SMA praktik "kecurangan" semakin marak. Tak hanya bertanya antar peserta ujian, bahkan 90% dari peserta ujian membeli jawaban dari joki. Kami takut sekaligus frustasi. Pendidikan seperti apakah yang pemerintah inginkan ?

Prof Dr said...

menurut saya: sebaiknya soal menyesuaikan kemampuan siswa... diindonesia itu sengaja dibuat untuk mempersulit orang lain.. mengupayakan orang lain gak bisa jawab.. itu yang harus di perbaiki

Anonymous said...

Saya setuju dengan kamu dik... Tetap semangat dan berjuang. Jangan berputus asa. Hidup ini tidak sesulit ujian yang kamu hadapi asalkan kita tidak pernah lelah untuk mencoba, menghargai apa yang kita dapatkan dan berusaha mengembangkan apa yang telah kita dapat kan. Galilah potensi dalam dirimu, kembangkan dan jadilah seperti apa yang kamu mau.

Anonymous said...

Beberapa hal yg gw amati tentang UNAS berstandar internasional ini.
1. Ini merupakan alibi untuk menutupi kebobrokan pendidikan di negara ini. Bagi yg hidup hanya di kota dan tidak pernah survey k sekolah di dalam desa atau pelosok pasti tidak akan mengerti bagaimana bobroknya pendidikan di negara ini.
2. Kepentingan bisnis dan politik. Bayangkan saja dengan iming" dan pujian bahwa MENDIKBUD sudah bisa menerapkan UNAS berstandar internasional siapa yg tdk siap menarik dia? Pdhl faktanya? Adik" yg bersekolah d pedalaman bahkan yg d kota sekalipun namun sistem yg berbeda ini yg sengsara
3. Proses pencucian otak dari pemerintah. Kenapa saya bilang pencucian otak? Adik" ini msh ingin sekali bertindak jujur dengan cara mengerjakan soal tanpa mencontek, tapi karena soal yang begitu sulit dan tidak jelas tuntutan secara tidak langsung dari orangtua, diri sendiri, dan lingkungan agar mereka bs lulus maka akhirnya mereka mencontek. Nah saat bekerja nanti, mereka akan terbiasa menyogok atau meminta sogokan karena pola pikir mereka menjadi "jujur hanya menyengsarakan". Apakah UNAS berstandar internasional itu sangat penting dan memang bs dipraktikkan di negara ini? Sebenarnya tidak! Tanpa UNAS dgn embel' bertaraf internasional, orang' Indonesia bs berkiprah di mata internasional kok. Saya mengikuti unas tahun 2009 dan soalnya biasa' saja tdk ada internasional"nya, dan apa yg terjadi dengan saya sekarang? Saya bekerja di chevron dan saya dikuliahkan d jerman, dan jerman tidak ada UNAS! Lalu gmn dgn adik" ini? Mrka justru stres, jgnkn untuk bekerja atau kuliah, untuk lulus saja mereka harus mati"an hingga menangis. Semoga adik ini msh berani untuk jujur dan teruslah belajar dik. Ilmu itu sumbernya dari mana saja, dan yg saya lihat dari tulisan km, km anak yg pintar, krn seusia km, km mampu mengutarakan kesulitan yg dilihat dari berbagai aspek memang sangat sulit. Maju terus!

Anonymous said...
This comment has been removed by the author.
Anonymous said...



aku merinding bacanya....... joki bisa kyk gitu karna butuh duit..... dia juga pasti tidak punya pkerjaan yg halal krn kurangnya lapangan kerja sehingga mungkin joki mngambil jalan pintas agar mereka mendapatkan uang..... *nah lhooo salah juga kan, kurangnya lapangan kerja* haahaha :D

saya juga pernah dicurhatin oleh teman guru saya, bahwa mereka juga mnegkatrol nilai murid2nya krna wktu mereka jujur akan nilai muridnya yg dibawah standar, dari dinas mengembalikan nilai ke sekolahan dan mengatakna pokoknya yg ada disini harus nilai paling tidak 8..... ya akhirnya mau tidak mau guru2 di sekolah tersebtu juga mengkatrol nilai.... Menurut anda siapa yg salah?
14 May 2014 00:11

Anonymous said...

mas dan mbak bro yang saya cintai, inilah negara kita yang sudah puluhan tahun merdeka. yang setiap tanggal 17 agustus kita upacarai ulang tahunnya. yang kita hormati jasa pahlawannya, yang kita cintai kekayaannya.
sayangnya kita hanya bagian kecil dari negara ini, sistem yang sudah menjamur entah dari tahun berapa pada pendidikan negara ini ya memang begitu adanya. apa daya kita melawan suatu hal yang massive ?
mungkin saya termasuk orang yang beruntung karena bisa lolos dalam momok pendidikan yang disebut UAN tahun 2009 lalu, dan saya turut prihatin kepada adik-adik saya yang menjadi korban atau calon korban momok itu nantinya.
dan pada akhirnya kita cuma bisa pasrah, berdo'a, dan berusaha semampunya saja.
apa kita tidak bisa berharap perubahan ? saya rasa tidak, harapan sepertinya sudah lama meninggalkan negeri yang kaya ini :)

rise and shine, standup strong, feel the pain.. cause there's the only thing to do
God bless us ! :)

Unknown said...

Aq mahasiswa semester 2 di jurusan English for Creative industry
Aq jujur aja ya keberatan klo UNAS makin susah & menyiksa
Aq sampe males belajar waktu UNAS tahun lalu
sampe bosen liat soal yg itu" aja
karena di Indonesia siswa dipaksa untuk mengambil jurusan IPA/IPS/Bahasa
hal ini cukup menyiksa karena g setiap orang suka semua mapel yg dipaketkn itu... e.g. aq suka geography, mat, kimia, B Ing. tapi apakah itu mungkin? NO! Aq terpaksa mengambil kelas IPA yang sebenarnya cukup nightmare bagi mayoritas orang (aq 2x hampir tinggal kelas gara" fisika)
Sewaktu UNAS, aq & 2 orang best friends q sangat tersiksa dengan fisika, sedangkan 1 orang best friend q sangat tersiksa dengan B ING
memang kami ber4 lulus dgn jujur, tetapi hati q hancur waktu melihat ijazah anak kelas IPA lain karena dia yg tdk bs fisika (alias optimis remidi) bisa dapat 10... Impossible... aq aja yg juga antri remidi fisika dapat 4,5 & aq sdh sngt bersyukur... (DO U THINK THIS IS FAIR? NO!!!!!)
SO~ I think d best solution which should be done from a long time ago is by giving the students d right to plan their own studies. I think UNAS is okey as long as it is d student's choice (s/he should be responsible on what s/he chooses, isn't it?
Thank u 4 ur time

Anonymous said...

Mudah? Yakinkah anda UN skrg ini mudah? Asal anda tau saja, soal matematika UN tahun ini adalah soal UAS saya saat saya berada di semester 5 bangku kuliah S1 jurusan matematika ipa. Bayangkan anak SMA disuruh mengerjakan soal UAS mahasiswa MIPA semester 5. Situ kerja dmn? Jd joki? Atau jadi mata" mendikbud, atau tim suksesnya?

Anonymous said...

peningkatan yang bagaimana? yang ada hanya peningkatan KECURANGAN/KEBOHONGAN

elvyda said...

Saya salut dengan tulisan adik diatas, tapi perlu saya garis bawahi kelulusan bukanlah simbol kita pintar sehingga berhasil, tetapi kebetulan pertanyaannya sama dengan apa yang kita pelajari malam sebelumnya....
pertanyaannya kenapa harus/wajib lulus??, toh kalau tidak lulus anggap 80% siswa seluruh indonesia tidak lulus, berarti sistim pendidikan di indonesia tidak becus, biarlah pak mentri putar otak lagi untuk cari solusi.
Katanya membebani orang tua, masuk sekolah negeri saja biar gratis.
Saya berpendapat yang jujur tetaplah bertahan pada kejujurannya, karena itu modal dalam membangun bangsa, tidak perlu bayar joki, tidak perlu sekolah mencari nama, tetaplah berjalan sistim pendidikan dengan kejujuran diatas segalanya.
Tinggal kelas 1x, 2x, 3x apa masalahnya?? mungkin semakin sering kita mempelajari hal yang sama maka kemampuan kita (siswa) bisa melebihi kemampuan gurunya.
Kenapa harus kepeguruan tinggi, toh selama ini banyak juga mahasiswa yang mem"beli" nilai pada dosennya, malah tidak pergi kuliah bisa wisuda, dan berikutnya jadilah calon pemimpin, pembisnis, dosen/guru, pekerja yang culas karena ketidak mampuan dan ketidak jujurannya.
Berat tidak nya soal ujian jangan dijadikan alasan ketidak mampuan, jalani saja, kalau beruntung lulus, kalau tidak ulangi lagi dan itu bukan hal yang hina dan harus menangis karena tidak lulus, sekolah lagi pada kelas yang sama maka kemampuanmu pada pelajaran akan semakin terasah, dan kita akan bangga lulus dengan kejujuran, Insya allah bangsa ini akan dipimpin oleh pemuda pemuda yang jujur

Anonymous said...

Tenang dik.. masih ada skripsi di kuliah nanti.. seolah unas 20paket terasa mudah.. dan masi ada cobaan lagi di dunia pekerjaan nanti.. jalanin aja namanya juga hidup gak ada ujian gak rame,

Anonymous said...

Hadeeuh kresno!!! Gak usah GILA HORMAT DEH!!

Unknown said...

@Anonymous : anda ini orangnya Mendikbud ya...?? Pernyataan anda rancu sekali. Kalau UNAS menjadi tolak ukur pemerintah dalam mengetahui sukses atau tidaknya pendidikan yang diselenggarakan, bagaimana dengan tanggung jawab pemerintah dalam mendidik anak2. Saya perjelas, "MENDIDIK" bukan mengajar. Apakah tingkat pendidikan di Jawa atau Sumatera sudah sama dengan di Papua atau di Maluku? Atau anda pikir, anak SMA itu harus bisa menguasai semua bidang pelajaran?
Sepengetahuan saya, UNAS yang seringkali digembar-gemborkan oleh Pemerintah tidak lebih dari PROYEK untuk mengeruk uang negara. Karena anggaran untuk penyelenggaraan UNAS mencapai triliunan rupiah. Ini yang di incar!!! Hanya UANG belaka. Kalo Anda tidak percaya coba sering-sering berkunjung ke Kementerian Pendidikan Nasional. Anda akan tahu apa tujuan sebenarnya UNAS itu.

I Wayan Mudita said...

Syahdeini ... profesor tdk selalu hebat, apalagi harus selalu dihormati ... banyak yg GBHN (Guru Besar Hanya Nama). Mengkritik tdk harus diartikan sbgai tidak sopan ... apalagi bila disampaikan dgn sangat santun. Siapapun yg mempunyai sedikit nalar pasti dpt memahami bhwa UNAS tdk masuk akal dlm banyaj hal ... tapi tetap saja dilaksanakan ...

I Wayan Mudita said...

Tahun lalu terima bintang mahaputra, setelah UNAS di beberapa provinsi tertunda pelaksanaannya ...

Unknown said...

ITS tapi bodoh yo percuma,, memang pendidikan indonesia hancur deh,, masak anak sd pelajaran udah sulitnya minta ampun, ortunya aja gak ngerti yg bodoh ortunya apa menterinya sih,,

Anonymous said...

syahdeini.. itu hanya permintaan dr seorang murid aja koq, sungguh mulia jika pak menteri mau mencoba, bukan seperti anda terlalu merasa pintar & anda lebih kurang pengajaran dimasa bangku sekolah (itu pun kl pernah sekolah sech..!!) dengan memvonis para murid yang merasa keberatan dengan standar kelulusan. yg jls dengan mencantumkan profil asli anda, sangat jelas anda tdk jauh dr PENJILAT yg ngarep perhatian....chuuuiiiiihhh

shiqo said...

UNAS.....target mentuntaskan 6 Mata pelajaran dengan HASIL MAKSIMAL dengan mempertaruhkan 3 tahun masa belajarnya....sungguh menyakitkan bila kita gagal dalam ujian tersebut....
ada salah satu pondok pesantren di Ponorogo UNAS tadak ada....akan tetapi ijazah / shahadah di setarakan dengan SMU / SMK.....AKAN TETAPI dalam proses mendapatkan ijazah / sahadah itu pasti dengan ujian...namun ada 30 MATA PELAJARAN yang di ujikan...dengan mempertaruhkan 6 Tahun masa belajarnya di pesantren tersebut.....MANA YANG LEBIH BERAT UNTUK SISWANYA...?????????

candra said...

Saya juga pernah mengalami hal yg sama dengan adek, dimana saya belajar mati2an sedangkan teman saya dengan santainya bermain dan bersenang-senang. Jujur saya benci dan sangat kecewa kenapa unas harus jadi patokkan kelulusan kita, apakah hal itu sebanding? Kita menempuh smp/sma slama 3tahun namun d tntukan 3 hri apakah kita layk llus apa tdak, bukankah pendidikan seharusnya lbih mnghrgai proses trbntuknya drpda hasil jadinya.

ambil contoh saat saya menempuh unas ktika smp, saya bljar mati2an untuk matmtika sdangkan teman saya bermain dengan enaknya, ktika hasil kluar dia mndpatkan 9,75 maaf sblumnya bkan mau mrndahkan seseorng namun knytaannya bhwa teman saya ini tidak bisa pljaran matmtika dlam knytaannya. Llu drmnkah dia bsa mndpatkan nlai yg sdmikian bsar, kita semua sdah tahu jwbannya.

llu apakah indonsia mau di isi oleh orng2 yg dmkian yg scra nlai bgus namun tak thu drmna di mndptkannya

klo unas ttap di adakan mhon dengan segala hormat bapak mentri pendidikan, laksanakn unas itu dengan benar-benar adil dan bersih serta jngan mmbuat soal yg mlbihi kapasitas pola pikir anak didik pda umumnya.

terima kasih

Anonymous said...

Syahdeini... sepertinya anda kurang bisa memahami bahasa Indonesia yang baik dan benar, adik kami ini memberikan kesempatan Pak Menteri untuk menjawab soal-soal UNAS dengan kapasitas nya sebagai seorang profesor tetapi dengan waktu yang sama dengan peserta UNAS yang lain, kalau saya mengutip pernyataan anda "pak mentrimu itu propesor nak, kasi waktu beberapa hari
juga di jawab semua tuh soal, gak kayak kamu di kasi waktu berbulan bulan buat Try out", nah kalau menurut otak sempit anda, seorang profesor bukan propesor saja memerlukan waktu beberapa hari untuk menjawabnya; bagaimana dengan adik-adik kami??

Pak Menteri yang terhormat,
Harapan kami sebagai orang tua; tolong masukan ke website resmi Departemen Pendidikan, semua soal - soal UNAS setelah selesai diselenggarakan supaya kami tidak saling menyalahkan apabila anak-anak kami kembali kerumah setelah menjalani UNAS sambil menangis karena mereka tidak sanggup mengerjakan soal-soal UNAS, supaya kami pun bisa mencoba menjawab soal-soal tersebut.
Siapa tahu, kami pun belum tentu bisa menjawabnya..

Anonymous said...

Unas thu telah menjadi proyek sama kayak pemilu...

Unknown said...

alhamdulillah UNAS tidak menjadi momok bagi semua keponakan2 saya yg berhasil lulus dengan jujur.

Tapi kalu membaca surat diatas memang miris sekali, terutama pas bagian tantangan kpd bapak menteri dan bagian dimana soal UNAS berstandar Intl sementara sekolah kebanyakan tidak berstandar Intl...bahkan sngt banyak sekali yg minim fasilitas dan terpelosok

belum lagi kalaupun lulus UNAS apakah biaya sekolah lanjutannya menjadi gratis? kalau mengingat2 biaya sekolah sekarang ya Tuhan.....mau pinter itu mahal banget ya....sudah bayar mahal namun kualitas pun rendah, siswa terpaksa ambil kursus lagi di luaran....

sedih ya kalau bgini terus.... mau jadi apa bangsa indonesia ini?

Unknown said...

ohya jadi ingat ketika saya SMP dulu (sekarang saya sudah 37 th)...ada teman yg baru pindah dari Australia kemudian masuk ke SMP saya
Dia bilang di Australia nggak banyak mata pelajaran spt di Indonesia ada PMP (sekarang PPKN), pendidikan agama, keterampilan, dll
Dia agak kesulitan di bidang pelajaran itu, semnetara di bidang pelajaran pokok spt fisika, matematika dan biologi dia jagonya
Tapi nggak belajar PPKN dan agama nggak menjadikan dia ahlaknya jd buruk....malahan dia anaknya baik dan alim2 aja tuh

saya jd berpikir lama2 orangtua2 di Indonesia menabung buat menyekolahkan anaknya di luar negeri aja....dan setelah berprestasi disana (terbukti banyak loh orang2 Indonesia jd orang pinter di luar negeri) trus cari kerja disana juga....nggak balik2 lagi utk mengabdi kepada Indonesia......kalau liburan baru kesini

Unknown said...

Kalau mau jujur, brapa banyak sih materi pelajaran yg kepake saat di dunia kerja? Nyesel gw dulu hrs belajar ini itu pdhal sama skali gak ada hub nya dgn kerjaan gw sekarang.
Ganti sistemnya.pakai sistem sks aja. Unas gak ada gunanya. Dulu temen gw nilai mtk cuma 3, lulus, skr jd pengusaha yg penghasilannya diatas gaji menteri

Unknown said...

Kalau mau jujur, brapa banyak sih materi pelajaran yg kepake saat di dunia kerja? Nyesel gw dulu hrs belajar ini itu pdhal sama skali gak ada hub nya dgn kerjaan gw sekarang.
Ganti sistemnya.pakai sistem sks aja. Unas gak ada gunanya. Dulu temen gw nilai mtk cuma 3, lulus, skr jd pengusaha yg penghasilannya diatas gaji menteri

Blognya Emak-Emak said...

Miris bacany , . Semoga kelak km jadi orng sukses nak..tetap tabah dn berdoa..saya dipihakmu.. sy ikut merasakn ketidak nyamanan negri ini .saya PNS yg mencoba jujur raih gelar kuliah beneran. Di universitas beneran.. yg menjunjung tinggi arti sebuah kejujuran..5thn ..terseok2 bagi waktu untuk kantor dn keluarga... alhamdulillh selesai sudah. .. banyk yg mencibir .. "banyk izajah instan,kok mauny repot ?! " .. Astagpirullah...gelar dikejar hany untuk penyesuain izajah . Supaya cepat naik golongn ..??.. lalu jadi pimpinan.. dgn tunjangn sekian juta.. yg tentuny untuk menuju kesanapun tidak gratisan ??!.. hmm...trimakasih..saya disini saja jadi staf biasa saja.dgn keimanan saya. Sy yakin Tuhan tidak pernah tidur.untuk negaraku tercinta.. semoga generasi jujur yg akn memimpin Mu kelak... amin

anonimamea said...

makanya home schooling mulai dilirik orang juga...
hmm... mengerikan sekali ya sekarang berarti. sistem pendidikan anjlok... ga ada kendali...
semoga negara kita segera dipimpin oleh pemimpin yang bisa memperbaiki seluruh aspek terutama sistem pendidikan di negara ini...
bagi saya, keberhasilan dalam hidup itu lebih penting daripada keberhasilan dapet nilai belaka.. apalagi yg dapetnya jadi jadian... semua diuji di dunia nyata... ada aksi ada reaksi. kalau korupsi lambat laun ya ada balasannya.. kalau jujur juga ada balasannya... hidup ini pilihan.

yang tabah dan sabar ya, Dik ... teruskan belajar.. di dalam maupun di luar sistem. akademis maupun non akademis.. asah terus iq maupun eq.
tidak harus jadi super brain.. semampunya saja.. dan tetaplah jujur saja... Insyaallah balasannya sesuatu nikmat dari Allah yg tidak terkira.

Hermiati said...

Memang pendidikan indonesia butuh peningkatan itu tidak salah..
Nah sekarang semua penting, masalahnya keluarkan uang benahin yang lumayan (apakah perlu) atau keluarkan uang untuk yang sama sekali tidak mampu?
Pendidikan daerah dan kota itu standardnya jauh loh blm lagi dengan kota besar..
Untuk yang daerah apakah memang sudah bisa dikasi internasional sedangkan yang nasional aja blm tentu tembus dgn fasilitas pendidikan yang minim.
Kl adik kesal pasti donk kl udah berusaha keras dan jujur.. tapi adik masi sopan kok dlm kalimat curhat atas gak ada kata makian atau hinaan sama sekali jadi itu tidak menyimpang dr moral ..
Justru pak mentri kita itu profesor maka dia harus dgn mudahnya terima tantangan adik donk yang blm ada title apa2nya.. dan harus dengan bijak atasin masalah ini yang tiap tahun ada.. dan bukan hal baru..
Hal lucu dalam pendidikan kita.. sudah tau cara bagi paket dari tahun pertama diselenggarakan 2007 (dgn 2paket) aja ada joki tp tak pernah diatasin masalahnya... dulu 1 paket bilang mudah bocor ..terus tambah jadi 2 itu juga bocor.. itu mah artinya bukan dgn cara tambah paket masalah akan berhenti kan.
Tujuan uas apa ? Apakah tidak ada cara lain untuk mencapai tujuan uas hanya dengan ujian tiap tingkatan?

Hermiati said...

Ya itu lebih bagus...
Pada dasarnya unas seperti suatu syarat aneh.. belajar untuk nilai 3 hari lebih bermakna dibanding nilai 3 tahun. Belum lagi kalau pas 3 hari itu apes.. demam tinggi jadi sia sia lah sudah

Anonymous said...

Anak sekolah ya kerjanya belajar aja yg rajin buat unas, Stop nonton acara tv gak berguna, Stop twitter-an, Stop internetan yg ga bermanfaat, jangan salahkan joki, salahkan sekolah2 dan orang tua2 yg ga bisa didik anak2 nya jadi orang yg jujur.

Unknown said...

anak yg sdh pasti diterima di kampus bagus pun bisa tidak lulus unas.. parah tu soal.. menterinya jg parah.. bener tantang aja tu menteri ngerjain soal unas.. klo nilainya di bwh kelulusan ngundurin diri aja jadi menteri... ups kan udh mau lengser... ditunggu aja...

Anonymous said...

Aduh pak kresno waluyo yg terhormat..adik ini curhatnya sopan lohh..saya saja blum tentu bisa nulis sopan seperti ini..semangat dik..semua orang sdh tau kebobrokan unas..smoga suatu saat nnti adik bisa menjadi pejabat yg dpt membebahi pendidikan di indonesia..

Unknown said...

Tetaplah jujur dan yakin Allah sayang padamu. Sy yakin dan percaya Allah pasti memberikan yang terbaik. Dulu sy kagum dg mendikbud skrg, tapi makin lama sy pikir org tsb makin absurd. Smoga org tsb diberi penerangan hati.

Yunan Abdi said...

saya pernah sekolah nilai rata2 jaman saya dulu SD, SMP dan SMA (namanya NEM) alhamdulillah SD rata-rata 9, SMP rata-rata 8 lebih jadi SMP dan SMA diterima disekolah favorit, waktu SMA saya sangat jarang sekali belajar karena tidak ada standar minimum nilai untuk kelulusan SMA akibatnya waktu tes ke PT saya ga berhasil diteima di PT. Jadi dapat saya simpulkan saya pernah menemui kesulitan di sekolah, dan kesulitan itu dikarenakan saya sendiri... jadi masukan saya buat adik stop menyalahkan orang lain... Dan masukan saya untuk para ortu, jangan terlalu menuntut nilai/hasil akhir, tolong dikawal prosesnya hargai prosesnya karena pembelajaran itu ada di proses. Satu hal lagi semua itu pilihan mau jujur, mau jatuh dalam lubang kekecewaan, mau hidup penuh dendam/kemarahan atau mau bahagia... Nasihat dari buku orang luar yang sangat berarti buat saya (saya lupa pengarangnya) dan mungkin bermanfaat buat adik/pembaca yang lain "Kamu Akan Menjadi Apa Yang Paling Sering Kamu Pikirkan"... Wass.

Akbar Syahbana said...

Kereennn tulisannya, semoga bisa memberikan tamparan yg keras kepada para pejabat berwenang! Gemes liatinnya. Wassalam

KREDIT DAIHATSU CEPAT said...

Hai..Dik.. salut dengan sikap kritismu. Sekedar share jg. Saya lulus tahun 2000. Dulu namanya EBTA/EBTANAS. Saya jurusan IPA. Saya bkn siswi yang "cetar membahana badai menggelora" alias biasa aja. Cm sy senang berhitung / eksakta dibanding disuruh menghafal. Sehari sebelum ujian Mat, saya malah main dan tidur nyenyak. Bukan karena saya sudah bisa. Tapi karena saya jengkel. Saat itu saya anak KOS, karena sekolah di Jogjakarta, asli sih jakarta. Kekesalan saya saat itu bukan tdk beralasan. Sy lagi belajar dari buku kumpulan soal. Eh tau2 temen kos saya yg jg 1 sekolah dengan saya, malah sibuk ngumpulin duit buat beli soal. Dan jam 4 pagi pun terjadilah serangan fajar. Kunci jawaban mereka dapat. Dan mereka tulis tuh di tangan, dipaha dll.
Saat ujian dimulai.. mata dan hati saya nih masih gounduk rasanya. Tp tetap sy cb kerjakan soal tersebut. Kotak katik angka. Dan akhirnya dari puluhan soal tersebut yg bisa saya kerjakan gak lebih dari jari2 dikedua tangan saya. Selebihnya hitung kancing. Begitu hasil keluar ... deng deng deng.. nilainya "2" ketawa sendiri saya.

Cuma beruntungnya kami2 yang sekolah Ujian Akhir SMA nya di tahun 2000 dan dibawahnya adalah. Syarat nilai kelulusan gak sebesar sekarang, dan EBTA/NAS bukan syarat mutlak, jd tetap sekolah yang menentukan kelulusan. Krn teman saya yg nilai NEM nya 26 saja lulus juga.

Menurut saya NEM tidak bisa menjadi tolok ukur siswa/i u/ lulus atau tidak. Yg terpenting adalah Proses, dalam 3 tahun bahkan 9 tahun di bangku sekolah formal, itu adalah sebuah proses. Selama proses berlangsung GURU sekolahlah yang memahami betul kemampuan siswa/i nya. Sehingga seharusnya nilai kelulusan diserahkan sepenuhnya kepada Sekolah. Dan atas dasar proses tersebut.
Toh, NEM pada kenyataannya ga pengaruh2 banget dalam kesuksesan kita kedepannya.
Teman saya yang NEM nya terendah saat itu 23. Dan LULUS. Sekarang dia malah jadi Branch Manager di satu BANK Asing dengan Gaji besar.

Semangat terus DIK.. perjuanganMu masih panjang. SALAM DIAMOND.

ganjoes said...

2008 malem sebelum unas saya kumpul2 sm temen. Ya cm sekedar nongkrong gk belajar. Paginya berjibaku dgn handphone karna jawabannya dikirim lewat sms. Hohoho. Akhirnya lulus dengan nilai mepet MTK saya..
Saya berdiri di pihakmu dek. Salut..

Erwin Harahap said...
This comment has been removed by the author.
Anonymous said...

sabar dhe ...tetap berusaha keras dan semangat ...UNAS bukan syarat untuk sukses dalam hidup kok ...

Anonymous said...

yg menjadi masalah utama unas adalah
1. ketidak samaan soal dengan pengajar di seluruh indonesia.
yang membuat soal adalah negara, saya yakin tiap guru walaupun ada buku panutan tetap akan mengahsilkan pengetahuan pengajaran yang berbeda pada muridnya, kecuali tiap sekolah yang membuat soal.
2. standard internasional bullsh*t, di internasional lebih kearah penjurusan tiap bidang minat anak, jadi udah terbentuk dari dini akan kemanakah anak itu kedepannya, bukan di samaratakan seindonesia dengan 1 unas yang umum, terbukti tidak efektif untuk membentuk generasi penerus yang bagus.

Anonymous said...

Air mataku tumpah ruah membacanya.
Tp memang bgtu adanya.

Unknown said...

hebat kamu dik...seriuslah dalam meluruskan permasalahan ini...sy mendoakan kamu jadi orang besar yg bs mempengaruhi perubahan sistem ini dimasa dpn..

Anonymous said...

you can be a good journalism, your write is good, hopefully your next educational can lift to higher level and you'll find the right path to be strong in your way. it is right about "don't judge a book by its cover", but a good cover can make a good first impression. for forever, there will be no a perfect, fair law, or anything made by human, bcos perfection in only made by GOD

Anonymous said...

Perjuangan selama 3 Tahun dengan mengorbankan waktu, tenaga dan dana (bahkan ada yang harus mengorbankan nyawa di beberapa tempat di pelosok negeri ini) yang tidak sedikit harusnya juga menjadi pertimbangan...

Nevicyar said...

Yang jelas, kalau standar ujiannya mau ditingkatkan kualitasnya, standar kualitas pendidikannya juga harus ditingkatkan. Dan ada hal lain yang mungkin sering terlupakan yaitu "realistis". Realistis aja deh... bukan berarti menyerah dengan keadaan. Tapi kita pun harus realistis dengan situasi dan keadaan yang ada sekarang. Karena kalau ditelaah... sebenarnya pembenahan harus dilakukan di semua sektor. Kacau balaunya standar dan kualitas pendidikan hanyalah imbas (collateral damage) dari kacau balaunya perebutan kursi kepemimpinan tanpa diiringi rasa bertanggung jawab, tapi hanya untuk sekedar pelampiasan demi kepentingan suatu golongan saja.
Supaya adil, standar diberlakukan bukan hanya untuk peserta didik, tapi juga peserta pendidik. Tinggal pertanyaan akhirnya, kapan yah negara kita punya orang atau tim yang mampu membuat dan memaintance suatu system penetapan standar. Sehingga pada saat kita bicara peningkatan standar, jelas terlihat peningkatannya. Dan jangan juga pakai bahasa evaluasi, kalau menyebabkan perombakan total yang sporadis, karena malah bisa diartikan plin plan. Mudah-mudahan segera kita dipertemukan dengan pemimpin yang adil dan bijaksana. Aamiin.

madibas.my.id said...

Semoga saja dengan surat dari sahabat ini mampu membuka fikiran Menteri Pendidikan sekarang dan yang akan datang, tentang jeritan hati siswa-siswi Indonesia, dan harapan orang tua tentang dimudahkanya pendidikan.

Anonymous said...

Perbaiki dulu infrastruktur dan fasilitas pendidikan baru bisa standar, soalnya buat anak olimpiade dikasih buat anak hutan ibarat tanah sama buah di pohon kelapa yang tinggi jauh bandingnya. Bukan cuman UNAS nanti kalian masuk PT masih harus menghadapi banyak hal lagi paling sakit itu ospek liat aja berita tentang ospek yg banyak memakan korban.

Unknown said...

selama politik masih mempengaruhi pendidikan maka akan terus seperti itu kejadiannya... jabatan menteri pun dipilih bukan berdasarkan kompetensi personal namun lebih pada deal politik... hiks... kecerdasan bukan dilihat dari hasil 3 hari menjawab soal tetapi kemampuan mengimplementasikan apa yg telah diperoleh selama 3 tahun berjibaku dan itu pun harus dinilai dengan adil dan merata...
semoga

semoga

dan semoga Indonesia segera menjadi lebih baik dengan generasi muda yg gigih dan jujur...

Anonymous said...

Maaf ya pak sebelumnya, saya salah satu peserta yg jujur UNAS di sekolah favorit tahun ini, dan terang-terangan saja soalnya memang banyak yg diatas kemampuan kami. Ada pula yg belum diajarkan. Itu untuk kami yg di ibukota. Bagaimana dengan yg di daerah? Teman saya di daerah jatim saja blg bahwa soal yg keluar di UNAS banyak yg tidak keluar di tryout mereka. Bukannya kami mengeluh pak, kami belajar dan berusaha semampu kami. Apa yg diajarkan guru, kami pahami. Apakah bapak menteri tidak melihat daerah lain, hanya memandang ibukota dan kota kota besar saja? Jangan bandingkan kami dengan kakak- kakak mahasiswa, kami baru akan mulai menjadi seperti mereka. Kalau nasib kami untuk menjadi mereka hanya ditentukan dalam 3 hari, dikemanakan usaha kami selama 3 tahun? Tidak percayakan bapak menteri kepada kami dan guru-guru kami?

Anonymous said...

betul sekali....soal bahasa dalam surat ini masih bisa di toleransi jadi bukan lagi menjadi masalah yg prioritas...dan yang menjadi prioritas gimana caranya merubah pola pendidikan di Indonesia...buat yang lain tetap semangat walau badai perubahan akan lama terjadi

Anonymous said...

perih, membaca curhatan adek2 yang menjalankan UNAS di atas. semoga menjadi pertimbangan buat bapak menteri agar lebih mementingkan kejujuran dibanding sebuah nilai karena mereka adalah calon pemimpin masa depan yang akan menentukan ke arah mana bangsa ini akan dibawa, mari renungkan kembali bahwa jika dibangku pendidikan saja mereka dihadapkan pada kecurangan krn adax rasa takut akan ketidaklulusan maka berikutx mereka akan menjadi KORUPTOR.....

Unknown said...

Semoga surat ini bisa dibaca oleh seluruh pelajar indonesia

Anonymous said...

Luar biasa......

Kudoakan....besuk kamu jadi menteri...dek!!!

Anonymous said...

Kresno waluyi, Telor walau dr dubur, walau pun begitu bermanfaat

zaenal abidin said...

saya lulus MAN, tahun 2002, waktu itu UAN , atau UN bukanlah menjadi penentu kelulusan, saat itu saya cukup menikmatinya,

Unknown said...

Aku suka kata kata yg digunakan....sopan sekali

Unknown said...

Aku suka kata kata yg digunakan....sopan sekali

Unknown said...

Semoga... kurikulum 2013 yang akan dilaksanakan bisa membawa perubahan wajah pendidikan Indonesia menjadi lebih baik lagi...
#Secara bertahap...

Anonymous said...

Secara pribadi saya salut sekali dengan pemikiran ini.... smoga dijadikan wacana utk para pendidik terutama para guru dan yang terkait.

Anonymous said...

Sya msih pya hrapan bhwa pendidikan di indonesia akan lebih baik

Unknown said...
This comment has been removed by the author.
jhe said...

Sya mdkung kalian, adik2ku....

Anonymous said...

hebat...neng...hebaaaat...saluut dech...saya dulu ga ada UNAS...tapi lulus karna ada EBTANAS..hehe, ya itu dia...terkadang tidak semua yang dianggap baik itu benar..., bagusnya kalo yang lolos jadi anggota dewan ikut UNAS dulu keren kayanya..heu

Anonymous said...

Syahdeini ini kepentingannya apa ya? Dimana ada bahasa yg tak sopan dari surat ini? Menantang salah? Lihat konteksnya, di sini si penulis menyampaikan aspirasinya, dengan bahasa terpelajar, sopan, dan gagasan yg cerdas ttg UAN. Beban soal yg terlalu berat hingga dia berani menantang menteri utk mengerjakan soal itu. Karena keterlaluan UAN ini. Pesan saya buat Syahdeni. Get a life!

Anonymous said...

HIdup kalian seharusnya tidak akan terhenti hanya dengan UNAS...
Pikiran kalian seharusnya tidak terprovokasi hanya karena UNAS
Kalian masih akan diuji dengan ujian ujian kehidupan lainnya untuk mengangkat derajat hidup kalian
masih panjang jalan kalian... dan masih berat perjuangan kalian sampai kesuksesan kalian peroleh
permasalahan UNAS hanya 2 jam dari panjangnya kehidupan kalian setelah itu...
mari sama sama pandang kedepan... tantangan apa yang akan kita hadapi
banyaklah bertanya sama orang bijak yang sudah banyak mengalami kesulitan dan akhirnya sukses

Setuju atau tidak setuju itu tergantung persepsi
UNAS hanya suatu mekanisme buatan manusia tentunya dengan tujuan baik
Ketentuan Kehidupan yang telah ditetapkan Allah SWT didalam Al Quran atau kitab suci lainnya saja sering di anggap menyulitkan
tidak adil, ribet, dll .... demikianlah kita jika menganggap kehidupan ini sulit

hidup ini adalah celah kecil antara kelahiran dan kematian
maka dalam celah kecil ini bersenang hatilah dan berhati hatilah dalam melangkah karena semua punya nilai resiko, tidak lupa bersyukur
dan terus berupaya membuat sesama bahagia... so.. enjoy every moment of life

Unknown said...

Keren, salut dah.

Anonymous said...

kalo kata Mario teguh zuperrr sekali ulasannya, saya mau menambahkan saja : menurut saya UNAS itu salah kaprah. Pendidikan di Indonesia menurut saya terlalu "materialistis" saya beri tanda kutip kenapa? karena terlalu mengejar materi tidak mempertimbangkan hal2 yang bersifat immaterial contoh : akhlak siswa tersebut. seharusnya juga mempertimbangkan nilai2 selama siswa tersebut belajar di sekolah tidak hanya dilihat dari segi nilai UNAS. Karena sdh terjadi siswa pintar yg direkrut masuk universitas negeri ada yg tidak lulus UNAS tapi yang biasa2 saja lulus UNAS

Anonymous said...

kalo UNAS ditiadakan, berarti duit korupsi si bapak menteri berkurang.. makanya unas gabisa ditiadakan ;;))

Anonymous said...

semoga direspon, kalau tidak direspon dan ditindaklanjuti yaa harp maklum krn mungkin panca indera dan hatinya sudah tidak peka atau bisa jadi ada keterbatasan kemampuan membuka jejaring sosial (blog, dll).

Anonymous said...

pak, syahdeini yang terhormat,,
coba bpk analisa kata kata bapak yang kurang sopan terhadap adek ini.

maunya mudah terus ya terbiasa mudah,
saya yakin kamu cuma kesel karena gak bisa jawab mungkin gak belajar. soal ujian juga pasti di
review dan di hitung dan dirapatkan dulu sebelum di buat. kalau kamu nantang kayak gini, gak sopan namanya.
mau jadi apa kamu nantinya kalau udah bertindak tidak sopan.
kata kamu bisa diganti dengan kata nak, dik,

yang gak sopan bpk atau adik?
jawab ya bpk.
kalo gak tau juga jawabnya tanya guru agama saya dulu,,
atau bpk dulu gak belajar agama??
bolos ya ayo gaku,,
jawab ya minggat kali...

Elizabeth T said...

Kresno Waluyo mahasiswa ITS ?.. kok ndak mutu gitu ya.. baca artikel gini saja ndak ngerti..gak heran komennya ngawur...

Anonymous said...

Kritik mu sangat bagus Dek. Semoga bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh Pak Mentri. Saya tidak tahu system UNAS sekarang, cm saya kira tidak jauh beda dengan saya dulu. Dulu saya juga mengalami hal yang sama, soal yg keluar dari standard dan sangat mustahil dikerjakan oleh murid SMA, tapi alhamdulillah saya waktu itu tetap berprinsip menjunjung kejujuran. Kamu benar, terkadang pengawas membiar kan kecurangan saat UNAS karena titipan pihak sekolah, dan teman2 saya leluasa mencontek jawaban siswa yg memang paling pintar di sekolah kami.Dan akhirnya memang nilai mereka tinggi semua.

Satu yg saya ingin garis bawahi di sini, percayalah bahwa Tuhan tidak tidur. Tetap lah memegang prinsip kejujuran dalam hidup. Itu yg saya lakukan saat itu, dan alhasil nilai matematika saya cuma 5. Tapi saya puas karena itu adalah hasil dari kemampuan saya. Dan aplikasinya dalam hidup, Tuhan tidak tidur, dalam karier saya, ada saja kemudahan yg saya dapat dan bila dibandingkan dengan teman2 saya dulu, mreka ga ada apa2 nya sekarang.

Itu hikmah yang saya ambil. Satu hal nasehat orang tua saya yg saya ingat tentang hal ini, bila kamu mengawali sesuatu dengan kecurangan, seperti UAN ini sbg pijakan awal mu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, atau kecurangan saat mendapatkan pekerjaan, ingat lah gaji yang kamu makan akan berasal dari yg tidak baik dan itu akan maauk dalam dah daging mu, anak2 mu dan kelak cucu mu. Naudzubillah.

Jadi jgn menyerah, setiap kesulitan akan ada jalan penyelesaian nya, dan tetap lah menjunjung tinggi kejujuran bahkan hingga tidak ada lagi org yg jujur di negeri ini. Semoga keluh kesah mu didengar dan di jadikan bahan pertimbangan oleh pak menteri untuk kebaikan pendidikan Indonesia ke depan.

Kakak yang satu prinsip dengan mu, FB (Pnb Tempur TNI AU-SMU 1 Pku)

Anonymous said...

syahdeni kabor

Unknown said...

Syahdeini...bego loe..

Pulsa Blog said...

hahaha!!! bener banget tuh...

zq zaki said...

sudah beberapa tahun belakangan ini, sungguh prihatin dengan dunia pendidikan... terutama pendidikan dasar termasuk SD, SMP, SMA dan sederajat... :'(

«Oldest ‹Older   1 – 200 of 968   Newer› Newest»

Post a Comment

SAHABAT YANG BAIK SENANTIASA MEMBERIKAN KOMENTAR YANG BAIK PULA