Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Friday 9 May 2014

MENDIKBUD DITANTANG SISWA SMA

Dilematika Unas: Saat Nilai Salah Bicara

oleh: Nurmillaty Abadiah

 

Sebuah surat terbuka, untuk Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat,
di tempat.

16. Mencontek adalah sebuah perbuatan…

a. terpaksa

b. terpuji

c. tercela

d. terbiasa



Ardi berhenti di soal nomor enam belas itu, salah satu soal ulangan Budi Pekerti semasa dia kelas 2 SD dulu. Ia tertegun, dan hatinya berdenyut perih saat dilihatnya sebuah coretan menyilang pilihan jawaban C. Coretan tebal, panjang, ciri khas si Ardi kecil yang menjawab nomor itu tanpa ragu, melainkan dengan penuh keyakinan…



Handphonenya berdering pelan, sebuah SMS masuk. Ardi membukanya, dan ia menghela nafas dalam-dalam begitu membaca isinya.



Jadi gimana Di, ikutan pakai ‘itu’ nggak?



Barangkali bukan kebetulan Ardi menemukan soal-soal ulangan SD-nya saat ia mau mencari buku-buku lamanya, barangkali bukan kebetulan Ardi membaca soal nomor enam belas dan jawaban polosnya itu, sebab denyut perih di hatinya baru mereda setelah ia mengirim sebaris kalimat yakin…



Nggak, Jo, aku mau jujur aja.



Sebuah balasan pahit mampir selang beberapa detik setelahnya,



Ah, cemen kamu.



Tapi tidak, Ardi tak goyah. Ia mengulum senyum dan batinnya berbisik pelan, salah, Jo. 



Jujur itu keren.






UNAS. Sebuah jadwal tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk mengevaluasi hasil belajar siswa selama tahun-tahun sebelumnya. Sebuah penentu kelayakan seorang siswa untuk lulus dari jenjang pendidikan yang sudah dia jalani atau tidak. UNAS sudah sejak lama ada, meliputi berbagai tingkat pendidikan, mulai dari SD, SMP, sampai yang terakhir, yakni SMA. Sudah sejak lama pula UNAS menuai pro dan kontra, yang mana rupanya kontra itu belakangan ini berhasil 'memaksa' pemerintah untuk menghapuskan UNAS di tingkatan SD. Sedang untuk tingkat SMP dan SMA, kemungkinan itu masih harus menunggu.


Tiap kali UNAS akan digelar, seluruh elemen masyarakat ikut tertarik ke dalam pusaran perbincangannya. Perdebatan tentang perlu-tidaknya diadakan UNAS tak pernah absen dari obrolan ringan di warung kopi, dan acara-acara yang mengklaim ingin memotivasi para peserta UNAS pun bermunculan di berbagai channel televisi. Di sela-sela program motivasi itu, jikalau ada sesi tanya-jawab, hampir bisa dipastikan akan ada seorang partisipan yang melempar tanya:


"Bagaimana dengan kecurangan UNAS?"


Ah, ya, UNAS memang belum pernah lepas dari ketidakjujuran.


Sekarang, jangan marah jika saya bilang bahwa UNAS identik dengan kecurangan. Sebab jika tidak, pertanyaan itu tidak akan terlalu sering terdengar. Tapi nyatanya, semakin lama pertanyaan itu semakin berdengung di tiap sudut daerah yang punya lembaga pendidikan; dan tahukah apa yang menyedihkan? Yang paling menyedihkan adalah saat lembaga-lembaga pendidikan itu, tempat kita belajar mengeja kalimat 'kejujuran adalah kunci kesuksesan' itu, hanya mampu tersenyum tipis dan menahan kata di depan berita-berita ketidakjujuran yang simpang-siur di berbagai media.


UNAS dengan segala problematika dan dilematika yang dibawanya memang tak pernah habis untuk dikupas, dan sayangnya ia tak pernah bosan pula menemui jalan buntu. Dari tahun ke tahun selalu ada laporan tentang kecurangan, tetapi ironisnya setiap tahun itu pula pemerintah tetap tersenyum dan mengabarkan dengan bahagia bahwa 'UNAS tahun ini mengalami peningkatan, kelulusan tahun ini mengalami kenaikan, rata-rata tahun ini mengalami kemajuan', dan hal-hal indah lainnya. Dulu, saat saya belum menginjak kelas tiga, saya berpikir bahwa grafik itu benar adanya dan saya pun terkagum-kagum oleh peningkatan pendidikan yang dialami oleh generasi muda Indonesia.


Tetapi sekarang, sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS... dengan berat hati saya mengaku bahwa saya tidak bisa lagi percaya pada dongeng-dongeng itu. Sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS, saya justru punya banyak pertanyaan yang saya pendam dalam hati saya. Banyak beban pikiran yang ingin saya utarakan kepada Bapak Menteri Pendidikan. Tapi tenang saja, Bapak tidak perlu menjadi pembaca pikiran untuk tahu semua itu, karena saya akan menceritakannya sedikit demi sedikit di sini. Dari berbagai kekalutan dan tanda tanya yang menyesaki otak sempit saya, saya merumuskannya menjadi tiga poin penting...


Pertama, tentang kesamarataan bobot pertanyaan-pertanyaan UNAS, yang tahun ini Alhamdulillah ada dua puluh paket.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat... pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Bahasa Indonesia bisa membuat 20 soal yang berbeda, dengan tingkat kesulitan yang sama, untuk satu SKL saja? Pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Biologi membuat 20 soal yang berbeda, dengan taraf kesulitan yang sama, hanya untuk satu indikator 'menjelaskan fungsi organel sel pada tumbuhan dan hewan'?


Menurut otak sempit saya, sejujurnya, itu mustahil. Mau tidak mau akan ada satu tipe soal yang memuat pertanyaan dengan bobot lebih susah dari tipe lain. Hal ini jelas tidak adil untuk siswa yang kebetulan apes, kebetulan mendapatkan tipe dengan soal susah sedemikian itu. Sebab orang tidak akan pernah peduli apakah soal yang saya terima lebih susah dari si A atau tidak. Manusia itu makhluk yang seringkali terpaku pada niai akhir, Pak. Orang tidak akan pernah bertanya, 'tipe soalmu ada berapa nomor yang susah?' melainkan akan langsung bertanya, 'nilai UNASmu berapa?'.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, di sini Bapak akan beralasan, barangkali, bahwa jika siswa sudah belajar, maka sesusah apapun soalnya tidak akan bermasalah. Tapi coba ingat kembali, Pak, apa sih tujuan diadakannya Ujian Nasional itu? Membuat sebuah standard untuk mengevaluasi siswa Indonesia, 'kan? Untuk menetapkan sebuah garis yang akan jadi acuan bersama, 'kan? Sekarang, bagaimana bisa UNAS dijadikan patokan nasional saat antar paket saja ada ketidakmerataan bobot soal? Ini belum tentang ketidakmerataan pendidikan antar daerah, lho, Pak.


Kedua, tentang pertanyaan-pertanyaan UNAS tahun ini, yang, menurut saya, menyimpang dari SKL.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya tahu Bapak sudah mengklarifikasinya di twitter, bahwa soal tahun ini bobot kesulitannya di naikkan sedikit (saya tertawa miris di bagian kata 'sedikit' ini). Tapi, aduh, jujur saya bingung juga Pak bagaimana menanggapinya. Pertama, bobot soal kami dinaikkan hanya sampai standard Internasional. Kedua, konfirmasi itu Bapak sampaikan setelah UNAS selesai. Saya jadi paham kenapa di sekolah saya disiapkan tabung oksigen selama pelaksanaan UNAS. Mungkin sekolah khawatir kami pingsan saking bahagianya menemui soal-soal itu, 'kan?


Bapak, saya tidak mengerti, benar-benar tidak mengerti... apa yang ada di pikiran Bapak-Bapak semua saat membuat, menyusun, dan mencetak soal-soal itu? Bapak mengatakan di twitter Bapak, 'tiap tahun selalu ada keluhan siswa karena soal yang baru'. Tapi, Pak, sekali ini saja... sekali ini saja saya mohon, Bapak duduk dengan santai, kumpulkan contoh soal UNAS tahun dua ribu sebelas, dua ribu dua belas, dua ribu tiga belas, dan dua ribu empat belas. Dengan kepala dingin coba Bapak bandingkan, perbedaan tingkat kesulitan dua ribu sebelas dengan dua ribu dua belas seperti apa. Perbedaan bobot dua ribu dua belas dengan dua ribu tiga belas seperti apa. Dan pada akhirnya, coba perhatikan dan kaji baik-baik, perbedaan tipe dan taraf kerumitan soal dua ribu tiga belas dengan dua ribu empat belas itu seperti apa.


Kalau Bapak masih merasa tidak ada yang salah dengan soal-soal itu, saya ceritai sesuatu deh Pak. Bapak tahu tidak, saat hari kedua UNAS, saya sempat mengingat-ingat dua soal Matematika yang tidak saya bisa. Saya ingat-ingat sampai ke pilihan jawabannya sekalipun. Kemudian, setelah UNAS selesai, saya pergi menghadap ke guru Matematika saya untuk menanyakan dua soal itu. Saya tuliskan ke selembar kertas, saya serahkan ke beliau dan saya tunggu. Lalu, hasilnya? Guru Matematika saya menggelengkan kepalanya setelah berkutat dengan dua soal itu selama sepuluh menit. Ya... beliau bilang ada yang salah dengan kedua soal itu. Tetapi yang ada di kepala saya hanya pertanyaan-pertanyaan heran...


Bagaimana bisa Bapak menyuruh saya menjawab sesuatu yang guru saya saja belum tentu bisa menjawabnya?


Tidak diuji dulukah kevalidan soal-soal UNAS itu?


Bapak ujikan ke siapa soal-soal itu? Para dosen perguruan tinggi? Mahasiswa-mahasiswa semester enam?


Lupakah Bapak bahwa nanti yang akan menghadapi soal-soal itu adalah kami, para pelajar kelas tiga SMA dari seluruh Indonesia?


Haruskah saya ingatkan lagi kepada Bapak bahwa di Indonesia ini masih ada banyak sekolah-sekolah yang jangankan mencicipi soal berstandard Internasional, dilengkapi dengan fasilitas pengajaran yang layak saja sudah sujud syukur?


Etiskah menuntut sebelum memberi?


Etiskah memberi kami soal berstandard Internasional di saat Bapak belum mampu memastikan bahwa seluruh Indonesia ini siap untuk soal setingkat itu?


Pada bagian ini, Bapak mungkin akan teringat dengan berita, 'Pelajar Mengatakan bahwa UNAS Menyenangkan'. Kemudian Bapak akan merasa tidak percaya dengan semua yang sudah saya katakan. Kalau sudah begitu, itu hak Bapak. Saya sendiri juga tidak percaya kenapa ada yang bisa mengatakan bahwa UNAS kemarin menyenangkan. Awalnya saya malah mengira bahwa itu sarkasme, sebab sejujurnya, tidak sedikit teman-teman saya yang menangis sesudah mengerjakan Biologi. Mereka menangis lagi setelah Matematika dan Kimia. Lalu airmata mereka juga masih keluar seusai mengerjakan Fisika. Sekarang, di mana letak 'UNAS menyenangkan' itu? Bagi saya, hanya ada dua jawabannya; antara narasumber berita itu memang sangat pintar, atau dia menempuh jalan pintas...


Jalan pintas itu adalah hal ketiga yang menganggu pikiran saya selama UNAS ini. Sebuah bentuk kecurangan yang tidak pernah saya pahami mengapa bisa terjadi, yaitu joki.


Mengapa saya tidak paham joki itu bisa terjadi? Sebab, setiap tahun pemerintah selalu gembar-gembor bahwa "Soal UNAS aman! Tidak akan bocor! Pasti terjamin steril dan bersih!", tetapi ketika hari H pelaksanaan... voila! Ada saja joki yang jawabannya tembus. Jika bocor itu paling-paling hanya lima puluh persen benar, ini ada joki yang bisa sampai sembilan puluh persen akurat. Sembilan puluh persen! Astaghfirullah hal adzim, itu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir. Kemudian ajaibnya pula, yang sudah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi hal ini sepanjang yang saya lihat baru satu: menambah tipe soal! Kalau sewaktu saya SD dulu tipe UNAS hanya satu, sewaktu SMP beranak-pinak menjadi lima. Puncaknya sewaktu SMA ini, berkembang-biak menjadi 20 paket soal. Pemerintah agaknya menganggap bahwa banyaknya paket soal akan membuat jawaban joki meleset dan UNAS dapat berjalan mulus, murni, bersih, sebersih pakaian yang dicuci pakai detergen mahal.


Iya langsung bersih cling begitu, toh?


Nyatanya tidak.


Sekalipun dengan 20 paket soal, joki-joki itu rupanya masih bisa memprediksi soal sekaligus jawabannya. Peningkatan jumlah paket itu hanya membuat tarif mereka makin naik. Setahu saya, mereka bahkan bisa menyertakan kalimat pertama untuk empat nomor tententu di tiap paket agar para siswa bisa mencari yang mana paket mereka. Lho, kok bisa? Ya entah. Tidak sampai di sana, jawaban yang mereka berikan pun bisa tembus sampai di atas sembilan puluh persen. Lho, kok bisa? Ya sekali lagi, entah. Seperti yang saya bilang, kalau sudah sampai sembilan puluh persen akurat begitu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir bandang. Saat joki sudah bisa menyertakan soal, bukan hanya jawaban, maka adalah sebuah misteri Ilahi jika pemerintah masih sanggup bersumpah tidak ada main-main dari pihak dalam.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya memang hanya pelajar biasa. Tapi saya juga bisa membedakan mana jawaban yang mengandalkan dukun dan mana jawaban yang didapat karena sempat melihat soal. Apa salah kalau akhirnya saya mempertanyakan kredibilitas tim penyusun dan pencetak soal? Sebab jujur saja, air hujan tidak akan menetesi lantai rumah jika tidak ada kebocoran di atapnya.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat... tiga hal yang saya paparkan di atas sudah sejak lama menggumpal di hati dan pikiran saya, menggedor-gedor batas kemampuan saya, menekan keyakinan dan iman saya.


Pernah terpikirkah oleh Bapak, bahwa tingkat soal yang sedemikian inilah yang memacu kami, para pelajar, untuk berbuat curang? Jika tidak... saya beritahu satu hal, Pak. Ada beberapa teman saya yang tadinya bertekad untuk jujur. Mereka belajar mati-matian, memfokuskan diri pada materi yang diajarkan oleh para guru, dan berdoa dengan khusyuk. Tetapi setelah melihat soal yang tidak berperikesiswaan itu, tekad mereka luruh. Saat dihadapkan pada soal yang belum pernah mereka lihat sebelumnya itu, mereka runtuh. Mereka menangis, Pak. Apa kesalahan mereka sehingga mereka pantas untuk dibuat menangis bahkan setelah mereka berusaha keras? Beberapa dari mereka terpaksa mengintip jawaban yang disebar teman-teman, karena dihantui oleh perasaan takut tidak lulus. Beberapa lainnya hanya bisa bertahan dalam diam, menggenggam semangat mereka untuk jujur, berdoa di antara airmata mereka... berharap Tuhan membantu.


Saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan teman-teman yang terpaksa curang setelah mereka belajar tetapi soal yang keluar seperti itu. Kami mengemban harapan dan angan yang tak sedikit di pundak kami, Pak. Harapan guru. Harapan sekolah. Harapan orangtua. Semakin jujur kami, semakin berat beban itu. Sebelum sampai di gerbang UNAS, kami telah melewati ulangan sekolah, ulangan praktek, dan berbagai ulangan lainnya. Tenaga, biaya, dan pikiran kami sudah banyak terkuras. Tetapi saat kami menggenggam harapan dan doa, apa yang Bapak hadapkan pada kami? Soal-soal yang menurut para penyusunnya sendiri memuat soal OSN. Yang benar saja, Pak. Saya tantang Bapak untuk duduk dan mengerjakan soal Matematika yang kami dapat di UNAS kemarin selama dua jam tanpa melihat buku maupun internet. Jika Bapak bisa menjawab benar lima puluh persen saja, Bapak saya akui pantas menjadi Menteri. Kalau Bapak berdalih 'ah, ini bukan bidang saya', lantas Bapak anggap kami ini apa? Apa Bapak kira kami semua ini anak OSN? Apa Bapak kira kami semua pintar di Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris sekaligus? Teganya Bapak menyuruh kami untuk lulus di semua bidang itu? Sudah sepercaya itukah Bapak pada kecerdasan kami?


Tidak.


Tentu saja Bapak tidak sepercaya itu pada kami. Sebab jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sampai terpikir untuk membuat dua puluh paket soal, padahal lima paket saja belum tentu bobot soal kelima paket itu seratus persen sama. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sengaja meletakkan persentase UNAS di atas persentase nilai sekolah untuk nilai akhir kami, padahal belum tentu kemurnian nilai UNAS itu di atas kemurnian nilai sekolah. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan merasa perlu untuk melakukan sidak. Jika Bapak percaya... mungkin Bapak bahkan tidak akan merasa perlu untuk mengadakan UNAS.



.........


.........


.........


Anda akan mengatakan kalimat klise itu, Pak, bahwa nilai itu tidak penting, yang penting itu kejujuran.


Tapi tahukah, bahwa kebijakan Bapak sangat kontradiktif dengan kata-kata Bapak itu? Bapak memasukkan nilai UNAS sebagai pertimbangan SNMPTN Undangan. Bapak meletakkan bobot UNAS (yang hanya berlangsung tiga hari tanpa jaminan bahwa siswa yang menjalani berada dalam kondisi optimalnya) di atas bobot nilai sekolah (yang selama tiga tahun sudah susah payah kami perjuangkan) dalam rumus nilai akhir kami. Bapak secara tidak langsung menekankan bahwa UNAS itu penting, dan itulah kenyataannya, Pak. Itulah kenyataan yang membuat kami, para pelajar, goyah. Takut. Tertekan. Tahukah Bapak bahwa kepercayaan diri siswa mudah hancur? Pertahanan kami semakin remuk ketika kami dihadapkan oleh soal yang berada di luar pengalaman kami. Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelumnya? Bahwa soal yang di luar kemampuan kami, soal yang luput Bapak sosialisasikan kepada kami meskipun persiapan UNAS tidak hanya satu-dua minggu dan Bapak sebetulnya punya banyak kesempatan jika saja Bapak mau, sesungguhnya bisa membuat kami mengalami mental breakdown yang sangat kuat? Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelum memutuskan untuk mengeluarkan soal-soal tidak berperikesiswaan itu dalam UNAS, yang notabene adalah penentu kelulusan kami?


Pada akhirnya, Pak, izinkan saya untuk mengatakan, bahwa apa yang sudah Bapak lakukan sejauh ini tentang UNAS justru hanya membuat kecurangan semakin merebak. Bapak dan orang-orang dewasa lainnya sering mengatakan bahwa kami adalah remaja yang masih labil. Masih dalam proses pencarian jati diri. Sering bertingkah tidak tahu diri, melanggar norma, dan berbuat onar. Tapi tahukah, ketika seharusnya Bapak selaku orangtua kami memberikan kami petunjuk ke jalan yang baik, apa yang Bapak lakukan dengan UNAS selama tiga hari ini justru mengarahkan kami kepada jati diri yang buruk. Tingkat kesulitan yang belum pernah disosialisasikan ke siswa, joki yang tidak pernah diusut sampai tuntas letak kebocorannya, paket soal yang belum jelas kesamarataan bobotnya, semua itu justru mengarahkan kami, para siswa, untuk mengambil jalan pintas. Sekolah pun ditekan oleh target lulus seratus persen, sehingga mereka diam menghadapi fenomena itu alih-alih menentang keras. Para pendidik terdiam ketika seharusnya mereka berteriak lantang menentang dusta. Kalau perlu, sekalian jalin kesepakatan dengan sekolah lain yang kebetulan menjadi pengawas, agar anak didiknya tidak dipersulit.


Sampai sini, masih beranikah Bapak katakan bahwa tidak ada yang salah dengan UNAS? Ada yang salah, Pak. Ada lubang yang menganga sangat besar tidak hanya pada UNAS tetapi juga pada sistem pendidikan di negeri ini. Siapa yang salah? Barangkali sekolah yang salah, karena telah membiarkan kami untuk menyeberang di jalur yang tak benar. Barangkali kami yang salah, karena kami terlalu pengecut untuk mempertahankan kejujuran. Barangkali joki-joki itu yang salah, karena mereka menjual kecurangan dan melecehkan ilmu untuk mendapat uang.


Tapi tidak salah jugakah pemerintah? Tidak salah jugakah tim penyusun UNAS? Tidak salah jugakah tim pencetak UNAS? Ingat Pak, kejahatan terjadi karena ada kesempatan. Bukankah sudah menjadi tugas Bapak selaku yang berwenang untuk memastikan bahwa kesempatan untuk berlaku curang itu tidak ada?


Mungkin Bapak tidak akan percaya pada saya, dan Bapak akan berkata, "Kita lihat saja hasilnya nanti."


Kemudian sebulan lagi ketika hasil yang keluar membahagiakan, ketika angka delapan dan sembilan bertebaran di mana-mana, Bapak akan melupakan semua protes yang saya sampaikan. Bapak akan menganggap ini semua angin lalu. Bapak akan berpesta di atas grafik indah itu, menggelar ucapan selamat kepada mereka yang lulus, kepada tim UNAS, kepada diri Bapak sendiri, dan Bapak akan lupa. Bapak yang saya yakin sudah berkali-kali mendengar pepatah 'don't judge a book by its cover', akan lupa untuk melihat ke balik kover indah itu. Bapak akan melupakan kemungkinan bahwa yang Bapak lihat itu adalah hasil kerja para 'ghost writer UNAS'. Bapak akan lupa untuk bertanya kepada diri Bapak, berapa persen dari grafik itu yang mengerjakan dengan jujur? Kemudian Bapak akan memutuskan bahwa Indonesia sudah siap dengan UNAS berstandard Internasional, padahal kenyataannya belum. Joki-jokinyalah yang sudah siap, bukan kami. Mengerikan bukan, Pak, efek dari tidak terusut tuntasnya joki di negeri ini? Mengerikan bukan, Pak, ketika kebohongan menjelma menjadi kebenaran semu?


Bapak, tiga hari ini, kami yang jujur sudah menelan pil pahit. Pil pahit karena ketika kami berusaha begitu keras, beberapa teman kami dengan nyamannya tertidur pulas karena sudah mendapat wangsit sebelum ulangan. Pil pahit karena ketika kami masih harus berjuang menjawab beberapa soal di waktu yang semakin sempit, beberapa teman kami membuat keributan dengan santai, sedangkan para pengawas terlalu takut untuk menegur karena sudah ada perjanjian antar sekolah. Pil pahit, karena kami tidak tahu hasil apa yang akan kami terima nanti, apakah kami bisa tersenyum, ataukah harus menangis lagi...


Berhentilah bersembunyi di balik kata-kata, "Saya percaya masih ada yang jujur di generasi muda kita". Ya ampun Pak, kalau hanya itu saya juga percaya. Tetapi masalahnya bukan ada atau tidak ada, melainkan berapa, dan banyakan yang mana? Sebab yang akan Bapak lihat di grafik itu adalah grafik mayoritas. Bagaimana jika mayoritas justru yang tidak jujur, Pak? Cobalah, untuk kali ini saja tanyakan ke dalam hati Bapak, berapa persen siswa yang bisa dijamin jujur dalam UNAS, dibandingkan dengan yang hanya jujur di atas kertas?


(Ngomong-ngomong, Pak, banyak dosa bisa menyebabkan negara celaka. Kalau mau membantu mengurangi dosa masyarakat Indonesia, saya punya satu usul efektif. Hapuskan kolom 'saya mengerjakan ujian dengan jujur' dari lembar jawaban UNAS.)


UNAS bukan hal remeh, Pak, sama sekali bukan; terutama ketika hasilnya dijadikan parameter kelulusan siswa, parameter hasil belajar tiga tahun, sekaligus pertimbangan layak tidaknya kami untuk masuk universitas tujuan kami. Jika derajat UNAS diletakkan setinggi itu, mestinya kredibilitas UNAS juga dijunjung tinggi pula. Mestinya tak ada cerita tentang soal bocor, bobot tidak merata, dan tingkat kesulitan luput disosialisasikan ke siswa.


Kejujuran itu awalnya sakit, tapi buahnya manis.


Dan saya tahu itu, Pak.


Tapi bukankah Pengadilan Negeri tetap ada meski kita semua tahu keadilan pasti akan menang?


Bukankah satuan kepolisian masih terus merekrut polisi-polisi baru meski kita semua tahu kebenaran pasti akan menang?


Dan bukankah itu tugas Bapak dan instansi-instansi pendidikan, untuk menunjukkan pada kami, para generasi muda, bahwa kejujuran itu layak untuk dicoba dan tidak mustahil untuk dilakukan?


Kejujuran itu awalnya sakit, buahnya manis.


Tapi itu bukan alasan bagi Bapak untuk menutup mata terhadap kecurangan yang terjadi di wilayah kewenangan Bapak.


Kami yang berusaha jujur masih belum tahu bagaimana nasib nilai UNAS kami, Pak. Tapi barangkali hal itu terlalu remeh jika dibandingkan dengan urusan Bapak Menteri yang bejibun dan jauh lebih berbobot. Maka permintaan saya mewakili teman-teman pelajar cuma satu; tolong, perbaikilah UNAS, perbaikilah sistem pendidikan di negeri ini, dan kembalikan sekolah yang kami kenal. Sekolah yang mengajarkan pada kami bahwa kejujuran itu adalah segalanya. Sekolah yang tidak akan diam saat melihat kadernya melakukan tindak kecurangan. Kami mulai kehilangan arah, Pak. Kami mulai tidak tahu kepada siapa lagi kami harus percaya. Kepada siapa lagi kami harus mencari kejujuran, ketika lembaga yang mengajarkannya justru diam membisu ketika saat untuk mengamalkannya tiba...





Dari anakmu yang meredam sakit,




Pelajar yang baru saja mengikuti UNAS.


=====================================================

sumber:  KLIK DI SINI!!!


 

969 komentar:

«Oldest   ‹Older   601 – 800 of 969   Newer›   Newest»
Unknown said...

keren banget tulisannya,saya yakin pasti kamu menulis ini tidak sendirian.....hahahhhahahaha

Unknown said...

terlepas dari topik bahasan UNAS, sepenuh hati aku pengen bilang ko tulisanmu bener2 keren dan menggugah perasaan pembaca. keep writing yah ^_^
semangat :)

yusi said...

Pedihhh bangettt... Kalo saya yg ngalami udah 'lewat' kali ..
be strong Dik, tulisanmu menunjukkan kualitas dirimu yg jauh melampaui & tak dapat dinilai oleh ujian sekolah manapun! You'll be fine and you'll shining brightly.

riza aranda said...

goblok kamu nak, kalau malas belajar gimana bisa ngerjain soal

Unknown said...

waahhh kereenn (y)

virtual home said...

Amazing....

Semoga ada jalan keluar untuk UNAS yg akan datang agar siswa tidak merasa terbebani...

virtual home said...

Amazing....semoga ada jalan keluar untuk UNAS yang akan datang agar siswa tidak merasa terbebani....

Anonymous said...

maksud kementrian pendidikan itu pasti bagus kok sebenernya,,,
tapi mungkin bagi adik2 kita semua itu masalah yang besar karena kelulusan adalah faktor yang paling menentukan bagi adik2 sd, smp, sma...
saya tidak menyalahkan adik2 kalo dirasa soal sangat sulit,, saya juga tidak menyalahkan pemerintah dalam hal ini kementrian pendidikan,, karena maksud kementrian pendidikan pasti baik,, tidak mungkin kementrian pendidikan bermaksud agar adik2 sd, smp, sma tidak lulus... tapi agar bangsa kita tidak selalu berharap kelulusan adalah sesuatu hal yang pasti di dunia ini... saya pun pernah mengalami ujian sekolah... dan saat ini saya sudah bekerja... dan saya ingin kembali sekolah karena menurut saya, saya masih banyak ilmu yang benar2 belum saya serap dengan baik saat sekolah...
karena jujur... lama kelamaan pemuda Indonesia ini sangat manja... dahulu jaman saya sekolah dipukul guru (tentusaja tidak keras) / dimarahi guru itu hal yang biasa agar tidak menjadi orang yang tegar... tapi pemuda jaman sekarang terlalu banyak mengeluh,,, yang guru seperti inilah guru seperti itulah... dan sampai2 melaporkan guru kita ke polisi... sunggu keterlaluan seorang anak yang melaporkan bapak/ibunya sendiri kepolisi...
bila adik2 sudah bekerja barulah kalian mengerti apa yang diperjuangkan bapak2/ibu2 kita di kementrian pendidikan...
itu bapak kalian sendiri adik2... menantang orang tua sama dengan menantang Tuhan... jelas tindakan adik2 salah....

Anonymous said...

Boleh jadi kamu membenci sesuatu,padahal ia amat baik bagimu.,"( Al Baqarah:216

kata kata mutiara said...

Semoga artikel ini sampai dibaca oleh orang-orang yang berwenang di kementiran pendidikan. Salut untuk penulis.

Alabisa.com said...

Kenapa gak dari dulu saya kan sudah lulus sekarang hahaha

Unknown said...

Subhanalah.. miris bacanya smpe berkaca kaca

Unknown said...

Joki unas itu memang benar adanya. Karna saya bisa lulus unas atas bantuan para joki yang mengirimi saya jawaban unas tepat jam 5 pagi dihari unas dilaksanakan. Dan jawaban itu 90% benar. Buktinya nilai unas yg saya dapat hampir mendekati sempurna bahkan ada yg sempurna

Unknown said...

Joki unas itu memang benar adanya. Karna saya bisa lulus unas atas bantuan para joki yang mengirimi saya jawaban unas tepat jam 5 pagi dihari unas dilaksanakan. Dan jawaban itu 90% benar. Buktinya nilai unas yg saya dapat hampir mendekati sempurna bahkan ada yg sempurna

Unknown said...

semangat buat generasi selanjutnya :D
buat nur ulil amri, semangat ya deg walaupun ada segelintir orang yang gak suka sam tulisan kamu :)

Espada said...

Saya mengalami nya sekarang , saya membantu mereka. alhasil nilai mereka lebih besar dari saya.

saya benci ini semua. persetan dengan UN

Anonymous said...

Kecewa berat bc komen sdr kresno waluyo.. sy alumni ITS dan sgt bangga dg adik kt ini,berani menyampaikan kebenaran kpd khalayak ttg bobroknya sisdiknas kt..

ToT!! said...

wehhh mantap tu sis ada berita terupdatenya lagi nda .......

Unknown said...

good job,,,, semoga pak mentri terbuka hati dan pikiranya amin,,, anak anak indonesia ingin semua dapatkan pendidikan bukan dapatkan tekanan dengan adanya otoritas yg gak jelas,,, salam dari anak' bangsa,,,,

Unknown said...

Mungkin untuk soal yg susah siswa yg berpikir pasti lama jawabnya
tapi buat siswa yang sekolah hanya cukup membawa 1 buku tulis itu sangat gampang untuk dikerjakan karena sebelum unas pun mereka sudah di pastikan LULUS oleh sekolah mereka
Jadi bisa kita bayangkan kemunduran bangsa ini

Anonymous said...

Tulisan adik Insya Allah dapat membantu banyak orang untuk melihat UNAS dari perspektif seorang siswa . Setelah membaca saya mengerti kesulitan yang dihadapi di UNAS, namun UNAS tidak dapat diubah dengan mudah ,setidaknya tanpa memberikan solusi yang feasible untuk menggantikan sistem UNAS di Indonesia UNAS masih akan tetap diberlakukan dengan perubahan minor

Anonymous said...

Zaman dulu ada UN namanya Ebtanas ...kalau dulu wkt SD ada 5 mata pelajaran yg diujikan...zaman skrg ada 3 mata pelajaran yg diujikan, dulu wkt SMP ada 5 mata pelajaran yg diujikan skrg ada 4...dulu wkt SMA ada 7 mata pelajaran yg diujikan..sekarang ada 6...Berarti banyakan zaman saya...

Anonymous said...

Izin share buat kak Nurmillaty Abadiah

Vio said...

Iya saya juga heran. Dulu nilai UN itu susah banget didapat, kalau nilai 7 di NEM -entah apa namanya sekarang- nilainya asli 7 artinya sesuai kemampuan siswa. Tapi sekarang sepertinya mudah sekali mendapat nilai 9. Bukannya saya meremehkan, saya tinggal di daerah kos anak2 SMA. Kebetulan ada yg saya kenal, kalau dinilai sehari-hari, anak ini ga pintar atau cerdas. Dikelaspun selalu masuk 10 peringkat terbawah. Begitu selesai UNAS, nilai yg tertera antara 8 atau 9. Saya kaget. Dia lantas cerita, ada kunci jawaban yg dismskan dimalam hari menjelang ujian. Ini menandakan ada yang salah dgn sistem pendidikan di Indonesia. Entah dimananya? Apa karena mengejar peningkatan grafik lantas kejujuran diabaikan? Sebegitu pentingnyakah grafik2 itu? Saya sungguh berharap dimasa yang akan datang, sistem pendidikan lebih mengutamakan fasilitas penunjang yang sama dan rata di Indonesia. Setelah sistem dan fasilitasnya memadai, saya yakin dengan seyakin-yakinnya, bahwa grafik2 itu meningkat dengan sendirinya

Dagangku corps said...

Semoga anak smanya menang







Lowongan Magang kerja perusahaan jepang gaji 15-25 juta/Bulan

Magang Jepang Non IMM
Progam Magang Jepang
Magang Jepang Depnakertrans
Loker SMA SMK

blogger bumi lasinrang said...

semoga UAN akan dihapus suatu hari nanti memang menyusahkan sekali buat siswa buat guru juga

your destiny said...

mentrinya uda out :v

Unknown said...

syahdeini..mgkin alesan anda komen bgtu ;

1.karena pernah putus sekolah...(sehingga ga prnh ngerasain namanya unas).

2.atau karena anda tdk prnh punya anak, sehingga tdk peka dgn "curhat briliant" dari seorg anak??

3.kelaut aja gihh...

Anonymous said...

Anda produk tahun berapa? dibawah tahun 90an hanya ada EBTA dan EBTANAS sebagai penentu kelulusan, fine aja tuh, banyak yang jadi orang hebat, teman-teman saya bahkan sudah S teler semua (kalo ada S10 mereka masih pengen kok), saya miris lihat anak saya pulang sambil nangis gara-gara ngga lulus ujian, padahal bukan hanya saya, teman permainannya, teman sekolahnya bahkan gurunya menyatakan bakal lulus ujian SMA, nyatanya dengan UAN GAGAL TOTAL, hancur usahanya yang sudah diperjuangkannya selama berbulan-bulan...........

Unknown said...

Semoga menteri pendidikan tersadarkan oleh surat tulisan pelajar ini.

Anonymous said...

aku jadi teringat unas 4 tahun lalu

pak mentri kan cuman menang titel aja....
gak ada secuil pun berfikir ke depannya....
apa dia gak tau banyak siswa yang bunuh diri karna gak lulus?
apa dia gak mikir siswa yg bunuh diri karna g lulus itu, suatu pembunuhan gak langsung???
apa mau dikata....ini lah Indonesia....ya....Indonesia.....

Unal doto said...

ini lah orang indonesia , kapan maju nya kalau kayak gini ? cuman UJIAN NASIONAL aja ngeluh , belum taukan gmana skripsi itu di coret - coret? Orang orang tua kita kok gak ada yang ngeluh ya masalah UN ni , dahulu mana ada dapat bocoran kayak SEKARANG , udah dapat bocoran pun masi juga ngeluh . DISURUH UNTUK PINTAR AJA GAK MAU , MUNGKIN KALAU GAK ADA SKOLAH ATAU PENDIDIKAN SENANG YA ? BISA MAIN MAIN TIAP HARI, NTAHLAH ANAK SEKOLAH SEKARANG NI :)

Unal doto said...

ini lah orang indonesia , kapan maju nya kalau kayak gini ? cuman UJIAN NASIONAL aja ngeluh , belum taukan gmana skripsi itu di coret - coret? Orang orang tua kita kok gak ada yang ngeluh ya masalah UN ni , dahulu mana ada dapat bocoran kayak SEKARANG , udah dapat bocoran pun masi juga ngeluh . DISURUH UNTUK PINTAR AJA GAK MAU , MUNGKIN KALAU GAK ADA SKOLAH ATAU PENDIDIKAN SENANG YA ? BISA MAIN MAIN TIAP HARI, NTAHLAH ANAK SEKOLAH SEKARANG NI :)

robienbonk said...

Pak mentri .... sudahkah anda baca surat dari adik ini ?

Woow kereeen said...

Wuih...

Unknown said...

Syahdeini....
Kamu memang betul-betul tolol setolol-tololnya!

Anonymous said...

UNAS tahun ini pun seperti itu kak. Tidak semua siswa mengerjakan soal dengan jujur. Hanya beberapa siswa yang jujur ketika mengerjakan soal. Alasannya hanya 1 , takut tidak lulus dan tidak bisa bersekolah di sekolah yang diinginkan.

Ya. Tahun ini nilai UN bukan bagian dari lulusnya seseorang,melainkan bagian dari persyaratan untuk melanjutkan sekolah.

Meski hanya 5 paket soal UNAS , tapi tetap saja ada yang mencontek . Dan salah satu pengalaman saya saat UN, ada siswa yang menanyakan jawaban dg cara menghubungi guru bimbelnya melalui pesan singkat.
Saat itu saya ingin sekali menegur,hanya saja soal mtk yang berada didepan saya masih belum selesai. Dan akhirnya saya tidak menegurnya.
Hal yang membuat saya kesal adalah saat pengawas di depan tidak menegur siswa yang jelas jelas memainkan handphone - nya secara terang terangan.
Menurut saya, pengawas Ujian harus bertindak lebih tegas lagi.Setidaknya mengurangi kesempatan siswa untuk mencontek.

Melakukan hal yang tercela itu lebih mudah dibandingkan hal yang terpuji . Bukan hanya siswa yang melakukan tapi juga para pejabat.


Anonymous said...

Tulisannya hebat dan kena...Sssaaaallluuuttt....Makanya saya lebih suka nongkrong di lampu merah ketimbang sekolah....wkwkwkwk

Sakti said...

Super sekali tulisannya, saya belum tentu bisa buat tulisan ini... Salut salut salut.

Test said...

hahahahahaha,,si syahdeini cari sensasi biar rame komennya

Unknown said...

Widih.., keren

Unknown said...

Widih.., keren

Lay Abouting said...

Semoga terdengar di mentrinya mbak

Unknown said...

mudah untuk kita mengkritik tanpa tahu apa yang ada dibelakang layar.
saat kamu udah mulai tahu apa itu pemerintahan, pendidikan, dan kamu masuk ke dalam lembaga pendidikan, kamu akan tahu betapa sulitnya merancang pendidikan yang ada di negara ini.
aku salut ma kamu juga, tapi kurang etis jika hanya membenarkan di satu pihak

Unknown said...

Ini hanya menggambarkan saja agar mudah dipahami bagi mereka yg kurg mengerti apa itu kesamarataan atau keadilan.
Ada bemacam2 hewan ingin ujian, hewanya seperti monyet, anjing, kucing, gajah, ikan, burung, harimau, badak.
Kemudian si pembuat soal memberikan ujian (yg katanya tahu kesamarataan) berupa,
: "coba kalian memanjat pohon itu sebagai ujiannya"
Mungkin utk beberapa hewan sangat mudah utk menjalani ujian tersebut, tapi bagaimana dgan nasib ikan?

Disitulah peranan "adil".
Ngerti pak?

yandi said...

Unas hanya soal2 bodoh yg kata pak mentri wajib dijawab...

Usaha
Nyontek
Asal
Sukses

Mulai sekarang anak SMP dan SMA tidak diwajibkan masuk Sekolah Tiap Hari...
Cukup Download Soal2 Try Out trus download juga Jawabannya hafalkan dirumah...
Setelah 3 tahun baru datang kesekolah buat ikut UNAS 3 Hari



Anonymous said...

Hahaha kayanya dr tulisan saja sudah keliatan bahwa adik kita ini lebih elegan dan jauh lbh pintar drpd SYAHDEINI...

Unknown said...

UNAS bisa jadi sebagai penjajah pendidikan di Indonesia. :)

Unknown said...

Dan sejaih ini apa tanggapan Bapak Mentri dimaksud?

Unknown said...

Dan sejaih ini apa tanggapan Bapak Mentri dimaksud?

Anonymous said...

Saya merasa juga sebagai korban,tahun ini saya melaksanakan UNAS tingkat SMP,menurut saya tingkat kesulitan tahun ini terlalu drastis daripada soal tahun tahun kemarin.
Kesulitan yang saya katakan ini terlalu drastis,bahkan matemtatika terutamaa. Alhasil banyak teman teman saya ngunci,dan tentu saja nilainya bagus. Dan yg buat saya menjerit lagi,bahkan anak yg cerdas sekalipun nilainya menjadi lebih bagus dengan bantuan ngunci,masih kurang?tentu saja bahkan untuk TPA (tes untuk pendaftaran masuk SMA) mereka ngunci lagi,saya benar-benar sedih dengan teman-teman saya,dan sistem pendidikan Indonesia yg dikatakan sitem pendidikn terberat di dunia.

JejakDunia said...

:v keren nih

Anonymous said...

Bagus adik-adikku, Semoga surat terbuka ini sampai kepada bapak menteri pendidikan dan dapat menjadi pertimbangan yang berarti bagi pemegang kewenangan dunia pendidikan di tanah air kita.

Narashya said...

Tahun saya SMA tahun pertama uji coba UN, temen2 yg lain dpt jawaban soal pilihan gandanya, saya dikasih..salah semua dong..gak sesuai soal sama jawaban. Untung msh ujicoba. Skr giliran tante saya yg takut anaknya gak lulus krn UN, krn menyadari kemampuan otaknya biasa aja, ga semua pelajaran dia suka. Untunglah lulus. Jd sebenarnya UN untuk apa sih? Toh ujian univ ttp di ujian tuliskan lagi. Gak tiba2 masuk krn nilai UNnya.

resep masakan said...

semoga seluruh indonesia dan dunia bisa membca

Anonymous said...

PAntas Anak Zaman Sekarang Berbeda dengan Kita Dulu,,,,

senyumperawat.com said...

sepantasnya yang menentukan kelulusan itu pihak sekolah yang lebih memahami kemampuan muridnya. bukan dari UN.

Unknown said...

Tulisan yg cerdas, lugas, dan sopan.
Semoga masa depanmu cerah dik

Anonymous said...

Widisshhh,, kalo gini aja gak sopan, sopannya gimana yak? Hahaha

Btw apa hubnya sopan jadi apa? Malah org yg ga bs dikritik tu yg mau jadi apa mbakkk

Anonymous said...

Baca artikel ini gw jadi ingat pengalaman SMA gw,, salah satu alasan mngapa banyak anak" jg jadi maunya ambil jalan pintas jg krn faktor lingkungan,,

Pas gw awal masuk SMA, gw masih anak yg 'baik', ngerjain smw tgas dn ulangan scra jjur, smentara tmn" gw bbrp suka ngambil soal dr kelas sebelah, tp gw ga mau dgr krn gw mw krja jjur..

Smpe suatu ketika gw ujian geografi, gw udh boro" belajar smpe larut malam, bangun subuh buat bljr, dpat 35,, tmn" gw yg udh dpat soal dpt 100 smw, lalu guru gw malah nuding gw ga blajr,,
Udh deh, stlah itu boro" mau ngerjain jjur, toh kalo gagal dibilang ga belajar, berhasil dibilangnya nyuri soal,,

Jadi mksd gw tuh yg slah bukan cm dr soal UNnya, tp juga dari pandangan masyarkat/sekitar yg cuma mentingin hasil,, jadi ga aneh banyak yg mau ambil pintasnya aja,,

"Kan malu kalo misalnya ga llus UN kan malu" in, mending gw pake kunci aja"
Gw jamin, pasti org yg pake kunci mikirnya gini dehh

Anonymous said...

Without honesty will be of no value

Anonymous said...

Saya setuju banget sama adik ini.....
Salut buat keberaniannya.....
Hal yang sama yang ada dibenak saya......
Tapi... itu saya tidak seberani adik untuk mengungkapkannya.....
Seandainya bapak menteri bisa mengerti dan memahami.....

Anonymous said...

Saya setuju banget sama adik ini.....
Salut buat keberaniannya.....
Hal yang sama yang ada dibenak saya......
Tapi... itu saya tidak seberani adik untuk mengungkapkannya.....
Seandainya bapak menteri bisa mengerti dan memahami.....

jasa pembuatan website said...

inilah potret pendidikan kita dahulu, ketika sapi, kura kura dan kera (perumpamaan) di lombakan untuk mengikuti lomba renang.

Anonymous said...

Saya sangat setuju sekali dengan kamu .
Saya juga sangat perihatin terhadap pendidikan diindonesia . dan semoga menteri pendidikan yg sekarang bisa merubahnya ke arah yg lebih baik lagi .. :D

ahmad said...

Isi suratnya orang pintar merasa dan pintar memahami. Sukses insya Allah akan menyertai org yg pintar dzn jujur

Unknown said...

saya sebagai mahasiswa bangga dan terharu dengan statment ini,lanjutkannn...

Anonymous said...

Setuju dengan isi suratnya. UN memang cukup menekan. Apalagi ketika tahu nilai kita "kalah" dengan anak-anak yang mencontek.

Saya ikut UN SMP 2013. Jujur, soalnya memang bikin pusing. Apalagi di soal IPA Biologi... Ada 1 soal yang tidak bisa dijawab karena menurut saya, jawabannya ada 3. Ketika saya mengkonsultasikan dengan guru Biologi dan guru Pembina Olimpiade, mereka mengakui bahwa soal tersebut salah.

Dan bahkan sebagai anak OSN pun, kami tidak bisa diharapkan untuk menguasai seluruh mata pelajaran yang diujikan. Anak OSN Biologi tidak bisa dipaksa menguasai Matematika, Fisika, Kimia, Bahasa secara mendalam dengan materi sebanyak yang diujikan di UN. Saya sudah pernah melihat contoh-contoh soalnya. Saya juga bertanya pada anak-anak Olimpiade lain. Menurut mereka "Kok biologi banyak banget materinya?"
Untuk menjadi anak OSN di sekolah kami, dibutuhkan persiapan hampir 1 tahun (selama 4-5 bulan terakhir kami anak-anak Olimpiade hanya belajar bidang Olimpiade kami, melakukan outing class & camp) untuk belajar dasar-dasarnya, dan berbulan-bulan pada pengembangan ilmunya. Padahal muncul isu bahwa soal UN 2016 akan dibuat setingkat SAT dan GRE, yang notabene setingkat Olimpiade. Menurut saya, ini terlalu sulit. Bahkan anak Olimpiade pun stress mendengar kabar ini.

Ada baiknya memang UN dihapuskan saja, karena tidak mencerminkan pendidikan secara riil.

Salam,
Siswi KBS Yogya

Semuanya Semaunya said...

Terus lah berdoa untuk indonesia yang lebih baik, terus melangkahkan kaki melakukan kebermanfaatan, cita-cita melalang buana sekali lagi untuk indonesia lebih baik.

YAKIN PESAN INI AKAN SAMPAI,
YAKIN PERUBAHAN AKAN SAMPAI,

Sampaikan lah bagi yang memiliki akses kesana, torehkan bagi "mereka" yg dengan harapan tertegurkan.

Selalu semangat adik2 generasi bangsa yang luar biasa.

Anonymous said...

Tak ada salahnya surat ini tertulis n di tujukan lsg kepda sistem pendidikan yg mulai tak teratur.

Yg jadi pertanyaan adalah,..
Bgaimana tanggapan Dinas pendidikan di Indonesia..??
A. Introspeksi diri. Dan mulai berbenah.
B. Anggap hanya angin lalu.

Salut, buat si penulis.
Keberanian n kejujuran yg kamu miliki. Pertahankan terus.

NAYLA said...

Smg aja pak menteri Sgra bertindak
Kmrn aja sdh d.diributkan dg uji Cb kurikulum baru.. SMP/SMA masih maklum bisa d.ajak konsultasi.. Kl ank"SD KASIHAN MSH KCIL SDH D.BWT UJI COBA toh akhirnya sekolah yg maju melanjutkan kurikulum baru yg g mampu kembali k.kurikulum asal

http://rabaster77.blogspot.com said...

idzin share

Anonymous said...

Uhuy...
Mudah ya mudah kk :v
tapi si pendidikan di indonesia gak merata :)
andaikan guru2 pendidkannya di pukul rata S2 pasti negeri ini udah maju :)
sedangkan guru2 banyak yg malas ngajar , lulusan SMA jadi guru dsbnya
biarpun itu di beri kelonggaran tapi ketika di masukan di universitas mreka tak akan sanggup
karna didikan di bawah2nya

HEART PARADISE said...

Hal ini benar benar membuka mata, begitu mudahnya kejujuran dkikis oleh sistem, analoginya untuk apa kita pilih jalan menanjak dan berputar apabila jalan yg lurus dan dekat ada dihadapan, apakah dengan jalan yg jujur lalu para pemerhati pendidikan bisa toleransi "oh anak ini sebetulnya rajin dan pandai namun kelewat jujur jadi dapat nilai buruk" apakah anak ini bisa menjawab saat ini tanya kenapa nilai nya buruk ? Mereka tidak jujur, biasanya orang jujur enggan menyuarakan ke tidak jujuran kawan kawan mereka sendiri

Unknown said...

Semoga saja pesan ini sampai pada pak menteri.. Dan semoga bapak menteri yang terhormat menyanggupi tantangan untuk mengerjakan soal UNAS, tapi dengan jujur. Lebih bagus lagi ditayangkan secara live... Jangan lihat siapa yang berbicara, tapi dengarkan apa yang dibicarakan...

Anonymous said...

3th yg lalu, sayya jugag duduk diposisi yg sama,, UN SMA... Perlu diingat, sekolah kita tidak memiliki fasilitas yg sama, alhamdulillah sekolah saya fasilitasnya cukup lngkap,, namun, bagaimaona dg skolah yg didesa, dipelosok yg jauh dari teknologi, dan kecanggihan modern skrg???
Patutkah kita samakan kemampuan siswanya dg sekolah yg elit??
Soal UN Memiliki ketidakadilan,, siswa itu kemampuannya hetorogen, bukan HOMOGEN,,,
Yang mengajar jugag guru dskolah, selayaknyalah guru itu yg tau bagaimana kmmpuan siswanya..
Sebuah kasus didaerah sayya, juara umum dinyatakan tidak lulus UN, sehingga ia mnyesaikan hidupnya hari kululusan itu jugag.. Astaghfirullahalazim...
Patutkah UN Masih dilaksanakan?
Kalo misalnya kelulusan hanya di tentukan dalam 3 hari,..
Untuk apa duduk 3tahun dibangku itu???

Anonymous said...

Belajar yg bener, jujur, jngan bnyak geluh , Anak skolah wajar klw dsuruh hrus mnuntaskan mata plajaran itu, toh tugasnya bljar . Gausah diambilnegatifnya aja ,jdikan acuan bwt lbih giat bljar lgi . Sory gw gak bca smwnya, yg gw baca cmn tulisan digambarnya aja .

Anonymous said...

sepertinya para assessor bangga kalo soal yang di buat mereka tidak sanggup dikerjakan.....berarti mereka hebat dalam membuat soal..
(kata mereka)

Anonymous said...

saya setuju dengan surat ini, adapun komentar yg sebelum2nya yg tidak setuju kita ambil tengah2nya saja untuk yg pro dan kontra agar damai, jadi gini adakan saja UNAS nya namun dengan tingkat kesulitan yg standard saja sekiranya yg sudah dipelajari dan memang layak untuk dikeluarkan soal tersebut jangan yg sampai diatas kemampuan, nalar, bahkan ada soal yg belum sama sekali di ajarkan. jadi intinya kalo yg setuju diadakan UNAS monggo namun ya itu tadi diperhatikan soal2nya yg sekiranya sudah dipelajari dengan baik jangan yg belum, dan yg tidak yaudah monggo jika itu membuat pendidikan Indonesia lebih baik lagi ^^ jadi lebih baik pemerintah mengkoreksi diri sendiri, mendikbud juga, dan saya juga selaku manusia biasa yg tak luput dari salah ^^
semangat ya! semoga di tahun yg akan datang semua akan lebih baik lagi amiinn ^^

HEART PARADISE said...

Hal ini benar benar membuka mata, begitu mudahnya kejujuran dkikis oleh sistem, analoginya untuk apa kita pilih jalan menanjak dan berputar apabila jalan yg lurus dan dekat ada dihadapan, apakah dengan jalan yg jujur lalu para pemerhati pendidikan bisa toleransi "oh anak ini sebetulnya rajin dan pandai namun kelewat jujur jadi dapat nilai buruk" apakah anak ini bisa menjawab saat ini tanya kenapa nilai nya buruk ? Mereka tidak jujur, biasanya orang jujur enggan menyuarakan ke tidak jujuran kawan kawan mereka sendiri

krumunan positif arttv said...

disinilah adab kita di pertarukan...
ilmu tanpa ada sia-sia @kata ustad

Anonymous said...

Syahdeni Gila kereen banget Gilanya :D

Unknown said...

Kali ini cuma 50% kan dari nilai kelulusan?
jaman gw 100% ga masalah tuh, 1 kelas ga ada yg nyontek sebelah maupun beli jawaban.
Kalo misal ada sekolah yg byk ga lulus, berarti jadi PR besar utk sekolah itu meningkatkan mutu pendidikannya.

UAN ini penting! sebagai batasan bawah qualitas pendidikan SMA. bayangin kalo lulusan SMA, kali2 atau bahasa inggris sederhana aja ga bisa. Mana ada perusahaan yg mau menerima?
justru UAN ini sebagai pukulan bahwa siswa/i jgn cuma maen doang di kelas, tapi belajar! kalo ga ada UAN pasti murid2 nyantai2 semua ga belajar, apa lg guru (sekolah) pasti lulus2in aja semua siswa supaya 'image' sekolah jadi bagus.
tapi untuk tingkat kesulitannya memang harus di uji lagi, dan jgn lah sampe setingkat OSN, keterlaluan itu....

Anonymous said...

Hahaha Terserah deh,.. memang Resiko :D dihadepi sajalah :D

mika said...

Syahdeni ini adalah type manusia penjilat ohw sorry bukan manusia dia semacam binatanglah !!!

uce bali said...

Belajar 12 tahun ditentukan dg UNAS kek gini, nyesek kalo ga lulus. Mesti pinter di semua bidang, setreeesss :(

Anonymous said...

kasian kamu nak pemalas amat jadi orang...
sekalian aj kamu minta tugas akhir, skripsi dan disertas dihapus karena untuk apa diuji kan yang penting proses...
justru proses yang baik itu kita liat dari hasil ujian yang baik..

Unknown said...

Mntap :v

Anonymous said...

Y saya pikir itu salah mentrinya juga, karena ia tidak mengerti dan tidak akan pernah tahu apa yg dirasakan kita sebagai pelajar. Apa dia pikir siswa/siswi indonesia itu semuanya pintar?? Apa siswa/siswi di indonesia itu semuanya mampu, untuk mengerjakan soal yg jauh dari apa yg kami bayangkan bahkan dari apa yg telah kami pelajari. Lalau apa nyatanya? Ingatkah kalian tentang adanya soal Matematika un smp 2013 lalu yang disalin persis dari test programme for international student assessment (PISA), Gila!!! Apa yg mereka pikirkan saat menentukan soal itu!! Sudah hasil plagiat, dan menyusahkan murid saja , mereka belajar mati-matian soal yg ada dalam kisi-kisi tapi nyatanya?? Tidak ada soal spt itu yg dijelaskan dikisi-kisi. Lalu bagaimana dengan sekolah sekolah diluar sana yg tidak memiliki sarana belajar yg memungkinkan tapi harus mau tidak mau menelan soal yg belum mereka pelajari? Saya berbicara mengenai sekolah2 kecil, pedalaman, sekolah sekolah biasa diluar sana yg harus menerima soal UN yg sama (seindonesia SBI,RSBI dll) dengan cara dan sarana prasarana belajar yg tidak sama?? Jika sekolah2 bagus mengadakan bimbel sekolah, mendapatkan kisi2 lengkap,sampai soal UN prediksi yg akurat, bagaimana dengan sekolah2 biasa, atau pedalaman diluar sana yg tidak menjangkau itu semua?? Kita tidak tahu, mungkin diantara mereka ada yg bercita2 besar, dan hanya karena hasil UN mereka tidak bisa melanjutkan apa yg mereka cita2 kan. Harapan mereka hanya hasil UN pak, karena kebanyakan Universitas menerima mahasiswa/i baru dengan melihat profil sekolah, bagaiman dgn profil sekolah yg kurang bagus?? Mungkin saja tidk akn dilirik sama sekali. Sya juga mau memberi saran kepada bapak mentri tg terhormat, tolong pak, jika bapak ingin pendidikan di indonesia maju bapak harus bereskan dulu persoalan dan masalah yg terjadi terhadap sekolah2 di pedalaman sana, sampai anda pastikan jika sklh tsb sudah bagus dan siap utk UN. Mungkin semua murid di indonesia tidak semua cerdas tapi satu hal pak, pastikan bahwa mereka itu berkualitas walaupun tidak terlalu cerdas.

#penentang

Unknown said...

Sy guru SMA di Aceh.. Sy rasa UN yg sprt skrg ini hnt mmbuat siswa mnjd tdk prcy diri dan akhirnya mengambil jln pintas yaitu bocoran jawaban yg ntah drmn datangnya.. Kalo sprt ini sama sj pemerintah scr tdk lgsung MENDIDIK siswa agar curang

Unknown said...

haduehhh mz kresno.
umurmu juga berapa..?? koq bahasanya lebih sopan dr adik Ini.
gayamu ndro,, jadi mahasiswa lebih pinteran anak SMA

Anonymous said...

satu aja yang ganggu saat baca, background blog ini berwarna merah di kanan kirinya, jadi bikin mata kita sedikit kerja ekstra keras

Anonymous said...

kaya pak leo lu... soktau :P
kaya tau aja pak mentri lulus uan karna belajar apa karnya nyontek :P

Anonymous said...

Nah skrg apakah pak mentri sdah merespon atw malah cuek bebek aja...

Anonymous said...

HARI GINI MASIH SIBUK DENGAN UNAS MAU TAU ALASAN PEMERINTAH MENGADAKAN UNAS KARNA ITU PROYEK YANG BISA MENGHASILKAN UANG KALAU PEMERINTAH PENGEN MELIHAT STANDART INTERNASIONAL ITU MAH CUMAN KEDOK AJA PEMERINTAH HARUS MELIHAT FASILITAS BELAJAR DAN TENAGA PENGAJARNYA DI JAWA ANAK YANG JUARA SATU TIDAK LULUS DI PAPUA ANAK YANG JARANG SEKOLAH LULUS DENGAN NILAI MEMUASKAN DITAMBAH LAGI GURUNYA TIDAK PERNAH NGAJAR TAPI SISWANYA LULU HEBAT BUKAN PENDIDIKAN DIINDONESIA

Unknown said...

Gw suka gaya loe bos.. sama an ma gw. Gw jg gitu dulu hahahah

Unknown said...

Iye gue demen gaya lo bos. . Bner tuh ..

Ansori Mitsubishi said...

Mantaaapppp..... setuju banget dgn ulasan mbak amri.....
1 hal, kita jarang mengerti "permainan" pejabat2 pemerintah.....
Soo, banguunn n melek dulu lahhh para pekerja di dalam instansi pendidikan....

Unknown said...

alhamdulillah ada juga yg sejalan pikiran ama gue T_T
semoga aja sampe kebapak menteri ya

Anonymous said...

Do Indonesia
Kalau bisa jujur sama UNAS
Besarnya jadi guru besar
Jelek2nya propesor
Smuanya bisa dikerjain
Ga ad spesialisasi
Makanya jarang juga kita temukan professional dalam setiap bidang

Surya Putra said...

"Kejujuran itu awalnya sakit, buahnya manis" keren nih. Tetep jadi seseorang yang berintegritas tinggi dek, semangat. Sesungguhnya tuhan itu tidak pernah tidur dan tahu apa yg hambanya sedang butuhkan

Anonymous said...

Kalo saya sih merasa lucu aja, nilai merah aja ngk bisa dicapai. Jadi tiga tahun sekolah ngapain aja?

Anonymous said...

Tentang ini:

"Kalau Bapak masih merasa tidak ada yang salah dengan soal-soal itu, saya ceritai sesuatu deh Pak. Bapak tahu tidak, saat hari kedua UNAS, saya sempat mengingat-ingat dua soal Matematika yang tidak saya bisa. Saya ingat-ingat sampai ke pilihan jawabannya sekalipun. Kemudian, setelah UNAS selesai, saya pergi menghadap ke guru Matematika saya untuk menanyakan dua soal itu. Saya tuliskan ke selembar kertas, saya serahkan ke beliau dan saya tunggu. Lalu, hasilnya? Guru Matematika saya menggelengkan kepalanya setelah berkutat dengan dua soal itu selama sepuluh menit. Ya... beliau bilang ada yang salah dengan kedua soal itu. Tetapi yang ada di kepala saya hanya pertanyaan-pertanyaan heran...


Bagaimana bisa Bapak menyuruh saya menjawab sesuatu yang guru saya saja belum tentu bisa menjawabnya?


Tidak diuji dulukah kevalidan soal-soal UNAS itu?"

Saya sih percaya kalo tentu saja soal-soal akan diperiksa apakah sudah sesuai dengan materi dan kesulitannya. Saya bukannya menyalahkan, hanya saja tidakkah anda berpikir bahwa mungkin memang guru anda saja yang kurang berilmu. Apalagi soal tersebut adalah soal matematika, yang seharusnya adalah "berpikir" bukan hanya menghafal rumus. Matematika adalah ilmu yang menuntut pemikiran dan pemecahan soal, dengan bantuan rumus-rumus. Anda dan guru anda mungkin kurang mahir dalam mengotak-atik soal.

Lalu ini:

"Haruskah saya ingatkan lagi kepada Bapak bahwa di Indonesia ini masih ada banyak sekolah-sekolah yang jangankan mencicipi soal berstandard Internasional, dilengkapi dengan fasilitas pengajaran yang layak saja sudah sujud syukur?"

Kalau anda mau murid dari sekolah-sekolah yang sudah berstandard internasional hanya dikasih soal selevel "sekolah yang sudah dilengkapi dengan fasilitas pengajaran yang layak saja sudah sujud syukur" yang mungkin sangat mudah dan alhasil hanya mencetak lulusan dengan standard "sekolah yang sudah dilengkapi dengan fasilitas pengajaran yang layak saja sudah sujud syukur" yang mungkin kurang kompeten di era globalisasi ini, silakan saja.

Dan hal terakhir,

Oke, mungkin anda tidak suka dengan murid lain yang mencontek dan mendapatkan nilai bagus dengan mudahnya, sedangkan anda harus berusaha keras untuk mendapatkan nilai yang sama. Kuncinya di sini adalah, "Apakah anda sebenarnya terpaksa jujur untuk mengerjakan soal?" Jika anda tahu bahwa kejujuran itu adalah keharusan, maka seharusny anda melakukannya tanpa anda iri dengan murid lain yang tidak jujur. Jika anda ingin mendapatkan nilai tersebut tanpa usaha, silakan anda mengikuti merika. Simple toh:)

Anonymous said...

Satu lagi, saya tahu bahwa sebagai murid (ya, saya tahun ini naik kelas 12), kita dituntut untuk menguasai berbagai bidang.

Untuk Jurusan IPA yang mau menjadi dokter mungkin hanya memerlukan Biologi dan Kimia. Yang mau menjadi Arsitek mungkin hanya memerlukan Matematika dan Fisika.

Untuk Jurusan IPS yang mau mengambil Business atau Management nanti mungkin hanya memerlukan Ekonomi dan Akuntansi. Yang mau menjadi Psikolog mungkin hanya memerlukan Sosiologi. Yang mau menjadi Geolog mungkin hanya memerlukan Geografi.

Tapi, perlu diingat bahwa ini adalah SMA, Sekolah Menengah Atas.

Jika dibandingkan dengan SD, yang merupakan Sekolah Dasar, materi SD tentu saja adalah DASAR. Kita diajarkan dasarnya saja, misalnya matematika belajar perkalian, menghitung luas, dll.

SMP adalah Sekolah MENENGAH Pertama, pelajarannya sudah mencakup materi menengah. Kita mulai diperkenalkan dengan Fisika, Biologi yang pada jenjang SD merupakan satu pelajaran yang disebut IPA. Hal ini dikarenakan dua pelajaran tersebut sangat berbeda sehingga dipisah pada SMP, yang notabene mempelajari ilmu menengah.

Pada SMA, pelajaran akan jauh lebih dalam lagi, dan kita diwajibkan memilih antara jurusan IPA atau IPS.

Mungkin anda bertanya "Apa gunanya seluruh ilmu ini nanti? Toh saya mau jadi dokter, tidak perlu belajar fisika, ataupun matematika."

Tapi, sekali lagi perlu ditekankan di sini, ini adalah Sekolah MENENGAH. Bukan sekolah KEJURUAN. Kalau anda ingin mempelajari satu disiplin ilmu saja, lebih baik anda masuk SMK.

Saya sendiri jurusan IPA, karena saya tidak suka menghafal. Di IPA pun ada pelajaran menghafal, yaitu Biologi. Dan tentu saja pelajaran wajib seperti PKn pun banyak hafalannya. Nilai Matematika, Fisika, dan Kimia saya sangat bagus, tidak pernah di bawah 9. Sedangkan Biologi pas-pasan di angka 7-8. Sedangkan PKn saya sering tidak tuntas walaupun hanya sedikit di bawah KKM.

Tidak ada yang menuntut anda untuk meraih perfect di semua pelajaran. Anda ingin masuk teknik nanti? Yang dilihat hanyalah Matematika, Fisika, dan mungkin Kimia. Nilai PKn anda tidak dilihat, kecuali anda ingin mencoba beasiswa yang mungkin akan meminta nilai rata-rata seluruh pelajaran.

Anda mau beasiswa? Ya sudah, pelajarilah semua pelajaran dengan sungguh-sungguh. Itu menandakan bahwa anda adalah murid yang pantas mendapat beasiswa. Bukan hanya pintar di satu bidang saja, melainkan di berbagai bidang. Itu lah mengapa mendapat beasiswa tidak mudah.

Beasiswa menuntut pengalaman organisasi? Anda harus ikut OSIS di sekolah anda? Dan pada akhirnya nilai anda turun? Itulah resiko.

Saya sendiri ikut OSIS dan memang nilai saya turun. Tapi jika anda cukup keras, nilai anda tidak akan turun sejauh itu. Saya dari peringkat 3 turun jadi peringkat 10 dulu. Saya belajar lebih keras dan menjadi peringkat 3 lagi.

Dan soal UN, tentu saja pemerintah memberikan Try Out bukan? Setidaknya, itu yang saya dapatkan di Jakarta. Materi TO tidak akan berbeda dengan UN. Mungkin soalnya berbeda, tapi tidak materinya. Anda bisa berlatih dengan TO ini, jika kurang, anda bisa membeli buku dan mengerjakan TO sendiri. Mungkin sekolah anda juga mengadakan TO sendiri.

Saya sendiri malas dengan UN. Ada yang berkata "3 tahun SMA dipertaruhkan dengan 3 hari UN". Ya memang betul. Anda menyinggung tentang peribahasa "don't judge a book by its cover" atau "jangan menilai buku dari sampulnya saja". Tapi pada akhirnya, jika anda membeli buku, anda mungkin hanya membuka buku yang sampulnya menarik perhatian anda bukan? Sama dengan nilai UN anda.

Ibarat sampul buku adalah nilai UN anda, dan isinya adalah nilai anda selama 3 tahun. Mungkin nilai 3 tahun anda bagus, tapi kalau nilai UN anda jelek maka mungkin tidak akan dilihat orang. Maka dari itu, belajarlah dengan baik.

Unknown said...

Berani gak pak..??

Anonymous said...

Berani gak pak

andapadna said...

Kalau tidak mau diuji ya nggak usah ikut ujian. Kan ujian itu bukan untuk selalu bisa dijawab. Bagaimanapun soalnya dibuat mudah apa bisa dipastikan semua orang ujian nilainya 100?? Ingat lho sesuatu yang mudah bagi orang tertentu belum tentu mudah bagi orang lain. Lagi pula, apakah kita tidak perlu ujian?? Coba bayangkan lagi jika yang menguji kita adalah orang kita sendiri dan orang itu nyata tidak bisa mengerjakan soal yang dimaksud, pastilah soalnya dibawah itu (sekedarnya). Lalu ketika minta suatu saat kita disetarakan dengan orang yang sudah diuji dengan yang lebih sulit, bagaimana kita bisa berbuat...??? Jadi ketika melihat sesuatu jangan hanya dilihat dari satu sisi (sudut) pandang saja.

andapadna said...

Kalau tidak mau diuji ya nggak usah ikut ujian. Kan ujian itu bukan untuk selalu bisa dijawab. Bagaimanapun soalnya dibuat mudah apa bisa dipastikan semua orang ujian nilainya 100?? Ingat lho sesuatu yang mudah bagi orang tertentu belum tentu mudah bagi orang lain. Lagi pula, apakah kita tidak perlu ujian?? Coba bayangkan lagi jika yang menguji kita adalah orang kita sendiri dan orang itu nyata tidak bisa mengerjakan soal yang dimaksud, pastilah soalnya dibawah itu (sekedarnya). Lalu ketika minta suatu saat kita disetarakan dengan orang yang sudah diuji dengan yang lebih sulit, bagaimana kita bisa berbuat...??? Jadi ketika melihat sesuatu jangan hanya dilihat dari satu sisi (sudut) pandang saja.

Kiiy said...

Menurut saya kata kata penulisnya sudah sangat sopan, menggunakan bahasa terpelajar dan benar-benar mulia tujuannya menulia surat terbuka ini untuk menteri demi memperjuangkan nasib pelajar indonesia

Tak semua orang yang bergelar hebat punya otak yang cerdas, tak semua guru mampu mengerjakan soal dengan kerumitan tertentu, bahkan terkadang para pemilik gelar panjang itu tidak disertai dengan pemikiran yang baik seperti anda. Atau mungkin Anda hanya mencoba mencari perhatian di sini ? Maaf pak, seorang cerdas itu tidak mencari perhatian khalayak ramai seperti bapak. Mau nyari sensasi jadi artis saja pak. Atau bapak tidak punya kemampuan untuk hal tersebut ?:D

Sebaiknya bapak kaji ulang surat kakak ini, lalu introspeksi apakah bapak pernah mengikuti unas dengan kesulitan seperti ini ? Atau bapak salah satu joki yang tak ingin kehilangan rejeki ? Atau bahkan bapak tidak pernah bersekolah makanya bapak tidak tahu kerumitan seorang pelajar ?

Komentarlah yang baik bapak yang terhormat, jadilah pribadi yang bisa menerima kritik apalagi bapak sudah tua seharusnya sudah mengerti bagaimana keluh kesah pelajar yang mati demi hal ini. Kesal ? Bukan kesal pak bahasa Anda terlalu berlebihan. Namun lebih menekankan pada kondisi pelajar Indonesia, mewakili suara pelajar Indonesia. Bapak begini berarti menentang kaum pelajar.
Propesor ? Hey bapak yang terhormat, kaji ulang tulisan Anda. Profesor pak bukan propesor. Terlihat jelas anda bukanlah sosok terpelajar, padahal tata cara penulisan eyd sudah diajarkan sejak kelas 4 sd loh pak. Waduh atau bapak ga lulus sd ya :D

Berpikirlah sebelum bertindak, budayakan membaca pak sebelum komentar.

Andriunair said...

Ini klo di PT:
Alhamdulillah Hasil Kasasi UNAIR vs Andri CPNS 2012 Sudah Keluar ! - http://www.kopertis12.or.id/2014/08/29/alhamdulillah-hasil-kasasi-unair-vs-andri-cpns-2012-sudah-keluar.html

Andriunair said...

Alhamdulillah Hasil Kasasi UNAIR vs Andri CPNS 2012 Sudah Keluar ! - http://www.kopertis12.or.id/2014/08/29/alhamdulillah-hasil-kasasi-unair-vs-andri-cpns-2012-sudah-keluar.html

Unknown said...

saya sangat TERHARU dan TERSANJUNG akan tulisan tsb, namun di satu sisi saya sangat MIRIS membacanya.
Disatu sisi itu siswi adalah remaja pemberani, MUNGKIN pintar. Tapi disatu sisi remaja tsb sangat KEROPOS mentalnya, tapi maklumlah,,namanya juga REMAJA KOTA.

Jika melihat foto atau ilustrasi gambar tsb, SAYA SANGAT YAKIN SEKALI bahwa tu siswi LEBIH PINTAR dan LEBIH BERADA daripada Saya. Saya adalah lulusan MTsN yg terpojokkan dan SMKN3 Malang. SAYA TIDAK PINTAR dan juga TIDAK BODOH2 amat, Saya PINTAR BERBICARA, tp BODOH dalam praktek. Matematika, fisika, IPA, apalah itu namanya yg berhubungan dengan hiutng-menghitung,,SAYA SANGAT BODOH SEKALI.

Wait,,tp MENTAL SAYA lebih kuat daripada itu gadis. Saya bisa lulus UAN kok, walaupun nilai matematika saya cuma 50-60% jawabannya benar. TANPA MENCONTEK tanpa ke DUKUN.

SAYA TIDAK PERNAH atau MUDAH mengeluh tentang UAN, karna saya pikir UAN memacu saya untuk giat belajar, karna apa?

KARENA SAYA TIDAK INGIN MENYIA-NYIAKAN DUIT ORANG TUA YG SEBAGAI TKW, MENYEKOLAHKAN SAYA SELAMA BERTAHUN-TAHUN KEMUDIAN MENJADI GAGAL DALAM 3HARI (UAN).

hey Remaja, saya dulu sekolah GA PUNYA LAPTOP, malahan saya ngajarin teman sekolah yg pake laptop. Saya sekolah pake sepeda dayung, bahkan JALAN KAKI sepanjang 10km. Tapi saya TIDAK PERNAH SEDIKITPUN mengeluh tentang UAN, yang ada saya hanya MENGELUH tentang diri saya YG BODOH AKAN MATEMATIKA, tp pintar di bidang lain.

semua murid beli buku LKS baru, saya cuma foto kopi, bahkan terkadang jika bu guru nya baik, saya salin tu soalnya, jadi bisa hemat duit daripada fotokopi

apakah saya yg paling miskin, cerdik dan hebat?? TIDAK

ADA YANG LEBIH HEBAT DARIPADA SAYA yang hanya berbekal SEPATU BEKAS, BAJU LUSUH, YATIM-PIATU, Namun dia LULUSAN TERBAIK UAN tingkat sekolah. Walaupun bukan tingkat kotamadya, tapi SETIDAK TERBAIK

REMAJA JAMAN SEKARANG SANGAT RENTAN / MUDAH MENGELUH.

- sekolah jauh, minta anter atau minta di belikan motor.
- dengan alasan pengen pintar, minta di belikan Tablet atau laptop
- alat2 sekolah HARUS BARU setiap semester

Bayangkan UAN itu adalah KEMATIAN, yang hanya sekali dalam seumur hidup.
tapi UAN BUKANLAH KEMATIAN atau Akhir daripada Kehidupan, karena ga lulus UAN, kalian masih bisa ikut ujian susulan/remidi/paket C

BERBEDA dengan AJAL,,usaha kalian selama PULUHAN TAHUN, langsung LENYAP DALAM SEKALI SAJA, yaitu KEMATIAN atau AJAL.
Tidak ada remidi dan tidak ada "ujian susulan"

pada intinya: JANGAN SUKA / MUDAH MENGELUH, tapi BANYAK-BANYAKALH BERSYUKUR kepada Tuhan

Bayangkan ORTU mu itu seorang PENGELUH, maka saya yakin ORTUMU tidak mau atau tidak sudi punya anak BODOH macam engkau

SAYA SEORANG BODOH, TAPI SAYA MAU TERIMA TANTANGANMU UNTUK MENGERJAKAN SOAL UAN, jika persyaratannya MINIMAL 50% jawabannya BENAR.

Walaupun OTAK saya sudah TUA, Tapi saya TIDAK TAKUT dengan tantanganmu Hai Remaja

ria_cute Lubis said...

Syahdeni : Ini bukan soal gx bisa jawab soal atau enggak belajar, saya sendiri pernah ngalaminnya... unas hanya membuat siswa semakin kreatif untuk bertindak curang, pada akhirnya pemerintah yang memaksa generasi penerus untuk bertindak curang dan gx jujur.
sisanya yg jujur cuma bisa gigot jari saat hasil unas keluar dan trnyata nilainya lebih kecil dibanding dengan nilai siswa yg pake joki. kalo udha begitu emang syarat nilai untuk masuk snmptn ada pertanyaan 'ini hasil jujur apa dari joki?' enggak kan, nilai yang berkata pada akhirnya tnpa perduli itu hasil jujur atau curang semata.

ria_cute Lubis said...

Syahdeni : Ini bukan soal gx bisa jawab soal atau enggak belajar, saya sendiri pernah ngalaminnya... unas hanya membuat siswa semakin kreatif untuk bertindak curang, pada akhirnya pemerintah yang memaksa generasi penerus untuk bertindak curang dan gx jujur.
sisanya yg jujur cuma bisa gigot jari saat hasil unas keluar dan trnyata nilainya lebih kecil dibanding dengan nilai siswa yg pake joki. kalo udha begitu emang syarat nilai untuk masuk snmptn ada pertanyaan 'ini hasil jujur apa dari joki?' enggak kan, nilai yang berkata pada akhirnya tnpa perduli itu hasil jujur atau curang semata.

Unknown said...

@ria_cute Lubis:

Anda pernah mengalaminya, saya pun juga pernah mengalaminya. Tetapi JANGAN BERPIKIR anda dan saya yg mengalaminya, seluruh dunia mengalaminya.

Anda sangat NAIF sekali jika MENGHARAPKAN UAN tu BERSIH dan SUCI dari tindak kecurangan, seolah-olah anda MEMBAYANGKAN DUNIA TANPA KECURANGAN. Anda TIDAK BISA menghindari sisi kehidupan manusia TANPA pencuri, pemeras, atau koruptor. Karena itu BAGIAN dari HIDUP yg TIDAK AKAN BISA (sekalipun Diktaktor) DI HAPUSKAN (kecuali kehendak Tuhan)

VERY IMPOSSIBLE,,

Saya dulu th 2005 dapat beasiswa training di hotel di Malaysia, sangat mengejutkan melihat Malaysia memiliki Standar Nilai yg LEBIH TINGGI daripada Indonesia.
Ente pikir, Malaysia yg terkenal lebih hebat sistem pendidikannya, trus SEMUA MURIDnya JUJUR 100% dalam mengerjakan soal UJIAN AKHIR?
I don't think so,,,TIDAK SEDIKIT dari mereka juga ADA yg berbuat curang atau pake Joki. so,,,nothing perfect

Semua manusia pasti kena ujian, ada yg berbuat curang dan ada yg berbuat JUJUR. Silahkan dipilih, ANDA BEBAS mau pilih mana, tentun RESIKO ditanggung sendiri

Teman saya Fachrul CAtur Rahman, seorang murid jurusan masak, seorang yg SANGAT JUJUR, saking JUJURNYA, saya pernah menawari dia contekan jawaban UAN bahasa inggris (karna saya pandai dibidang itu), namun DIA MENOLAK. Akhirnya dia TIDAK LULUS

Well,,TIDAK LULUS UAN BUKANLAH AKHIR SEGALANYA, dia ikut ujian paket C, tetapi secara karir, Dia LEBIH HEBAT daripada saya, Lebih SUKSES daripada saya.

Saya saranin kamu BANYAK-BANYAKLAH BLUSUKAN, cari orang yg Lebih Miskin dan Lebih OPTIMIS daripada tuh cewek yg fotonya BAWA LAPTOP dengan SOMBONGnya Menantang Menteri yg SUDAH MELEWATI MASA-MASA TERSULIT dalam Pendidikannya

Unknown said...

Sodara-sodaraQ: DUNIA INI TIDAK AKAN PERNAH BERSIH KECURANGAN,,TIDAK AKAN.

SANGAT BODOH SEKALI jika anda mendambakan UAN bersih dan suci dari kekurangan. Yang kita lakukan adalah SELALU BERUSAHA dan BERUSAHA.
Tidak Lulus UAN BUKANLAH AKHIR SEGALANYA, justru MATI adalah akhir segalanya.

Mental remaja sekarang GAMPANG MENGELUH daripada remaja dulu, ya maklum lah, jaman sudah modern, apa-apa bawaannya INGIN MUDAH.

anda bisa lihat tuh ilustrasi Gambar Seorang Siswi Bawa Laptop dan Seorang Menteri, maaf beribu maaf, Saya YAKIN tuh siswi LEBIH PANDAI dibandingkan ketika saya SMA. Saya dulu sekolah SMK th 2003-2006 TIDAK PERNAH BAWA LAPTOP. Dan saya adalah Murid PALING BODOH dalam hal ilmu Hitung-menghitung. Namun saya lulus TANPA CURANG.

trullyputri said...

aduh dek :)

dulu klo gue ngeluh ke bokap tentang kerasnya UN malah gue yang dimarahin untuk lebih giat belajar :) kehidupan setelah UN itu lebih keras.. masih ada Skripsi, masih harus kerja, UN masih sepele deeekkk...

Unknown said...

Syahdeini..
Otak lu kolot banget yaa..?

Unknown said...

Syahdeini..
Otak lu kolot banget yaa..?

Anonymous said...

Dek..soal2 UNAS...dari dulu smp skr sama aja...cuma letak nomer ny aja sama pilihan ny yg diubah2...sering2 baca soal2 tahun lalu sampai 5 tahun sbelum nya kalo bisa...latihan terus..pasti bisa lulus dengan standar kelulusan

Parah emang ni negara...gw tau tu soak2 bullshit smua gak ada yg kepake kalo udh di dunia kerja..kunci jawaban bs bocor juga ya oknum anak buah lo hey mentri

Anonymous said...

Saran : UNAS dihapus di segala jenjang tapi diadakan ujian masuk jenjang selanjutnya untuk sekolah negeri seperti SBMPTN tapi di tingkat SMPN dan SMAN dan wewenang diberikan kepada sekolah bersangkutan sehingga kebocoran soal lebih minimal

Anonymous said...

Kompak aja siswa seluruh indonesia jgn mau ikut UNAS...simpel

CEROID said...

Benar, mentok di tuhan. Sekedar untuk motivasi diri, anggaplah mereka2 adalah orang2 terpilih untuk memikirkan sistem pendidikan kita. OK lah kita lakukan semaksimal mungkin biar tuhan yang nentuin kita mau Dia bawa ke mana sesuai usaha kita. Keputusan menteri layaknya bola yang sudah di oper ke kita, terlalu lama mengeluh hanya akan menghambat kita untuk melakukan tindakan selanjutnya.

Indra Hidayat (been_yusuf) said...

Super sekali.... Ikut mendukung...

Unknown said...

Saya tidak me nomor satukan pendidikan formal. Di Pondok Pesantren tanpa UNAS pun sewaktu mereka dewasa dan berkeluarga akan tetap mendapatkan pekerjaan HALAL.

Unknown said...

Hebat de' surat yg luar biasa,,,,,

Unknown said...

ngak masuk akal jika seorang siswa dgn kemapuan yg berbeda" mampu mengerjakn semua UNAS dgn tuntutn 100% lulus,.,.,.hanya bapak mentri aja yang bisaa,.,...bisaa ngomong aja,.

Unknown said...

Menurut saya UNAS sangat diperlukan. Karena saya juga pelajar. Kami perlu di standarisasikan hingga kita mampu mensejajarkan diri kita, SDM Indonesia khususnya generasi muda sejajar dengan negara maju. Teebukti dengan dihapuskannya nilai standard kelulusan, banyak siswa lulus dengan nilai yang memperihatinkan.
Saya pun termasuk generasi muda Indonesia. Namun saya sangat mendukung dengan upaya semua komponen masyarakat untuk meningkatkan pendidikan tanpa dengan adanya profokasi untuk melemahkan kiat mencerdaskan bangsa.

Unknown said...

Menurut saya UNAS sangat diperlukan. Karena saya juga pelajar. Kami perlu di standarisasikan hingga kita mampu mensejajarkan diri kita, SDM Indonesia khususnya generasi muda sejajar dengan negara maju. Teebukti dengan dihapuskannya nilai standard kelulusan, banyak siswa lulus dengan nilai yang memperihatinkan.
Saya pun termasuk generasi muda Indonesia. Namun saya sangat mendukung dengan upaya semua komponen masyarakat untuk meningkatkan pendidikan tanpa dengan adanya profokasi untuk melemahkan kiat mencerdaskan bangsa.

Unknown said...

NGEDIDIK JADI ORANG STRESS

Unknown said...

jaman sekarang sekolah mahal kalupun ada siswa yang pinter tapi anak seorang yg biasa biasa saja.misal petani,pedagang kecil aku yakin bakalan susah menggapai cita2 cita.karena cita2 cuma milik seorang yang kaya, anak pejabat.percaya atu tidak silahkan amati sendiri

Anonymous said...

semoga sampai kepada BAPAK MENTERI PENDIDIKAN khususnya, dan kepada Pemerintah INDONESIA

Fu'ad Kuncoro said...

saya salut saudaraku... rasanya seperti digablok saat penerima surat ini membacanya dengan hati. terimakasih, semoga bapak menteri pendidikan & kebudayaan mau mengerti apa yang selama ini kita rasakan bersama

Unknown said...

di bantu up di semua media biar sampe ke pak mentri

Unknown said...

Otak anda aja yg ga masuk akal mas bro
TIDAK ADA yg bisa 100%, ente dan siswa yg nulis surat tu aj yg maunya 100%

Sama seperti hidup bro, ujian ber kali-kali, kalo gagal ya masuk neraka, sukses ya surga. Simpel aja

Orang yg ga mau ujian, seperti anda ini, menurut agama ya golongan orang bodoh.

Lebih bodoh lagi anda mengharapkan sistem pendidikan yg 100% adil di indonesia.

Ente cari di seantero dunia, TIDAK ADA YG MEMUASKAN.

Yg terpenting tu SIKAP KITA MENGHADAPI UJIAN, bukan HASIL

Liat aja foto siswi yg nantangin orang yg SUDAH PULUHAN TAHUN SUSAH MENGENYAM PENDIDIKAN DI JAMAN DAHULU, fotonya aja bawa laptop, tu artinya Dia SISWA SUPER PINTER, dg segala fasilitas dari ortunya, SEHARUSNYA DIA LEBIH PINTER DARIPADA SAYA, yg seorang miskin, ga pernah bawa laptop, tas skolah pake kresek, tp saya LULUS walaupun dg STANDAR MINIMAL, tapi SAYA JUJUR TIDAK PAKE NYONTEK. dan karir saya Alhamdulillah, lebih hebat daripada nilai saya

Dan masih BUANYAK lagi di dunia ini yg LEBIH MISKIN daripada saya dan mereka lebih pintar daripada anda dan siswi goblok bawa laptop, nantangin menteri

Saya umur 29th, dg KEGOBLOKAN dan FAKTOR UMUR SAYA, saya berani nerima tantangan tu siswi.

Anonymous said...

Saya dulu juga pelajar, mengalami unas juga, tapi saya tdk kebakaran jenggot gini kalau tdk bisa mengerjakan unas

Unknown said...

Syahdeini...minum obat nya dulu gih...biar nggap PEA klu coment

Unknown said...

Syahdeini...minum obat nya dulu gih...biar nggap PEA klu coment

Anonymous said...

Mister syahdeini..
ada siswa mengutarakan uneg2nya, anda lngsung memvonis sebagai pemalas.
skarang komentar anda di kritik orang lain, anda malah kabur..
yaahh namanya mister syahdeini PENGECUT IWIL IWIL...

Ikatan Perantau Pagadis said...

Yg bikin hancur negara ini ya seperti Kresno ini...Gila hormat...Tampang penjilat...bahaya ni org klo sempat jadi Pejabat negara...ABS (Asal Bos Senang)...memalukan..!!!

Unknown said...

Kejujuran lebih berharga daripada berlian .

Anonymous said...

Masa depan bangsa ditentukan dari generasi mudanya , kalo negara mau maju generasi mudanya harus dibina , bukan dicekoki dengan pendidikan yang tidak bermutu oleh bapak mendikbud , terpaksa menuntut pendidikan yang tidak bermutu ditambah media/program televisi negara ini yang penuh dengan pembodohan , habislah masa depan generasi muda kita , begitu juga dengan negara kita tercinta ini

Unknown said...

tinggal tunggu kehancurannya jika sesuatu lembaga di pimpim bukan oleh orang yg ahlinya...

Fajar TehBek said...

SANGAT BAGUS . SEMOGA SAMPAI KESEMUA MASYARAKAT

Monkey Review said...

Dih... jawabannya masa "ya... mau gmn lagi?"
Anda yg terhormat, kalau kalimat itu selalu terulang di setiap 'kelalaian' pemerintah, negeri ini akan menjadi seperti apa?
Mas paham tdk sih tentang indikator? Tiap mata pelajaran ada SK, nah tiap SK itu menurunkan bbrp KD. Nah tiap KD itu, punya bbrp indikator. Bayangkan kalau 1 pelajaran ada 15 SK/semester? Di sini kan yg dibahas, 'ada 20 soal berbeda dari satu indikator dg bobot/tingkat kesulitan yg sama'. Makanya dibilang agak mustahil, kecuali org jenius. Ini kn yg menghadapi anak2 SMU dr berbagai kalangan & latar belakang. Mananya yg dinikmatin aja keless?
Meski telat, sy apresiasi sekali anak kritis seperti ini...
Terimakasih

Unknown said...

AQ salut buat adik SMA yg sanggup berkeluh kesah dari lubuk hatiiiii Yang terdalam banget."!!! Pakai BGT eaaaa........
MngQin saking kesel, sedih, dan berusaha tapi yg diraih hanya fatamorgana.

Setuju apa diutarankan, jujur ea meski AQ belajar sampai mimisan saat waktu UNAS hemmm.... Banyak yg tidak ketemu apa yg dipelajarin.

Ujung ujung gigit jari sambil tolah toleh teman dan tunggu kiriman pos selebaran dari guru yg tersayang.
:) :) :)

Anonymous said...

Keren kamu de....
Bener banget ulasanmu
Semoga di follow up oleh pak mentri

Anonymous said...

Takut ya om sama anak yg cerdas, apa si om sadar diri ga brani trima kritikan pedas.
Ini yg d sebut hak n kewajiban om, setiap orh memiliki itu. Bahkan org gila sekalipun om.

Anonymous said...

Menurut saya, ini menurut saya loh...
Sebelum ditantang, gadis SMA ini sebenarnya sudah kalah. Menjadi mentri itu ujiannya tak seringan mengerjakan soal matematika. Lebih berat dan lebih kompleks daripada soal matematika. Apakah menjadi menteri harus menjawab soal matematika? Jelas iya, dari SD saja sudah berapa ratus soal yang dikerjakannya, belum SMP, SMA, PT, S2 dst. Kalau di SD tidak bisa menjawab soal matematika, ya tidak bisa masuk SMP. dst... dst...

Menurut saya, Gadis SMA ini hanya mengungkapkan kecewaannya karena tidak bisa mengerjakan UN, atau kalau bisa mengerjakan UN pun hasilnya mengecewakan. Selanjutnya mengumpat, menantang dan lain-lain.

Saya yakin, Gadis SMA ini tidak akan nantang-nantang seandainya dalam ujian berhasil seratus persen. Berani potong kuku saya!

Sebagai pelajar yang baik, adalah ketika kita mengalami kegagalan, tidak perlu berkecil hati, malu, apalagi nantang-nantang. Belajarlah yang giat lagi agar bisa mengerjakan soal.

Saya punya keyakinan bahwa Gadis SMA ini seorang pemalas, tidak mau belajar dengan keras untuk pelajaran matematika, fisika,kimia, biologi, bahasa indonesia dan lain-lain.

Oh satu lagi, saya juga yakin kalau gadis SMA ini pengin terkenal.

Unknown said...

kedepannya akan banyak yang lebih sulit dibanding unas .. tetap semangat, berusaha, belajar dan hadapi,

Imam hamdani said...

Semangat yah dik, perjuangan kalian tidak akan pernah berhenti hanya dengan secercah kertas.
Tidak ada kesuksesan tanpa ada perjuangan,tidak akan pernah ada kebenaran jika kita pernah tau apa itu kesulitan. Biarsaja suratmu ini yang menyampaikan, biarsaja suratmu ini yang menyadarkan.
Sukses selalu.

Waroeng koe said...

Ya allah, semoga yang menulis surat ini kelak menjadi menteri pendidikan, agar mampu memperbaiki sistem pendidikan di indonesia

aryoko said...

Apakah tulisan ini sudah di baca bpk menteri.




Suradi said...

Syahdeini...loe kagak sekolah atau sekolah karbitan atau emang "idiot" ya???ini nih mental "joki" yg disebutkan itu

Chikal Adi Pratama said...

Setuju banget buat yang satu ini nih.

Unknown said...

Bangga punya anak bangsa sperti NUMILLATY, Berani dan Pintar Pula. sebaiknya di tiadakan tu UAN krn klu di bandingkan skola di Kota ma di desa pasti uda beda. Unjiannya di buat sama!!! soal dan nilai standar kelulusannya juga sama! GILA NGK TU???? hahahaha ***(late post)*** sorry

Unknown said...

Jika Memang Negara ini Negara Demokrasi,, yang "KATANYA" kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Bukan ada pada mereka Yang duduk santai atau bahkan tidur dalam rapat mengurus rakyat. Jika memang "SEPERTI ITU". Maka mereka akan mempertimbangkan hal semacam ini,, kami para pelajar. Ini isi hati kami.. Lagian tidak semua siswa mempunyai kecerdasan yang sama.. Ini isi hati kami para pelajar yang telah di uraikan secara mendetail.

Gugum.Jr said...

Mentrinya yg emang kurang pas... UNAS itu kan proyek gede buat pemerintah.. Klo emang mikirin pendidikan, mending buat ngebenerin sekolah-sekolah yg masih kurang layak dr pd buat bikin soal UNAS. Buang2 duit rakyat ja..

Gugum.Jr said...

Mentrinya yg emang kurang pas... UNAS itu kan proyek gede buat pemerintah.. Klo emang mikirin pendidikan, mending buat ngebenerin sekolah-sekolah yg masih kurang layak dr pd buat bikin soal UNAS. Buang2 duit rakyat ja..

Unknown said...

MasyaAllah luar biasa dinda, semoga apa yg dilakukan mndapat jawaban. Ttp smngat menempuh pendidikan, semangat membuat perubahan dan kebermanfaatan utk negeri ini dek. Kalau bukan kita sang penerus generasi bangsa, maka siapa lagi? Dan kalo bukan di mulai skrg, maka kapan lagi?? Maka ttaplah berjuang dan jgn takut utk mngungkap kebenaran. Semangat jiwa muda!!!!

Triyan Wahyudi said...

hebat mbak,artikelnya sangat bagus, semoga para instansi-instani pemerintahan membacanya, saya sangat setuju apa yang mbak tulis diartikel, karena saya sudah meraskan waktu smp dulu, semua yg mbak tulis ada bnarnya jg, dan saya bantu do'a kepada mbak untuk saya biar mendapatkan kmudahan dalam menghadapi UNAS tahun 2017 ini, dan biar dipermudah lagi prosesnya, mksh ya mbak Nur

Rey Blog said...

pak menteri Anis Basw EDAN menganggap bahwa 100 rb lbh siswa yg tlh lulus UN bisa bersaing di MEA. Bapak Yakin 100 rb itu jujur semua pak EDAN????


Semoga pak EDAN baca tulisan diatas :D

Hendra Madjid said...

Membaca setiap diksinya, sepertinya penulis bukan sekadar anak SMA biasa. Ata pandang dan pengetahuannya kayak anak kuliahan. Meski seperti curahan hati.

Semoga pak Menteri membaca ini sampai tuntas.

bejaindonesia said...

alhamdulillah..masa depan indonesia gemilang ..luar biasa..mari bapak2..ibu2...kita belajar dari mereka..jujur ..bersemangat..cerdas...berani...terbuka..merdeka...

Unknown said...

Ternyata kamu lebih cerdas dr para "menteri", nak.
Baarokallahu fiik...

Unknown said...

Ternyata kamu lebih cerdas dr para "menteri", nak..☺
Baarokallahu fiik

Anonymous said...

systemnya sudah benar tapi orangnya yg gak benar

Sinovac said...

Nur ini adalah type anak muda sekarang yang ogah susah dan maunya simpel, padahal kami dulu lebih, ketahuilah zaman sekarang ini serba mudah lebih, lebih canggih, dengan internet snak2 muda sekarang bisa berselancar mencari pengetahuan, sangat berbeda dengan jaman kami, anak muda sekarang baru ngerjain ujian sekolah aja dah pada protes terlalu sulitlah terlalu banyaklah, pokoknya kata mereka serba terlalu...., padahal itu tidak ada apa-apanya, ketika mereka memasuki ujian sebenarnya yaitu ujian kehidupan mereka akan bersaing dengan beribu macam manusia yang memiliki karakter dan kecerdasan yang terasah, dan untuk mendapatkan pekerjaan bukan hanya diperlukan ketrampilan secara keilmuan dan teori yg itu cuma bisa sebagian besar kita dapatkan disekolahan, terus bagaimana anak sekarang bisa bersaing kalau mengerjakan UNAS aja masih protes, asal tahu aja zaman kami dulu internet blom seperti sekarang, kami tapi kami mempunyai semangat2 berjuang.... ayo anak2 Indonesia jangan loyo plus maju terus gapai cita2mu jangan lupa sholat tidak ada yg tidak mungkin kalau kita optimis dan yakin bisa, jangan jadi anak anak yang suka mengeluh diluar sana tantangan lebih berat

Sinovac said...

Nur ini adalah type anak muda sekarang yang ogah susah dan maunya simpel, padahal kami dulu lebih susah daripada itu, ketahuilah zaman sekarang ini serba mudah dan lebih canggih, dengan internet anak2 muda sekarang bisa berselancar mencari pengetahuan, sangat berbeda dengan jaman kami, anak muda sekarang baru ngerjain ujian sekolah aja dah pada protes terlalu sulitlah terlalu banyaklah, pokoknya kata mereka serba terlalu...., padahal itu tidak ada apa-apanya, ketika mereka memasuki ujian sebenarnya yaitu ujian kehidupan mereka akan bersaing dengan beribu macam manusia yang memiliki karakter dan kecerdasan yang berbeda, dan untuk mendapatkan pekerjaan bukan hanya diperlukan ketrampilan saja, namun juga pengetahuan secara keilmuan dan teori yg itu cuma bisa sebagian besar kita dapatkan disekolahan, terus bagaimana anak sekarang bisa bersaing kalau mengerjakan UNAS aja masih protes, asal tahu aja zaman kami dulu internet blom seperti sekarang, kami tapi kami mempunyai semangat2 berjuang, kalau zaman dulu namanya EBTANAS dan mata pelajaran yang diujikan lebih banyak daripada UNAS sekarang, tapi kami tidak terlalu mengeluh seperti anak2 sekarang, kami sangat bersemangat setiap mengerjakan soal2 yang dibagikan.... ayo anak2 Indonesia jangan loyo plus maju terus gapai cita2mu jangan lupa sholat tidak ada yg tidak mungkin kalau kita optimis dan yakin bisa, jangan jadi anak anak yang suka mengeluh diluar sana tantangan lebih berat

Unknown said...

Wow super sekali semangat yach Dek,belum pernah ada siswa yang mengirim surat seperti ini kepada bkp mentri pendidikan yang isinya seperti ini patut di jempoll������������

Unknown said...

Wow super sekali semangat yach Dek,belum pernah ada siswa yang mengirim surat seperti ini kepada bkp mentri pendidikan yang isinya seperti ini patut di jempoll������������

Unknown said...

Sebaiknya un di hapus kan

Unknown said...

Inilah kemorosotan pendidikan kita.Proses Pendidikan di sekolah selama 3 th dinilai berhasil tidaknya hanya dalam beberapa hari UNAS.Itupun yang di nilai hanya soal yang menyangkut kognitif.Afektifnya seperti budi pekerti, etika,kejujuran,dll tak terukur.

Anonymous said...

Setuju banget sama km dek... Mudah2an jeritan hati km bs didengar sama para pejabat yang terlalu berpatokan sama hasil itu.
Heran, bisa2'a nuntut ini itu ke pelajar di seluruh Indonesia, pdhl blum tentu kinerja mrk sendiri udah maksimal dalam penyediaan fasilitas pendidikan'a. Apa sih yang ada di fikiran mereka? Prestasi pribadi?

Anonymous said...

Setuju banget sama km dek... Mudah2an jeritan hati kamu ini didengar sama para pejabat yang berwenang dlm pelaksanaan UNAS itu. Heran, bs2'a mrk nuntut ini itu ke pelajar Indonesia tanpa mrk intropeksi diri dulu; apakah kinerja mrk udah maksimal dlm memberikan fasilitas pendidikannya. Apa sih yg ada di pikiran mrk? Prestasi pribadi?

Unknown said...

semoga pendidikan negri ini lebih baik

http://paud.web.id

Unknown said...

Aku juga setuju, tapi aku suka berpikir.. "di dunia ini sudah ada negara maju dalam bidang pendidikan, kenapa negara berkembang seperti negara kita tidak belajar dari proses belajar negara maju tersebut?" Aku selalu bertanya tanya akan hal itu.. kenapa tidak belajar dari yang sudah sukses? Kenapa????😢

Unknown said...

Aku juga setuju, tapi aku suka berpikir.. "di dunia ini sudah ada negara maju dalam bidang pendidikan, kenapa negara berkembang seperti negara kita tidak belajar dari proses belajar negara maju tersebut?" Aku selalu bertanya tanya akan hal itu.. kenapa tidak belajar dari yang sudah sukses? Kenapa????😢

Anonymous said...

Kakak tau kak? Unas tahun 2016 seperti apa? SANGAT AMAT MIRIS kak, tidak ada SKL yang jelas, kurikulum campur aduk, ditambah model yang berbeda, dimana ada yang menggunakan tipe kertas juga ada yang menggunakan komputer. Dan soalnya itu amit2 deh kaakk, setiap hari setelah mengerjakan soal ujian saya dan teman-teman pasti menggerutu dan bahkan kita sampai menangis. Itu tiap hari kak terjadi :'( sungguh sedih kak

Unknown said...

Aku juga ngalamin. Gg cuma SMA dek, kuliah lebih lagi. Semangat aja, kadang kita memang perlu berbagi perasaan dan protes jika memang merasa gg adil.menurut aku Kamu sudh cerdas dalam menyampaikan artikel ini. Kataknya Indonesia saatnya bisa bercermin pada negara maju lainnya. Saya juga dulu pekerja keras saat SMA. Catatan saya selalu lengkap. Tapi saat ujian khususnya pelajaran yg saya sukai yaitu matematika saya merasa panik dan buyar menjawabnya. Akhirnya nilai saya sangat buruk.tapi itu gg seberapa saat d perguruan tinggi. Kk sarankan siap mental, yg berlalu biarlh berlalu, hadapi dan lalui dengan tegar

feri said...

Tujuan suratnya bagus,hanya penulisannya terkesan emosional,saya rasa dengan menghindari kata2 tantangan akan lebih indah

feri said...

Tujuan suratnya bagus,hanya penulisannya terkesan emosional,saya rasa dengan menghindari kata2 tantangan akan lebih indah

Anonymous said...

Dik, suratmu bagus sekali, dan kamu berbakat untuk menjadi penulis. Betul memang UNAS itu berat bagi pelajar. Sebagai mantan pelajar, saya juga dulu mengalami hal yang sama.

Kalau boleh saya juga ingin berbagi mengenai dunia pekerjaan. Saat ini dunia kerja sangat kompetitif, jumlah pekerja tidak sebanding dengan lapangan kerja. Lalu bagaimana perusahaan memilih karyawan yang akan masuk? Ya, jawabannya dengan tes masuk. Siapa yang lolos tes maka akan masuk.
Lalu setelah bekerja, kita juga akan dihadapkan dengan tantangan, siapa yang akan naik jabatan. Bagaimana caranya perusahaan menentukan siapa yang layak naik jabatan? Jawabannya adalah dengan tes, berupa project atau penilaian lain. Projectnya setiap orang bisa berbeda, dan tidak ada yang berhak untuk memilih project atau atasan, semua ditentukan management. Karena mudah atau sulitnya persoalan itu relatif, jika kita mengatakan project kita lebih sulit belum tentu semua orang berpendapat project kita lebih sulit. Bahkan seringkali project yang diberikan itu tidak masuk akal, dik. Banyak yang menyerah dan gagal. Tetapi selalu ada juga yang berhasil. Barangsiapa yang lolos atau berhasil mengerjakan project atau tes dengan pencapaian tertinggi maka ia yang akan naik jabatan, karena dianggap mampu untuk me"manage" suatu persoalan dan layak untuk memimpin rekannya untuk menghadapi persoalan.
Lalu setelah di puncak jabatan ada lagi yang namanya panel untuk menjabat pemimpin perusahaan, biasanya ada yang namanya fit and proper test. Tentu lebih sulit lagi.
Begitulah kira-kira pengalaman di dunia kerja, dik. Kejam? Memang, karena persaingan memang semakin ketat, semua dituntut untuk mempunyai mental pejuang, pantang menyerah.
Terlihat sekali bukan lingkungan yang harus beradaptasi dengan kita, namun kita yang harus berlatih beradaptasi dengan lingkungan.

Sebenarnya wajar sih, karena jika posisi kita yang mempunyai perusahaan. Kita ingin memilih karyawan yang unggulan atau yang biasa-biasa saja?

Permasalahannya menurut saya bukan di tes, karena mau tidak mau kita akan selalu dihadapkan dengan "tes" dalam kehidupan nyata. Permasalahannya adalah apakah semua generasi penerus bangsa ini sudah disiapkan dengan matang untuk menghadapi persoalan (tes)? Jawabannya tidak. Penyebaran kualitas pendidikan dan mental di Indonesia sangat tidak merata, ada sekolah yang mempersiapkan muridnya begitu jauh, tapi di lain tempat ada sekolah yang bahkan sangat tidak layak untuk diuji. Gurunya pun belum memahami apalagi peserta didiknya. Bagaimana mungkin nanti peserta didiknya bisa "menang" saat berkompetisi di dunia kerja?

Di luar negeri, jumlah sekolah tidak sebanyak di negeri kita tercinta ini, namun kualitas pendidikannya setara tingginya. Sehingga para peserta didik juga mempunyai bekal yang sama-sama kuat.

Oiya, satu lagi kakak mau kasih tips loh dik. Di dunia kerja itu, beda dengan di sekolah. Ga selalu seperti matematika, jadi kalau kita salah mengerjakan sesuatu project ga berarti kiamat, karena bukan yang selalu benar 100% yang dicari tapi orang yang berani bangkit, mau belajar, pantang menyerah, dan menunjukkan hasil.

Semoga adik tetap bersemangat ya. Sukses selalu!

Unknown said...

Hahahahaha koq nantang ..
Saya miris dan mendukung UNAS DI HAPUS.. Biar sekolah sendiri yang kasih ujian sesuai dengan standar mereka... Dan supaya tidak ada lagi joki joki...

Untuk penulis..pendapat MU perlu di perjuangkan... Karena bisa jadi mental pelajar Indonesia ini bisa jadi bobrok ke depannya...

Unknown said...

Hahahahaha koq nantang ..
Saya miris dan mendukung UNAS DI HAPUS.. Biar sekolah sendiri yang kasih ujian sesuai dengan standar mereka... Dan supaya tidak ada lagi joki joki...

Untuk penulis..pendapat MU perlu di perjuangkan... Karena bisa jadi mental pelajar Indonesia ini bisa jadi bobrok ke depannya...

Unknown said...

Salut buat penulis, saya jg dulu merasakan ketika ingin mengerjakan sndiri tpi tergoda karena ga smpe 20mnit teman2 sudh bnyk yg slesai sedangkan saya harus msh mmbaca soal, dan akhirnya sayapun tergoda, dan saya cocokan dgn jawaban saya trnyata bnyk yg sama, dan mau ga mau saya harus mencontek

Unknown said...

Salut buat penulis, saya jg dulu merasakan ketika ingin mengerjakan sndiri tpi tergoda karena ga smpe 20mnit teman2 sudh bnyk yg slesai sedangkan saya harus msh mmbaca soal, dan akhirnya sayapun tergoda, dan saya cocokan dgn jawaban saya trnyata bnyk yg sama, dan mau ga mau saya harus mencontek

Unknown said...

yg nulis artikel asbun aja..maklum aja pemikirannya masih dangkal... karna msh anak sklhan...

Unknown said...

Jangan berharap masalahnya lebih mudah. Berharaplah bahwa anda punya kemampuan yang lebih baik.

Yakin kalo soalnya mudah gak pada nyontek?yakin kalo soalnya mudah pada jujur?

Tmks

Anonymous said...

Halo dik,
Tulisan kamu ini menarik tapi, akan lebih baik jika kamu tidaklah mempermasalahkan mengenaj ujiannya. Benar bahwa ujian nasional bisa menjadi momok bagi banyak kalangan siswa dikarenakan sistem pendidikan kita yang tidak merata akan tetapi jangan menuntut untuk mempermudah rintangan kelulusanmu, mintalah supaya kamu dan kita semua diberi pendidikan yang lebih baik. Semoga kamu tidak menyalah artikan komentar saya. Saya berharap agar Indonesia memiliki pendidikan yang lebih baik dan menurut saya mempermudah soal ujian mungkin bukanlah jalan yang tepat. Saya memang tidak mengikuti ujian yang adik tempuh, akan tetapi saya yakin bahwa menyalahkan mentri pendidikan atas kesulitan yang kita tempuh bukanlah hal yang tepat sasaran.
Pada akhirnya saya mau mengajak adik untuk berusaha menanggung beban berat ini dengan sabar. Yakinlah bahwa di soal ujian yang susah tidaklah sesusah problem dunia riset dan kerja yang seringkali bahkan professor pada bidangnya tidak dapat memberi solusi.

Salam
Anonim yang peduli

soal said...

Salut dengan adek yg nulis surat ini, analisanya akurat 99%, kalau selepas sma belum ada kegiatan, hubungi saya. Ada sedikit pekerjaan jika adek berminat.

berfikir logis said...

bener-bener keren. semoga mata mereka terbuka lebar kawan

Unknown said...

Ada baiknya kita bangsa Indonesia belajar sopan terhadap orang yang lebih tua apa lagi terhadap seorang pemimpin.
Dalam Agama Islam Mengingatkan seorang pemimpin yang salah memang diperbolehkan, namun harus dengan cara yang bai, tidak boleh mengumbar aib seorang pemimpin. Dan Islam telah mengaturnya.

Lebih jelasnya berikut link yang menjelaskan tentang mengingatkan seorang pemimpin, semoga Alloh selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita yang mengharapkan keselamatan.
https://rumaysho.com/3401-jihad-dengan-menasehati-penguasa-yang-zalim.html

Unknown said...

syahdeni gak brani nongol lagi takut ketauan begonya

gunawan said...

Super sekali.....aq suka orang2 yg begitu kritis , semoga dapat segera ada tnggapan dengan hasil sesuai dg kejujuran.

Unknown said...

Saya kagum dengan pemikiran dan tekad,Nurmillaty. Saat saya berumur seperti kamu, saya ga akan bisa berpikiran seperti ini. Semoga kalian semua yang jujur bisa lulus dengan nilai yang memuaskan. Rasa puas pasti berbeda antara nilai jujur dan nilai palsu. Walaupun pada akhirnya tetap angka yang dinilai. Masih banyak yang lebih berat dibanding UNAS ke depannya. Semoga ini ga mematahkan semangat jujur kalian. Mungkin pak menteri ga menanggapi ini, tapi kamu bisa punya cita cita jadi menteri pendidikan dan mengubah semuanya kan? Pokoknya sukses selalu buat kalian.

Unknown said...

Ya ampun syahdeni ini mungkin kurang piknik jd bacanya kurang cermat gih d baca ulang ya saudara syahdeni
Saya adl org yg pernah mengerjakan unas pd thn 2013 lalu dan pd soal matematika memang ada jwaban yg tdk sesuai dg soal yg ada
Saya sudah tanyakan kpd guru saya dan jawaban yg ada di soal itu adl TIDAK SAMA DENGAN JAWABAN YANG SEHARUSNYA lalu itu salah siapa???
Lagian cuma di tantang ini apa salahnya toh bapak mentri kan sudah banyak gelar masak perlu waktu berhari2 untuk mengerjakan soal matematika pd saat UNAS

Unknown said...

Ya ampun syahdeni ini mungkin kurang piknik jd bacanya kurang cermat gih d baca ulang ya saudara syahdeni
Saya adl org yg pernah mengerjakan unas pd thn 2013 lalu dan pd soal matematika memang ada jwaban yg tdk sesuai dg soal yg ada
Saya sudah tanyakan kpd guru saya dan jawaban yg ada di soal itu adl TIDAK SAMA DENGAN JAWABAN YANG SEHARUSNYA lalu itu salah siapa???
Lagian cuma di tantang ini apa salahnya toh bapak mentri kan sudah banyak gelar masak perlu waktu berhari2 untuk mengerjakan soal matematika pd saat UNAS

Muhammad Jabar said...

Gak usah berharap lebih sama pemerintah gak ada gunanya, dunia hampir kiamat, pemerintah tidak ada wibawa, aplagi yg memimpin skrg kbnykan org2 kafir, jgnkn tgkt UNAS tgkat puasa aja di suruh hargai yg gak puasa, mlm takbiran d larang untuk takbiran,,,,
Pemerintah skrg udah pada kenak baptis jadi sudah tidak peduli apa2 lg,,,,
Sampah

merintika asdiani said...

Saya juga sempat mengalami kesal marah dg unas di indonesia ini 3 thn yg lalu. Bhkan ketika membaca surat ini entah mengapa saya kembali emosi. Ingat dik Allah tidak tidur. Biarkan mereka yg sabtai dg joki nya, mereka yg mempersulitmu. Karna Allah penolong sebenarnya. Terus semangat. Semoga surat ini tersampaikan. Dan pendidikan indonesia mulai DIPERBAIKI. Aamiin.

«Oldest ‹Older   601 – 800 of 969   Newer› Newest»

Post a Comment

SAHABAT YANG BAIK SENANTIASA MEMBERIKAN KOMENTAR YANG BAIK PULA