Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Friday 9 May 2014

MENDIKBUD DITANTANG SISWA SMA

Dilematika Unas: Saat Nilai Salah Bicara

oleh: Nurmillaty Abadiah

 

Sebuah surat terbuka, untuk Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat,
di tempat.

16. Mencontek adalah sebuah perbuatan…

a. terpaksa

b. terpuji

c. tercela

d. terbiasa



Ardi berhenti di soal nomor enam belas itu, salah satu soal ulangan Budi Pekerti semasa dia kelas 2 SD dulu. Ia tertegun, dan hatinya berdenyut perih saat dilihatnya sebuah coretan menyilang pilihan jawaban C. Coretan tebal, panjang, ciri khas si Ardi kecil yang menjawab nomor itu tanpa ragu, melainkan dengan penuh keyakinan…



Handphonenya berdering pelan, sebuah SMS masuk. Ardi membukanya, dan ia menghela nafas dalam-dalam begitu membaca isinya.



Jadi gimana Di, ikutan pakai ‘itu’ nggak?



Barangkali bukan kebetulan Ardi menemukan soal-soal ulangan SD-nya saat ia mau mencari buku-buku lamanya, barangkali bukan kebetulan Ardi membaca soal nomor enam belas dan jawaban polosnya itu, sebab denyut perih di hatinya baru mereda setelah ia mengirim sebaris kalimat yakin…



Nggak, Jo, aku mau jujur aja.



Sebuah balasan pahit mampir selang beberapa detik setelahnya,



Ah, cemen kamu.



Tapi tidak, Ardi tak goyah. Ia mengulum senyum dan batinnya berbisik pelan, salah, Jo. 



Jujur itu keren.






UNAS. Sebuah jadwal tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk mengevaluasi hasil belajar siswa selama tahun-tahun sebelumnya. Sebuah penentu kelayakan seorang siswa untuk lulus dari jenjang pendidikan yang sudah dia jalani atau tidak. UNAS sudah sejak lama ada, meliputi berbagai tingkat pendidikan, mulai dari SD, SMP, sampai yang terakhir, yakni SMA. Sudah sejak lama pula UNAS menuai pro dan kontra, yang mana rupanya kontra itu belakangan ini berhasil 'memaksa' pemerintah untuk menghapuskan UNAS di tingkatan SD. Sedang untuk tingkat SMP dan SMA, kemungkinan itu masih harus menunggu.


Tiap kali UNAS akan digelar, seluruh elemen masyarakat ikut tertarik ke dalam pusaran perbincangannya. Perdebatan tentang perlu-tidaknya diadakan UNAS tak pernah absen dari obrolan ringan di warung kopi, dan acara-acara yang mengklaim ingin memotivasi para peserta UNAS pun bermunculan di berbagai channel televisi. Di sela-sela program motivasi itu, jikalau ada sesi tanya-jawab, hampir bisa dipastikan akan ada seorang partisipan yang melempar tanya:


"Bagaimana dengan kecurangan UNAS?"


Ah, ya, UNAS memang belum pernah lepas dari ketidakjujuran.


Sekarang, jangan marah jika saya bilang bahwa UNAS identik dengan kecurangan. Sebab jika tidak, pertanyaan itu tidak akan terlalu sering terdengar. Tapi nyatanya, semakin lama pertanyaan itu semakin berdengung di tiap sudut daerah yang punya lembaga pendidikan; dan tahukah apa yang menyedihkan? Yang paling menyedihkan adalah saat lembaga-lembaga pendidikan itu, tempat kita belajar mengeja kalimat 'kejujuran adalah kunci kesuksesan' itu, hanya mampu tersenyum tipis dan menahan kata di depan berita-berita ketidakjujuran yang simpang-siur di berbagai media.


UNAS dengan segala problematika dan dilematika yang dibawanya memang tak pernah habis untuk dikupas, dan sayangnya ia tak pernah bosan pula menemui jalan buntu. Dari tahun ke tahun selalu ada laporan tentang kecurangan, tetapi ironisnya setiap tahun itu pula pemerintah tetap tersenyum dan mengabarkan dengan bahagia bahwa 'UNAS tahun ini mengalami peningkatan, kelulusan tahun ini mengalami kenaikan, rata-rata tahun ini mengalami kemajuan', dan hal-hal indah lainnya. Dulu, saat saya belum menginjak kelas tiga, saya berpikir bahwa grafik itu benar adanya dan saya pun terkagum-kagum oleh peningkatan pendidikan yang dialami oleh generasi muda Indonesia.


Tetapi sekarang, sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS... dengan berat hati saya mengaku bahwa saya tidak bisa lagi percaya pada dongeng-dongeng itu. Sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS, saya justru punya banyak pertanyaan yang saya pendam dalam hati saya. Banyak beban pikiran yang ingin saya utarakan kepada Bapak Menteri Pendidikan. Tapi tenang saja, Bapak tidak perlu menjadi pembaca pikiran untuk tahu semua itu, karena saya akan menceritakannya sedikit demi sedikit di sini. Dari berbagai kekalutan dan tanda tanya yang menyesaki otak sempit saya, saya merumuskannya menjadi tiga poin penting...


Pertama, tentang kesamarataan bobot pertanyaan-pertanyaan UNAS, yang tahun ini Alhamdulillah ada dua puluh paket.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat... pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Bahasa Indonesia bisa membuat 20 soal yang berbeda, dengan tingkat kesulitan yang sama, untuk satu SKL saja? Pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Biologi membuat 20 soal yang berbeda, dengan taraf kesulitan yang sama, hanya untuk satu indikator 'menjelaskan fungsi organel sel pada tumbuhan dan hewan'?


Menurut otak sempit saya, sejujurnya, itu mustahil. Mau tidak mau akan ada satu tipe soal yang memuat pertanyaan dengan bobot lebih susah dari tipe lain. Hal ini jelas tidak adil untuk siswa yang kebetulan apes, kebetulan mendapatkan tipe dengan soal susah sedemikian itu. Sebab orang tidak akan pernah peduli apakah soal yang saya terima lebih susah dari si A atau tidak. Manusia itu makhluk yang seringkali terpaku pada niai akhir, Pak. Orang tidak akan pernah bertanya, 'tipe soalmu ada berapa nomor yang susah?' melainkan akan langsung bertanya, 'nilai UNASmu berapa?'.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, di sini Bapak akan beralasan, barangkali, bahwa jika siswa sudah belajar, maka sesusah apapun soalnya tidak akan bermasalah. Tapi coba ingat kembali, Pak, apa sih tujuan diadakannya Ujian Nasional itu? Membuat sebuah standard untuk mengevaluasi siswa Indonesia, 'kan? Untuk menetapkan sebuah garis yang akan jadi acuan bersama, 'kan? Sekarang, bagaimana bisa UNAS dijadikan patokan nasional saat antar paket saja ada ketidakmerataan bobot soal? Ini belum tentang ketidakmerataan pendidikan antar daerah, lho, Pak.


Kedua, tentang pertanyaan-pertanyaan UNAS tahun ini, yang, menurut saya, menyimpang dari SKL.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya tahu Bapak sudah mengklarifikasinya di twitter, bahwa soal tahun ini bobot kesulitannya di naikkan sedikit (saya tertawa miris di bagian kata 'sedikit' ini). Tapi, aduh, jujur saya bingung juga Pak bagaimana menanggapinya. Pertama, bobot soal kami dinaikkan hanya sampai standard Internasional. Kedua, konfirmasi itu Bapak sampaikan setelah UNAS selesai. Saya jadi paham kenapa di sekolah saya disiapkan tabung oksigen selama pelaksanaan UNAS. Mungkin sekolah khawatir kami pingsan saking bahagianya menemui soal-soal itu, 'kan?


Bapak, saya tidak mengerti, benar-benar tidak mengerti... apa yang ada di pikiran Bapak-Bapak semua saat membuat, menyusun, dan mencetak soal-soal itu? Bapak mengatakan di twitter Bapak, 'tiap tahun selalu ada keluhan siswa karena soal yang baru'. Tapi, Pak, sekali ini saja... sekali ini saja saya mohon, Bapak duduk dengan santai, kumpulkan contoh soal UNAS tahun dua ribu sebelas, dua ribu dua belas, dua ribu tiga belas, dan dua ribu empat belas. Dengan kepala dingin coba Bapak bandingkan, perbedaan tingkat kesulitan dua ribu sebelas dengan dua ribu dua belas seperti apa. Perbedaan bobot dua ribu dua belas dengan dua ribu tiga belas seperti apa. Dan pada akhirnya, coba perhatikan dan kaji baik-baik, perbedaan tipe dan taraf kerumitan soal dua ribu tiga belas dengan dua ribu empat belas itu seperti apa.


Kalau Bapak masih merasa tidak ada yang salah dengan soal-soal itu, saya ceritai sesuatu deh Pak. Bapak tahu tidak, saat hari kedua UNAS, saya sempat mengingat-ingat dua soal Matematika yang tidak saya bisa. Saya ingat-ingat sampai ke pilihan jawabannya sekalipun. Kemudian, setelah UNAS selesai, saya pergi menghadap ke guru Matematika saya untuk menanyakan dua soal itu. Saya tuliskan ke selembar kertas, saya serahkan ke beliau dan saya tunggu. Lalu, hasilnya? Guru Matematika saya menggelengkan kepalanya setelah berkutat dengan dua soal itu selama sepuluh menit. Ya... beliau bilang ada yang salah dengan kedua soal itu. Tetapi yang ada di kepala saya hanya pertanyaan-pertanyaan heran...


Bagaimana bisa Bapak menyuruh saya menjawab sesuatu yang guru saya saja belum tentu bisa menjawabnya?


Tidak diuji dulukah kevalidan soal-soal UNAS itu?


Bapak ujikan ke siapa soal-soal itu? Para dosen perguruan tinggi? Mahasiswa-mahasiswa semester enam?


Lupakah Bapak bahwa nanti yang akan menghadapi soal-soal itu adalah kami, para pelajar kelas tiga SMA dari seluruh Indonesia?


Haruskah saya ingatkan lagi kepada Bapak bahwa di Indonesia ini masih ada banyak sekolah-sekolah yang jangankan mencicipi soal berstandard Internasional, dilengkapi dengan fasilitas pengajaran yang layak saja sudah sujud syukur?


Etiskah menuntut sebelum memberi?


Etiskah memberi kami soal berstandard Internasional di saat Bapak belum mampu memastikan bahwa seluruh Indonesia ini siap untuk soal setingkat itu?


Pada bagian ini, Bapak mungkin akan teringat dengan berita, 'Pelajar Mengatakan bahwa UNAS Menyenangkan'. Kemudian Bapak akan merasa tidak percaya dengan semua yang sudah saya katakan. Kalau sudah begitu, itu hak Bapak. Saya sendiri juga tidak percaya kenapa ada yang bisa mengatakan bahwa UNAS kemarin menyenangkan. Awalnya saya malah mengira bahwa itu sarkasme, sebab sejujurnya, tidak sedikit teman-teman saya yang menangis sesudah mengerjakan Biologi. Mereka menangis lagi setelah Matematika dan Kimia. Lalu airmata mereka juga masih keluar seusai mengerjakan Fisika. Sekarang, di mana letak 'UNAS menyenangkan' itu? Bagi saya, hanya ada dua jawabannya; antara narasumber berita itu memang sangat pintar, atau dia menempuh jalan pintas...


Jalan pintas itu adalah hal ketiga yang menganggu pikiran saya selama UNAS ini. Sebuah bentuk kecurangan yang tidak pernah saya pahami mengapa bisa terjadi, yaitu joki.


Mengapa saya tidak paham joki itu bisa terjadi? Sebab, setiap tahun pemerintah selalu gembar-gembor bahwa "Soal UNAS aman! Tidak akan bocor! Pasti terjamin steril dan bersih!", tetapi ketika hari H pelaksanaan... voila! Ada saja joki yang jawabannya tembus. Jika bocor itu paling-paling hanya lima puluh persen benar, ini ada joki yang bisa sampai sembilan puluh persen akurat. Sembilan puluh persen! Astaghfirullah hal adzim, itu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir. Kemudian ajaibnya pula, yang sudah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi hal ini sepanjang yang saya lihat baru satu: menambah tipe soal! Kalau sewaktu saya SD dulu tipe UNAS hanya satu, sewaktu SMP beranak-pinak menjadi lima. Puncaknya sewaktu SMA ini, berkembang-biak menjadi 20 paket soal. Pemerintah agaknya menganggap bahwa banyaknya paket soal akan membuat jawaban joki meleset dan UNAS dapat berjalan mulus, murni, bersih, sebersih pakaian yang dicuci pakai detergen mahal.


Iya langsung bersih cling begitu, toh?


Nyatanya tidak.


Sekalipun dengan 20 paket soal, joki-joki itu rupanya masih bisa memprediksi soal sekaligus jawabannya. Peningkatan jumlah paket itu hanya membuat tarif mereka makin naik. Setahu saya, mereka bahkan bisa menyertakan kalimat pertama untuk empat nomor tententu di tiap paket agar para siswa bisa mencari yang mana paket mereka. Lho, kok bisa? Ya entah. Tidak sampai di sana, jawaban yang mereka berikan pun bisa tembus sampai di atas sembilan puluh persen. Lho, kok bisa? Ya sekali lagi, entah. Seperti yang saya bilang, kalau sudah sampai sembilan puluh persen akurat begitu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir bandang. Saat joki sudah bisa menyertakan soal, bukan hanya jawaban, maka adalah sebuah misteri Ilahi jika pemerintah masih sanggup bersumpah tidak ada main-main dari pihak dalam.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya memang hanya pelajar biasa. Tapi saya juga bisa membedakan mana jawaban yang mengandalkan dukun dan mana jawaban yang didapat karena sempat melihat soal. Apa salah kalau akhirnya saya mempertanyakan kredibilitas tim penyusun dan pencetak soal? Sebab jujur saja, air hujan tidak akan menetesi lantai rumah jika tidak ada kebocoran di atapnya.


Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat... tiga hal yang saya paparkan di atas sudah sejak lama menggumpal di hati dan pikiran saya, menggedor-gedor batas kemampuan saya, menekan keyakinan dan iman saya.


Pernah terpikirkah oleh Bapak, bahwa tingkat soal yang sedemikian inilah yang memacu kami, para pelajar, untuk berbuat curang? Jika tidak... saya beritahu satu hal, Pak. Ada beberapa teman saya yang tadinya bertekad untuk jujur. Mereka belajar mati-matian, memfokuskan diri pada materi yang diajarkan oleh para guru, dan berdoa dengan khusyuk. Tetapi setelah melihat soal yang tidak berperikesiswaan itu, tekad mereka luruh. Saat dihadapkan pada soal yang belum pernah mereka lihat sebelumnya itu, mereka runtuh. Mereka menangis, Pak. Apa kesalahan mereka sehingga mereka pantas untuk dibuat menangis bahkan setelah mereka berusaha keras? Beberapa dari mereka terpaksa mengintip jawaban yang disebar teman-teman, karena dihantui oleh perasaan takut tidak lulus. Beberapa lainnya hanya bisa bertahan dalam diam, menggenggam semangat mereka untuk jujur, berdoa di antara airmata mereka... berharap Tuhan membantu.


Saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan teman-teman yang terpaksa curang setelah mereka belajar tetapi soal yang keluar seperti itu. Kami mengemban harapan dan angan yang tak sedikit di pundak kami, Pak. Harapan guru. Harapan sekolah. Harapan orangtua. Semakin jujur kami, semakin berat beban itu. Sebelum sampai di gerbang UNAS, kami telah melewati ulangan sekolah, ulangan praktek, dan berbagai ulangan lainnya. Tenaga, biaya, dan pikiran kami sudah banyak terkuras. Tetapi saat kami menggenggam harapan dan doa, apa yang Bapak hadapkan pada kami? Soal-soal yang menurut para penyusunnya sendiri memuat soal OSN. Yang benar saja, Pak. Saya tantang Bapak untuk duduk dan mengerjakan soal Matematika yang kami dapat di UNAS kemarin selama dua jam tanpa melihat buku maupun internet. Jika Bapak bisa menjawab benar lima puluh persen saja, Bapak saya akui pantas menjadi Menteri. Kalau Bapak berdalih 'ah, ini bukan bidang saya', lantas Bapak anggap kami ini apa? Apa Bapak kira kami semua ini anak OSN? Apa Bapak kira kami semua pintar di Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris sekaligus? Teganya Bapak menyuruh kami untuk lulus di semua bidang itu? Sudah sepercaya itukah Bapak pada kecerdasan kami?


Tidak.


Tentu saja Bapak tidak sepercaya itu pada kami. Sebab jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sampai terpikir untuk membuat dua puluh paket soal, padahal lima paket saja belum tentu bobot soal kelima paket itu seratus persen sama. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sengaja meletakkan persentase UNAS di atas persentase nilai sekolah untuk nilai akhir kami, padahal belum tentu kemurnian nilai UNAS itu di atas kemurnian nilai sekolah. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan merasa perlu untuk melakukan sidak. Jika Bapak percaya... mungkin Bapak bahkan tidak akan merasa perlu untuk mengadakan UNAS.



.........


.........


.........


Anda akan mengatakan kalimat klise itu, Pak, bahwa nilai itu tidak penting, yang penting itu kejujuran.


Tapi tahukah, bahwa kebijakan Bapak sangat kontradiktif dengan kata-kata Bapak itu? Bapak memasukkan nilai UNAS sebagai pertimbangan SNMPTN Undangan. Bapak meletakkan bobot UNAS (yang hanya berlangsung tiga hari tanpa jaminan bahwa siswa yang menjalani berada dalam kondisi optimalnya) di atas bobot nilai sekolah (yang selama tiga tahun sudah susah payah kami perjuangkan) dalam rumus nilai akhir kami. Bapak secara tidak langsung menekankan bahwa UNAS itu penting, dan itulah kenyataannya, Pak. Itulah kenyataan yang membuat kami, para pelajar, goyah. Takut. Tertekan. Tahukah Bapak bahwa kepercayaan diri siswa mudah hancur? Pertahanan kami semakin remuk ketika kami dihadapkan oleh soal yang berada di luar pengalaman kami. Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelumnya? Bahwa soal yang di luar kemampuan kami, soal yang luput Bapak sosialisasikan kepada kami meskipun persiapan UNAS tidak hanya satu-dua minggu dan Bapak sebetulnya punya banyak kesempatan jika saja Bapak mau, sesungguhnya bisa membuat kami mengalami mental breakdown yang sangat kuat? Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelum memutuskan untuk mengeluarkan soal-soal tidak berperikesiswaan itu dalam UNAS, yang notabene adalah penentu kelulusan kami?


Pada akhirnya, Pak, izinkan saya untuk mengatakan, bahwa apa yang sudah Bapak lakukan sejauh ini tentang UNAS justru hanya membuat kecurangan semakin merebak. Bapak dan orang-orang dewasa lainnya sering mengatakan bahwa kami adalah remaja yang masih labil. Masih dalam proses pencarian jati diri. Sering bertingkah tidak tahu diri, melanggar norma, dan berbuat onar. Tapi tahukah, ketika seharusnya Bapak selaku orangtua kami memberikan kami petunjuk ke jalan yang baik, apa yang Bapak lakukan dengan UNAS selama tiga hari ini justru mengarahkan kami kepada jati diri yang buruk. Tingkat kesulitan yang belum pernah disosialisasikan ke siswa, joki yang tidak pernah diusut sampai tuntas letak kebocorannya, paket soal yang belum jelas kesamarataan bobotnya, semua itu justru mengarahkan kami, para siswa, untuk mengambil jalan pintas. Sekolah pun ditekan oleh target lulus seratus persen, sehingga mereka diam menghadapi fenomena itu alih-alih menentang keras. Para pendidik terdiam ketika seharusnya mereka berteriak lantang menentang dusta. Kalau perlu, sekalian jalin kesepakatan dengan sekolah lain yang kebetulan menjadi pengawas, agar anak didiknya tidak dipersulit.


Sampai sini, masih beranikah Bapak katakan bahwa tidak ada yang salah dengan UNAS? Ada yang salah, Pak. Ada lubang yang menganga sangat besar tidak hanya pada UNAS tetapi juga pada sistem pendidikan di negeri ini. Siapa yang salah? Barangkali sekolah yang salah, karena telah membiarkan kami untuk menyeberang di jalur yang tak benar. Barangkali kami yang salah, karena kami terlalu pengecut untuk mempertahankan kejujuran. Barangkali joki-joki itu yang salah, karena mereka menjual kecurangan dan melecehkan ilmu untuk mendapat uang.


Tapi tidak salah jugakah pemerintah? Tidak salah jugakah tim penyusun UNAS? Tidak salah jugakah tim pencetak UNAS? Ingat Pak, kejahatan terjadi karena ada kesempatan. Bukankah sudah menjadi tugas Bapak selaku yang berwenang untuk memastikan bahwa kesempatan untuk berlaku curang itu tidak ada?


Mungkin Bapak tidak akan percaya pada saya, dan Bapak akan berkata, "Kita lihat saja hasilnya nanti."


Kemudian sebulan lagi ketika hasil yang keluar membahagiakan, ketika angka delapan dan sembilan bertebaran di mana-mana, Bapak akan melupakan semua protes yang saya sampaikan. Bapak akan menganggap ini semua angin lalu. Bapak akan berpesta di atas grafik indah itu, menggelar ucapan selamat kepada mereka yang lulus, kepada tim UNAS, kepada diri Bapak sendiri, dan Bapak akan lupa. Bapak yang saya yakin sudah berkali-kali mendengar pepatah 'don't judge a book by its cover', akan lupa untuk melihat ke balik kover indah itu. Bapak akan melupakan kemungkinan bahwa yang Bapak lihat itu adalah hasil kerja para 'ghost writer UNAS'. Bapak akan lupa untuk bertanya kepada diri Bapak, berapa persen dari grafik itu yang mengerjakan dengan jujur? Kemudian Bapak akan memutuskan bahwa Indonesia sudah siap dengan UNAS berstandard Internasional, padahal kenyataannya belum. Joki-jokinyalah yang sudah siap, bukan kami. Mengerikan bukan, Pak, efek dari tidak terusut tuntasnya joki di negeri ini? Mengerikan bukan, Pak, ketika kebohongan menjelma menjadi kebenaran semu?


Bapak, tiga hari ini, kami yang jujur sudah menelan pil pahit. Pil pahit karena ketika kami berusaha begitu keras, beberapa teman kami dengan nyamannya tertidur pulas karena sudah mendapat wangsit sebelum ulangan. Pil pahit karena ketika kami masih harus berjuang menjawab beberapa soal di waktu yang semakin sempit, beberapa teman kami membuat keributan dengan santai, sedangkan para pengawas terlalu takut untuk menegur karena sudah ada perjanjian antar sekolah. Pil pahit, karena kami tidak tahu hasil apa yang akan kami terima nanti, apakah kami bisa tersenyum, ataukah harus menangis lagi...


Berhentilah bersembunyi di balik kata-kata, "Saya percaya masih ada yang jujur di generasi muda kita". Ya ampun Pak, kalau hanya itu saya juga percaya. Tetapi masalahnya bukan ada atau tidak ada, melainkan berapa, dan banyakan yang mana? Sebab yang akan Bapak lihat di grafik itu adalah grafik mayoritas. Bagaimana jika mayoritas justru yang tidak jujur, Pak? Cobalah, untuk kali ini saja tanyakan ke dalam hati Bapak, berapa persen siswa yang bisa dijamin jujur dalam UNAS, dibandingkan dengan yang hanya jujur di atas kertas?


(Ngomong-ngomong, Pak, banyak dosa bisa menyebabkan negara celaka. Kalau mau membantu mengurangi dosa masyarakat Indonesia, saya punya satu usul efektif. Hapuskan kolom 'saya mengerjakan ujian dengan jujur' dari lembar jawaban UNAS.)


UNAS bukan hal remeh, Pak, sama sekali bukan; terutama ketika hasilnya dijadikan parameter kelulusan siswa, parameter hasil belajar tiga tahun, sekaligus pertimbangan layak tidaknya kami untuk masuk universitas tujuan kami. Jika derajat UNAS diletakkan setinggi itu, mestinya kredibilitas UNAS juga dijunjung tinggi pula. Mestinya tak ada cerita tentang soal bocor, bobot tidak merata, dan tingkat kesulitan luput disosialisasikan ke siswa.


Kejujuran itu awalnya sakit, tapi buahnya manis.


Dan saya tahu itu, Pak.


Tapi bukankah Pengadilan Negeri tetap ada meski kita semua tahu keadilan pasti akan menang?


Bukankah satuan kepolisian masih terus merekrut polisi-polisi baru meski kita semua tahu kebenaran pasti akan menang?


Dan bukankah itu tugas Bapak dan instansi-instansi pendidikan, untuk menunjukkan pada kami, para generasi muda, bahwa kejujuran itu layak untuk dicoba dan tidak mustahil untuk dilakukan?


Kejujuran itu awalnya sakit, buahnya manis.


Tapi itu bukan alasan bagi Bapak untuk menutup mata terhadap kecurangan yang terjadi di wilayah kewenangan Bapak.


Kami yang berusaha jujur masih belum tahu bagaimana nasib nilai UNAS kami, Pak. Tapi barangkali hal itu terlalu remeh jika dibandingkan dengan urusan Bapak Menteri yang bejibun dan jauh lebih berbobot. Maka permintaan saya mewakili teman-teman pelajar cuma satu; tolong, perbaikilah UNAS, perbaikilah sistem pendidikan di negeri ini, dan kembalikan sekolah yang kami kenal. Sekolah yang mengajarkan pada kami bahwa kejujuran itu adalah segalanya. Sekolah yang tidak akan diam saat melihat kadernya melakukan tindak kecurangan. Kami mulai kehilangan arah, Pak. Kami mulai tidak tahu kepada siapa lagi kami harus percaya. Kepada siapa lagi kami harus mencari kejujuran, ketika lembaga yang mengajarkannya justru diam membisu ketika saat untuk mengamalkannya tiba...





Dari anakmu yang meredam sakit,




Pelajar yang baru saja mengikuti UNAS.


=====================================================

sumber:  KLIK DI SINI!!!


 

969 komentar:

«Oldest   ‹Older   801 – 969 of 969   Newer›   Newest»
Anonymous said...

Ciee situ penjoki kali ya haha terpicu , coba dulu liat soal nya susah apa mudah jangan asal ceplok aja heuheu

NgeTech said...

Nitip www.nge-tech.com

Anonymous said...

Saya juga sempat frustasi ketika melihat soal UN yang bahkan saya sendiri bingung mau menjawabnya. Sebagian dari kami memang menjawab soal dengan jujur. Terlebih lagi UN pada tahun kami menggunakan komputer. Komputer ? Benar. Mungkin sebagian teman kami bahkan tak pernah memegang komputer. Apalagi kurikulum tahun kami menuntut kami pintar komputer dan dianggap pintar IT. Pada kurikulum saya pelajaran TIK ditiadakan. Bayangkan aja teman kami yg dri kampung pindah ke kota jauh" berharap supaya mendapatkan pendidikan yg lebih baik malah harus dianggap sudah pandai IT. Sedangkan untuk memegang komputer saja tidak pernah. Kadang saya miris melihatnya. Memang fasilitas dikampung tidak memadai sih. Tapi ya gitulah
Ditambah soal UN yang susah membuat kami dan teman" kami yg KURANG PINTAR IT jadi berusaha 2 kali lipat.
Ok lah komputer tidak ada hubungannya. Tapi kenapa ketika kami mengikuti Ujian UN yg hanya 3 hari itu soalnya lebih sulit ? Saya merasa saya telah gagal selama 3 tahun
Apakah saya yg kurang belajar atau apa ?
Kenapa tingkat kesulitannya lebih sulit dibanding soal" tahun lalu yg telah kami bahas.
Tantangan ?apakah mungkin sesuatu yg 3 hari lebih menentukan? Jdi buat apa kami kerja keras selama 3 tahun. Jujur saya pernah diajak pakai joki tapi saya lebih memilih jujur dengan mengandalkan kemampuan saya. Alhasil ketika saya mendapat hasilnya. Nilai saya jauh dri teman" saya yg telah memakai joki. Salah saya apa ? Saya sudah berusaha keras, berdoa dan menangis ketika mencoba mengerjakan UN. Saya mengunci diri di kamar dan mencoba belajar dengan serius. Sedangkan teman saya yg memakai joki (?) Mereka hanya duduk, tersenyum, dan ribut. Mereka tak perlu berpikir dan takut seperti yang saya rasakan. Saya sedikit miris. Saya kasihan pada diri saya
Haruskah saya tetap jujur atau mengikuti jalan teman saya yg sudah sesat ? Jika pendidikan indonesia seperti ini terus
Bagaimana Indonesia kedepannya?
Kami, kita, adalah penerus bangsa
Jika kami, kita sudah rusak dri sekarang
Terus bagaimana dengan masa depan ?
Lebih baik atau malah lebih buruk ?
Hancurkah ?
Dan bagaimana dengan nasib teman" kami yg frustasi hanya karena takut gak lulus sampai rela mati bunuh diri ? Atau sampai gila ? Saya juga tidak mengerti
Saya tidak bisa menjawabnya
Saya hanya mengatakan uneg" saya
Tidak perlu ditanggapi berlebihan
Buat teman saya yg sudah ngepost surat ini. Saya berterima kasih karena sudah mau menyalurkan isi hati para siswa siswi indonesia yg masih butuh keadilan. Big Thanks buat kamu

Anonymous said...

Waaaaooooo....
Butul dek, bgus sekali kmu.
Mudh mudahqn anak kemendikbud mendapatkan nillai yg terrendah
Amiin

Anonymous said...

Syahdeini. Selalu jujur gak ya kalo ngerjain soal-soal saat sekolah?
Hahaha. Gak pernah ngerasain jadi pelajar kali ya.

Unknown said...

Eh bro .. km bilang siswa yang kurang belajar .. itu siswa belajar udah matia2an .. tp apa . Soalnya malah menyimpang dari ajaran yg diberikan oleh guru .. sedangkan siswa belajar dari apa yang diberikan oleh guru .. mikir bro sebelum ngomong .. kyk gitu lo bilang siswa yg kurang belajar .. bego lu

Unknown said...

saya juga merasakan hal yang sama, 2 tahun lalu tepat pas nau UN saya sakit dan harus di rawat. tp berhubung sudah mau UN akhirnya saya memaksakan diri untuk masuk. 3 tahun saya sekolah di tentukan nilai cuma dalam waktu 3 hari itu. itu tidak adil :'(

Unknown said...

Bener banget nihh. Baru kemaren ngerasain kaya gini. Miris jadinya ngeliat hasil UN pada menurun,gara2 disuruh ngerjain soal yang ternyata diluar perkiraan,ga sesuai SKL. Apalagi MTK,sangat melenceng jauh. Bukan saya aja yg ngerasain,tapi temen2 saya juga begitu. Teman saya yang beda jurusan dan beda sekolah pun merasakan hal yang sama.;'(
Salah satu guru saya pernah jadi panitia UN. Ketika melihat beberapa soal yang udah jadi,dia bilang soalnya itu sulit. Ga semua siswa siswi bisa mengerjakan soal seperti ini. Intinya mah guru saya pahamlah sama siswa2nya. Eh gara2 itu,guru saya ga dipanggil lagi buat kerja sama jadi panitia UN lagi.
Jadi guru aja bisa memahami,masa bpk Kemendikbud aja gabisa? Semenjak kurtikulas,siswa siswi malah dipersulit dengan adanya sistem pendidikan baru di indonesia. Makannya siswa siswi sekarang tuh banyak yang tertekan sama kurtikulas. Akibatnya mereka jadi pada stress gara2 sistem pendidikan nya diubah.

Unknown said...

Perjuangan selama 3 tahun yg sudah mati matian ditemupuh, hanya ditentukan 4 hari, bagi siswa siswi SMK

Unknown said...

Perjuangan selama 3 tahun yg sudah mati matian ditemupuh, hanya ditentukan 4 hari, bagi siswa siswi SMK

Unknown said...

Perjuangan selama 3 tahun yg sudah mati matian ditemupuh, hanya ditentukan 4 hari, bagi siswa siswi SMK

Anonymous said...

Alhamdulillah 2017 UN bukan patokan kelulusan lagi, sekarang sistemnya sudah online walau belum 100 persen,angkatan saya jadi yg pertama di sekolah saya yg UN Online, sekolah belum ada pengalaman tentang tipe soalnya, saya kira lebih mudah dari TO, Ternyata berkali lipat lebih susah, dan apesnya pas biologi liat beberapa soal temen sebelah bisa jawab, soal sendiri yg satu materi ga bisa��, nilainya hancur parah tapi gpp, lebih memuaskan karena jujur dan ga ada joki di sekolah saya tahun ini.hancurnya juga merata satu sekolah, sangat jeblok dibanding tahun kemaren, agar pemerintah bisa menilai grafik nilainya sekarang.

Anonymous said...

Bego lu syahleni, nga baca lu ya, guru nya aja nga bisa... Tolol lu

Anonymous said...

Dari era orde baru, pendidikan indonesia monoton, lihat saja dasar pendidikannya menggunakan kirikulum yg itu itu saja, hanya melakukan revisi, bukannya perombakan total yg mendasar. Dan beberapa tahun juga bisa dilihat, dari apa yg telah dihasilkan di kehidupan bermasyarakat.

Kemana arah pendidikan ini?

Unknown said...

Benar.. Saya juga pernah mengalami hal seperti itu ketika tahun 2014 saya ikut UNAS.. Dan ketika itu soalnya masyaallah sulitnya.. Padahal kami sudah belajar dari soal soal dan materi yang guru ajarkan akan tetapi soal itu membuat kami para siswa yang telah beljar mati matian akhirnya terpuruk juga. Pada saat UNAS banyak yang memebeli kunci jawaban dari joki yang terbukti pada akhirnya tembus 90%..itu yang membuat hati saya sakit100%.. Karna apa untuk masuk ke perguruan tinggi nilai UNAS harus tembus ke nilai yang memuaskan sebagai persyaratan sehingga ketika itu hancur lah impian saya untuk masuk ke perguruan tinggi negeri melalui jalur SMPTN. Sedangkan hasil nilai UNAS dari teman teman yang hasil beli dari para si joki.. Mereka akhirnya masuk ke perguruan tinggi negeri yang mereka idaman. Sakitnya tuh disini

Unknown said...

Benar.. Saya juga pernah mengalami hal seperti itu ketika tahun 2014 saya ikut UNAS.. Dan ketika itu soalnya masyaallah sulitnya.. Padahal kami sudah belajar dari soal soal dan materi yang guru ajarkan akan tetapi soal itu membuat kami para siswa yang telah beljar mati matian akhirnya terpuruk juga. Pada saat UNAS banyak yang memebeli kunci jawaban dari joki yang terbukti pada akhirnya tembus 90%..itu yang membuat hati saya sakit100%.. Karna apa untuk masuk ke perguruan tinggi nilai UNAS harus tembus ke nilai yang memuaskan sebagai persyaratan sehingga ketika itu hancur lah impian saya untuk masuk ke perguruan tinggi negeri melalui jalur SMPTN. Sedangkan hasil nilai UNAS dari teman teman yang hasil beli dari para si joki.. Mereka akhirnya masuk ke perguruan tinggi negeri yang mereka idaman. Sakitnya tuh disini

Anonymous said...

Kayaknya seru ya kalo seluruh MENTRI, PRESIDEN, DAN WAPRES, ikut duduk melaksanakan ujian nasional.

Unknown said...

Bener tuh.....mereka itu cuma pengen liat pelajar menderita, menyusahkan kita

Unknown said...

�� pasti Adek ini pintar, semoga cita² nya terkabul

Unknown said...

SYAHDEINI SUDAH MATI BRO...

Unknown said...

syahdeini .. orang tolol yg belagaan kaya orang pintar! loe itu seharusnya ngaca woyy... loe pikir yg namanya ngerjain soal itu segampang membalikan tangan! gue ajh yg nilai un diatas 8 semua jga masih menemukan soal yg gk gue maksud... terlebih saya belajar itu 3 thn dibangku smk... tntu gue paham seluk beluk tuh materi... jadi lo gak usah sotoy jadi orang... peningkatan standar emang perlu, tpi perlu diimbangi dengan pendidikan , dan tenaga guru yg memadai... pendidikan ajh bljm merata, apalagi ini standar nilai ditinggikan... gue yakin lo pas dibangku sekolah cuma ngandelin contekan! makanya loe belagaan.. maksudmu gk sopan klo nantang menteri ngerjain soal itu gimana woy? kecuali klo nantang berklahi bru gk sopan.. org yg ditantang jga mentri pendidikan yg jelas2 gelar profesor klo gk meladeni ya jelas memalukan! itu jga buat membuktikan tingkat kesulitan soal yg dikerjakan! bego amat sh lo!

Yelli Sustarina said...

Mempersulit Dan menggadaikan akidah

Imam said...

Keren, lanjutkan!

Opa Arum said...

Wowwww.... ..
Surat yang indah buat Pak Menteri.....
Si Rain Fello pun masih kalah dalam hal menulis......
Bahkan ini harusnya lebih Viral dari status Afi Nihayah Faradisa, atau sarkasme si Bang Datu Airis atau mungkin lebih keren dari Novel Ansar Siri, juga lebih menarik dari karya karya Bunda Asma Nadia atau pak Isa Alamsyah.
Sungguh bahasa ini lebih indah dari sebuah kata puitis sang penyair tiga pulau.
Lanjutkan dan tingkatkan........

Anonymous said...

Kompor gas

Anonymous said...

Akhirnya ada yg mewakili, selama ini terpendam sakit di hati. Makasih utk penulis.

Anonymous said...

maap ye pak saya sbg anak yg pernah ngikutin UNAS ini sering putus asa dgn ada nya UNAS. putus asa karena yg saya pelajari itu ga keluar pas ujian dan itu jauh dari ekspekstasi saya sbg murid dan guru-guru saya. tolong bayangkan (bayangin aja) sekolah selama 3 thn di SMA dan PENENTUAN LULUS atau TIDAK hanya dlm waktu 3 hari masing-masing mata pelajaran soalnya berdurasi 2 jam. nilai 1 mata pelajaran saja 49 sekolah bisa menyatakan tidak lulus. saat hari H mata pelajaran kimia pun (yg biasanya diberikan guru kami walau tergolong sulit tapi kami bisa kerjakan) kami garuk kepala sudah pakai macam rumus ttp hasilnya ga dapet dan saya terpaksa minta izin ke wc dan bertemu guru kimia maksud ingin bertanya ttg soal itu tp stelah saya minta izin lg dan bertemu guru itu yg dikatakan hanya "saya ga dapet jawabannya dan ini kayaknya soalnya yg salah."  Dan selama UNAS, yg lain yg dapet kunci mah enak tinggal lihat kode soalnya dimana terus cocokin sama kode kunci stelah itu di isi. GAMPANGKAN? gimana yg lain yg mengandalkan kemampuan sendiri YANG SUDAH BELAJAR + mengandalkan Tuhan yg tidak melirik sedikit pun ke kunci jawaban? mereka TERPAKSA liat kunci jawaban juga. 1 soal aja dicoba bisa ngabisin waktu 15 menit gimana 40 soal? Tolong pak koreksi dulu kata2 bapak. Jangan karena kita yg masih remaja yg 'kata orang dewasa' masih labil lalu bapak meremehkan kita. sbg anak yg pernah mengikuti UNAS, JUJUR SAYA TIDAK SUKA DENGAN KOMENTAR BAPAK.

Anonymous said...

jangan tanyakan kenapa negara ini masih berkembang jika sistem pendidikannya masih seperti ini. jangan menuntut generasi penerus bangsa untuk jadi lebih baik jika pemerintah menutup mata dengan hal2 seperti ini

Anonymous said...

Setuju , unas memang sebaik nya dihapuskan ,dan diganti dengan metode pembelajaran yng lebih baik agar 3 tahun belajar jadi tidak sia sia...

ReDee Moe said...

Dan ketika saya blajar mati2an mwngejar itu. Saya les pulang sore, saya benar2 mempersiapkan diri hanya pada kata lulus dan tidak lulus. Setelah saya mengiyakan itu semua semampu saya. Apa yg saya pelajari tidak ada sangkut PAUT nya dengan saya dimasa skrg. Smua sy pelajari langsung apa yg akan menjadi kebutuhan saya. Diluar bangku sekolah malah. Miris. .

Unknown said...

mohon maaaf, tapi jika tidak ingin kesulitan mending tidak perlu sekolah. alumni2 sebelumnya pernah di posisi dia tapi bisa lulus juga. sesuatu yang mudah bukan jadi meningkatkan skill kita. jika kamu pilih jurusan IPA. maka yang kamu pelajari disekolah adalah dasar2 dari pengetahuan yang harus kamu ketahui karna kelak itu akan berguna untuk kamu. terlalu banyak mengeluh jadinya ya gitu, merasa menteri pendidikan terlalu memberatkan. jika kamu ngga sanggup belajar pelajaran jurusan IPA, ya kamu mencari jurusan yang sesuai sama kamu. materi yang diberikan tidak salah. jujur dan bohong bukanlah masalah konkret. jika tidak lulus, konsekuensinya ya harus remedial. terlepas dari kamu jujur atau tidak. karna jujur atau bohong itu bukan lagi tentang pelajaran, tapi karakter.

Unknown said...

Dri awal bacax udah salut ma penyusunan kata2x, bagaimana mngkin seorang pljr SMA bisa mlntunkn kata yg begitu sopan.saya mmbcx sampai meneteskn Air mata, semoga kmu suatu saat akn mnjdi kebanggaan bagi ortu n org bxk, bhkn mngkin bisa jdi motivator yg baik

Atmint Suisimp said...

So uhh
Jalanin aja sih wkwk, dibuat santai aja. Rakuat selehke.
Hehe peace bro, respect untuk sang penulis surat.

Anonymous said...

Alhamdulillah un mau dihapuskan, semoga tindak pemerintah tepat kali ini, untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia, dan menghasilkan generasi berkualitas dan berakhlakul karimah dan
tidak membuat siswa takut lagi terhadap un ��

Tetep semangat kak ✊ saya sangat mendukung tulisan yg kakak buat karena
saya juga banyak mendengar dari kawan2 yg sudah lulus, mereka merasakan apa yg seperti kakak rasakan saat un tahun lalu tahun 2018 soal2nya sulit yg membuat nilai terburuk sepanjang sejarah un �� dan semoga un tahun ini sesuai soalnya dengan kemampuan siswa doain yaa ��

Aan_25 said...

2019 Ganti Presiden! agar UNAS dihapuskan dan diganti dengan sistem pendidikan yang lebih manusiawi sesuai minat dan bakat masing2, bukan dengan paksaan mengerjakan soal yg bahkan mentrinya sendiri tdk bisa mengerjakannya.

Aan_25 said...

2019 GANTI PRESIDEN!UNAS DIHAPUSKAN!

Fatur said...

Luar biasa, semoga ini menjadi renungan sekaligus melakukan perubahan sistem ke arah yg lebih baik, pendidikan tidak hanya sekedar tunas tetapi tentunya harus berkualitas

Unknown said...

Syahdeini gak pernah ikut unas mungkin, omongannya ngaco

Unknown said...

Bung Karno berkata " beri aku 10 orang pemuda, dan akan aku guncang dunia" kamilah salah satunya Dik... Indonesia membutuhkan pemuda2 yg cerdas serta berpikir positif... semoga apa yg telah adik tulis ini bisa segera mendapatkan respon dari pihak pendidikan... Aamiin.

Unknown said...

Saya ragu ini tulisan bocah sma, dari kata2nya saja sudah ragu saya, memang idi surat bagus dan memang bener apa yg di katakan dia, intinya saya ragu kalau yg menulis ini adalah anak SMA

Unknown said...

Mengapa sekarang kejujurunn mulai hangus? Bahkan ada yang membenarkan kejujuran malah dihabisi? Dunia Oh Dunia😪

Unknown said...

Yang bisa dilakukan hanya sabar dan syukur kak, percaya pasti Tuhan memberi yang terbaik;)

Memed said...

Jujur, saya menangis membaca surat ini, karna saya juga pernah merasa seperti ini, smoga dgn surat sahabat kita ini, para petinggi khususnya pendidikan dapat mengerti dan memperbaiki apa yg seharusnya di perbaiki.

Terima kasih sahabat
Memed and friends

Anonymous said...

Saya juga pas ujian nasional mengalami masalah seperti server tidak terhubung lah mati lampu lah dan harus nunggu lebih dr 1 jam lah yg awal nya fokus semangat jadi malah bosen karna harus nunggu, belum lagi harus mikir keras dan berburu sma waktu yg cepet

Noname said...

Dari lubuk hati yang terdalam sangat lah menjunjung tinggi kejujuran,namun pada kasus sperti ini,kecurangan yang terjadi bukan karna terniat namun karna keterpaksaan atas keadaan.Benar realita yang disampaikan adinda diatas,dan saya juga merasakannya beberapa tahun lalu,itu benar realita.Dan tugas kita,terkhusus bapak kemendikbud sebagai pusat komando adalah memperbaiki sistem yang telah "banjir bandang" ini pak.

ijal said...

Mkasih teman sdah mnyampaikan pesan kls 12 semua

Salam dari manado

Unknown said...

Asslaamu'alaikm.. Hebat km Nak, sekecil itu km dh peduli pd Negri. Secepatnya selesaikn permasalahn yg ada dinegri tercinta ini, khusus untuk yg beragama islam bhw anda para petinggi yg kmi percayai telah disumpah oleh Al-Quran. Jangan pernah sepelekan itu, karna Alloh SWT yg akn langsung menegurnya. Audubillahimindalik.. Allohu Akbar. Smoga Alloh slamanya membuka pintu taubat untk kt smua Amiiiin Ya Robbal'alamin.

Unknown said...

Subhanallah super sekali jawabannya.semoga para mnteri mnanggapinya dengan baik n segera mngambil intervensi yg tepat agar sistem pendidikan di indonesia ini mmbaik ssuai dengan harapan siswa..

Hanyapengamat said...

Keren tapi cape bacanya

Anonymous said...

Semoga cepat di panggil HITAM PUTIH,biar mendikbud tau dan bisa mikir.

Unknown said...

Mantul dekk❣️ Tetap semangat dan jangan duit ya (doa usaha ikhtiar dan tawakal)!

Unknown said...

Tetap semangat
Dan tdk lupa berdoa serta berusaha

Anonymous said...

Syahdeini anda sendiri tidak bisa menulis bahasa Indonesia dengan baik dan sopan. Justru adik itu menulis lebih baik dari oada anda. Kalo seorang proffesor yang juga pejabat pemerintah yang dipilih menangani pendidikan aja butuh waktu berhari hari buat jawab soal itu seperti tulisanmu... lalu bagaimana dengan adik adik... anak anak kita yang masih SMA itu....

Unknown said...

Memang Semenjak pemerintah Mengadakan UNAS pada Tingkatan Sekolah Selalu mengalami Problematika..

Saya Adalah Salah Satu Orang Yang Sangat Merasakan Bahwa Perbedaan Antara Pelajaran Yang di Terima Disekolah Dan Standardsoal UNAS... negara Ini Hanya Mementingkan Angka2 peningkatan Pencapaian Membuat anak2 Negeri Depresi Berat Dibandingkan Dengan Mementingkan Tingkat Kualitas Siswa Setelah lulus... UNAS Bukanlah Hal Terbaik untuk Menentukan kualitas Siswa.. Banyangkan Saja.. Kita Di Uji lulus atau tidak Dalam Waktu 3 Hari saja Yang Kita sendiri tidak Tau Dari mana soal itu didapatkan...

Kualitas Pendidikan Di Setiap Daerah masih Terjadi Kesenjangan, belum Merata. Dan Pada Saat Yang sama negara Memaksa Anak2 pedalaman Nun Jauh Disana.. Yang Jangankan Untuk mendapatkan Fasilitas Yang memadai. UNTUK BELAJAR DALAM KELAS SAJA MASIH UNTUNG. Negara Ini Tidak Mau melihat itu.. Saya Kira Mereka Yang Menghabiskan Miliyaran Untuk Studi banding Di Luar negeri Akan membuat Otak Dari Penguasa Ini Akan Belajar tentang Keadaan pendidikan Di Negeri ini... TERNYATA SALAH.

Saya Bukan menebarkan kebencian.. Tapi Itulah Yang Kami Rasakan sebagai ANAK NEGERI yang Hanya Memberikan Kepercayaan Kepada Kalian Yang Sudah berjanji untuk memperbaiki Kualitas Kami.. Bukan Kuantitas data Peningkatan Soal UNAS...


Salam Akal Sehat.

Hidayat said...

Kami bukan komputer pak tolong mengertilah dengan kami

Hidayat said...

Mengertilah dengan kami pak kami bukan komputer

Unknown said...

Saya tamatan tahun 2018.
Jika mengingat kembali soal-soal disaat UNBK, jujur nyawa kami setengah melayang. Saat berhadapan dengan soal UNBK kami kedinginan dan keringat bercucuran. Sebelumnya kami tak pernah bayangkan bahwa kami akan menghadapi ujian serumit itu. Kami berusaha dan berdoa meminta mujizat Tuhan pada saat ujian berlangsung namun jawabannya hanya tetesan air mata. Usai ujian, kami tidak lagi penasaran dengan pengumuman hasil UNBK. karna kami tahu seberapa besar nilai yang kami dapatkan. Dan ternyata pada Hasilnya, kami lulusan 2018 semua nilainya dibawah standar. Apa yang bisa kami lakukan? Hanya bisa menangis. Karna kami diuji diluar kemampuan kami.

Anonymous said...

Saya pun pernah merasakannya..disaat kejujuran harus menelan pil pahit..saat Uji coba UNAS pertama x 2006-2007 standart nilai kelulusan diatas 4.0 pd 3 mata pelajaran di tingkat SMK...bnyk dr tmn" sekelas saya menggunakan hal curang(mendapat soal bocoran) bagi mereka yg memiliki uang mereka bisa membeli bocoran soal tsb..bagi saya yg hidup pas"an mw dikata apa..alhasil saat ujian berlangsung selama 3hri saya hanya mengandalkan keyakinan dan usaha saya selama 3thn menimba ilmu disekolah..jujur hasil yg saya dapat memang tdk maksimal karna soal" yg diujikan diluar batas kemampuan saya..nilai yg saya dapatkan setelah pengumuman hasil ujian 4.2-MTK,6.4-B.indo,8.3-B.Ing..hasil akhir tsb saya peroleh karna hny bidang B.ing yg bs saya kuasai..Barrakallah atas izin Allah saya bs lulus dgn hasil jerih payah..karna soal" yg diberikan saat ujian diluar kemampuan saya..saya pun menyalinnya utk saya tanyakan kpd guru saya..alhasil guru saya hny bs terdiam melihat soal" tsb..yg saya sesalkan tmn saya dr kls 1 sampai kls 3 tdk pernah absen peringkat 3 besar harus kandas saat dinyatakan tdk lulus ujian..secara logika tmn saya yg menurut saya kemampuannya diatas rata" bs tdk lulus..apa penyebabnya!!!Dia pun berkata "Soal"nya yg diujikan diatas kemampuannya"..dia yg berperingakat bs gak lulus..
Benar apa yg dik TS bilang bobot ujian harus dikoreksi dlu apakah sudah sesuai dgn kemampuan para siswa..agar tdk ada lg joki" yg memanfaatkan keuntungan..Tolong didengar Jeritan pilu para siswa yg bersusah payah dgn giat slama 3thn dan berjuang dgn kejujuran hati memgerjakan soal..

Unknown said...

Pemikiran yang sangat luar biasa, masuk akal. Luar biasa, sukses buat kamu dek..

Anonymous said...

Ini beneran yang nulis anak kelas 3 SMA? Hahaha, sudah merasa paling menderita di dunia ya? Jangan... Belum... Dunia itu fana dek. Dan memang tempatnya ujian. Kalau takut ngga lulus ya takut saja, ngga usah alasan nanti ortu kecewa bla bla bla. Kelas 3 SMA sudah gede. Sudah bisa memilih. Jadi menghadapi kesulitan UNAS mau diluar dugaan sekalipun ya sudah bisa memilih akan tetap mau jujur atau tidak. Kebayang ngga kalau sudah kerja terus ada yang nawarin suap? Mau alesan kok ngga ada yang sosialisasi bahwa akan disuap? Ya ngga bisa dek. Hahaha. It's your choice! It's your decision! It's your life!. Soal UNAS bocor? Wah itu hal yang berbeda. Ngga ada hubungannya antara ngga bisa njawab soal ujian, sama pake joki/beli bocoran soal. Beda dek, beda. Jauuuuh. Menyalahkan orang lain atau keadaan itu ngga asyik dek. Yang selalu bisa dikontrol itu diri sendiri. Selain itu ya kadang bisa dikontrol kadang tidak. Hadapi. Syukuri. Seperti yang disebutkan di komen sebelum ini, Tuhan itu ngga tidur.
Tapi ngomong2 dibaca semua ngga tuh komen2nya? Hahaha

Anonymous said...

Masya Allah... Cerdas sekali nak,, semoga surat ini benar2 bisa dibaca langsung oleh bapak mentri..

Surlina said...

Kok sakit banget ya bacanya, soalnya sudah sudah pernah mengalami,dan temen saya yg tdk lulus hampir bunuh diri dgn nilai yg bisa dikatakan bahwa itu sebuah keberuntungan,ketika saya SMA banyak temen* saya yg beli jawaban soal 100k itu dapat 1 paket soal,jd yg namanya diharapkan bersih itu tdk ada sebetulnya dlm UNAS, sekarang itu kalau boleh kita berpikir dan membuka mata lebar* yaitu bukan kepintaran yg dibutuhkan akan tetapi keberanian dan UANG

Unknown said...

saya rasa siswa ini lebih pintar & terhormat dr pd si waluyo,hahaha,,sekolah lg yg bner mas kersno

Ismi Azizah said...

Saya juga pernah merasakan jadi kelinci percobaan. Awal saya masuk SMa katanya udah K.13 dgn berbasis masuk sma lgsg pilih jurusan tp selang brapa bulan di Kls 1 itu ad pergantian kurikulum lagi kmbli jadi K.2006 . Stelah klas 2 pertngahan ampe kls 3 pertngahan balik K.13. Pas kls 3 akhir kita pke K.2006. Dan posisi ad les tambahan menjelang UN kita di tuntut bljar Materi K.13 dan K.2006. Di fikir kami robot. Atau apa lah yg bisa menampung smua pljaran yg byak pelajarannya itu. . Pas UN katanya akan diadakan UNBK . Ad les tmbhan buat bljr mngrjaka soal dgn komputer untuk mnghadapi UnBK itu. Pas 1minggu mnjalang UNBK ada info kalo UN tetap dinkrjakan sperti biasa tidak mnggunakan komputer. Jdi waktu bljar dan istrht hmpir sia". Udah di sruh bljr K.2006 dan K.2013 di tmbah hrus bljr mngrjakan dgn komputer. Tambah bkin streess murid

rikarah09 said...

salam saya yang akan menjalani UNASBK 2019 tepatnya di hari esok.

Unknown said...

masyaa allah luar biasa mbakkk, jika itu benar maka jangan takut untuk melangkah jangan pulak mundur karena kebenaran adalah kebenaran. semoga dengan kritik mbak ini mampu membuat siswa siswa lainya bisa berfikir secara cerdas dalam mengkritik...
"karena pemerintah sekarang bekerja bukan untuk rakyatnya tapi untuk kepentingan diri sendiri" maka kita sebagai anak muda perlu mengingatkan mereka.

Unknown said...

setuju jika unas dihapus ..krna lebih baik menelusuri minat dan bakat anak agar kedepanya anak dapat menemukan apa yang dia suka dan tidak membuang buang waktu dengan mempelajari apa yang tidak menjadi minatnya.. saya yakin jika sistem penelusuran minat dan bakat dipakai akan banyak generasi penerus bangsa yang akan menjadi generasi yang mampu membawa indonesia ke level yang lebih tinggi.. jadi janganlah memaksakan apa yang sudah jelas tidak memberi banyak dampak positif buat generasi kedepannya.

Unknown said...

Mohon dimaklum, kayaknya syahdeni ga pernah ngalamin unas.

Zulfi said...

Cobalah bekerja di Mendikbud dan rasakan sensasinya, kemuadian perbaiki yg menurut masyarakat negara ini benar

Unknown said...

Uuh

FADIL said...

Masih ad yg mau membantah fakta ini.. bukan hanya UNAS yang salah, tapi anda juga salah otaknya

Agung adja said...

Jdi ingat salah satu lagu band favorit ku nie dek

Unknown said...

Miriss banget

Bodhonk said...

Mantap....

Unknown said...

udah baca dari awal sampe akhir dan dipahami maksudnya blm?
coba deh baca lagi

Unknown said...

SUPER SEKALI...

Chusnul faidah said...

👍👍

Anonymous said...

kalau sampai joki udah bisa menjual jawaban dan prediksi paket soal dengan tingkat akurasi 90%, maka kemungkinan besar pemerintah kong-kalikong sama joki, atau bahkan pemerintah sengaja membuat joki...

Unknown said...

Sistem pendidikan di indonesia di bawa standar, jaman dulu masi lake manual dan banyk yg nyontek nyebarin kunci jawaban dan sebagainya, nah ketika sistem ujian yg menjadi standarisasi keberhasilan siswa ini benar benar diterapkan, banyk yg kewalahan kenapa? Karena dari apa yg dilelajari siswa kebanykan cuma 50% yg tersimpan saat siswa itu selesai sekolah, nah bagaimana jika hasil yg dites rupanya dari 50% yg tidak tersimpan itu? Ini yg menjadi tantangan bagi siswa ataupun siapa saja yg hendak mengikuti sebuah tes.

Heri supianto said...

Gue setuju sekali dengan pernyataan adik ini, sungguh ironis dunia pendidikan saat ini, mereka dididik untuk selalu jujur tetapi pada faktanya bnyak skli kecurangan, banyaak skli yang mnjual jawaban soal dgn harga yang tinggi, ini adalah mnjdi renungan buat pak menteri supaya unas tahun berikutnya, dipermudah soalnya sesuai dgn yg murid pelajari, dan jangan smpai memberi soal yg tdk mereka mengerti, sebelum soal itu disebar cobalah untuk memvalidasinya, dan tdk membocorkan ke pihak2 yg ingin mngambil keuntungan besar, jdi jngan slah gurunya juga bila guru tak mampu mnjawab juga krna memang soalnya yg tdk mngerti, yg seharusnya merenungkn itu adalah menteri supaya lebih ketat lagi, bila perlu soal unas disesuaikan dengan pengajaran yang di sekolahnya karna itu jauh lebih baik dripda mengunakn skla internasional ata nasional, krna satu guru gk mungkin sma penjelasannya dgn guru yang lain dan model pembelajarannya pasti akan berbeda,strateginya pasti juga berbeda2, alangkah tragisnya jika pendidikan mngunakan skla internasional atau nasional dlm menentukkan soal, kasian adk2 SMP, SMA ini jika hal ini dibiarkan berlarut2, jangaan pernah bangga memperlihat hasil kelulusan semua siswa di seluruh daerah, jika hal yg dipublikasikan adalah bntuk kecurangan, jika ini trus dipelihara maka dunia pendidikan tdk akan pernah maju


Sya sepakat dgn adk ini,

Heri supianto said...

Dunia pendidikn akan seperti ini2 aja

Unknown said...

Semoga penguasan negeri ini bisa membaca, dan bukan hanya menyuruh, semoga cpt tersampaikan apa yg telah di curahkan

Edi said...

Keluhannya Sama seperti kami dulu tapi pada akhirnya kedisiplinan dan kejujuran lah yang akan kita pakai baik untuk berwirausaha maupun karyawan��

Anonymous said...

GUOBLOKKKKK !!! Kau syahdeniii

Aqius said...

Salut...semoga menjadi perhatian khusus bg menteri pendidikan...!!!

zulkipli said...

Iya soal-soalnya sungguh terlalu memang, contoh : Berapa banyak kemungkinan password yang dapat dibuat zaki dari kombinasi angka 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9.....dengan menggunakan bilangan prima.....?

Anonymous said...

Jaman saya masih jd siswa smp, sma dulu, buku pelajaran bisa diwariskan kepada adik kelas, kalau sekarang setiap tahun ajaran baru pasti buku pelajaran ganti baru, bukankah ini pemborosan namanya, jangan 2 ada kerjasama dengan penerbit/pencetak buku supaya para siswa membeli buku pelajaran yg baru, pedahal isinya sama.
Kalau memang ada tambahan materi,
Kan bisa ditambahkan secara terpisah berupa cetakan tambahan yang biayanya jauh lebih murah drpd membeli buku cetak yg baru.
Dengan demikian biaya pendidikan bisa lebih murah dan dana yg dikeluarkan oleh pemerintah pun akan berkurang sangat banyak.
Semoga para petinggi yang berwenang dipendidikan bisa menyadari hal tersebut.

Unknown said...

Penjelasan nya mu bertele-tele..
To the point saja..
Jadi bosan untuk membaca..

Anonymous said...

Ini orang ga paham yaaa?...sok pinter bangkeee laah

Anonymous said...

@kresno waluyo...kesopanan indinesia udah runtuh woyyyy...udah dgn bahasa yg sgt sopan ko itu..lo nya ajja yg bangkeee

Pejuang said...

Syahdeni tolong di baca dgn seksama yaah
..biat paham...Udah sopan bgt kalimat2nya...

Pejuang said...

Kalimat yg luar biasa.....smoga pihak berwenang membuka hatinya...

Leyzer said...

betul...sekali...nona...
kami di papua ^(kab.serui) waktu tahun 2007 kami UNAS dapat soal yg tidak pernah kami belajar..itu kan aneh...

Hasrullah said...

Critical thingking anak SMA ini keren banget yah. Cara menulisnya pun, titik komanya, hampir benar. Yang nulis ini pasti adalah siswa yang benar-benar belajar. Namun merasa tertekan akan UNAS.�� Salut! Kelak lulus nanti, dan hendak melanjutkan pendidikan, maka carilah jurusan yang emang jurusan tersebut merupakan bidangmu dari dulu dik. Sebab, masa akhir kuliah akan berat juga. Jangan sampai terdapat keluhan bahwa jurusan ini bukan bidang saya.
BYW

BTW, tetap menjunjung tinggi kejujuran, sekalipun sistem yang memaksa kita untuk sebaliknya. Sebab selaku orang yang beragama, maka masih ada tuhan di dekat kita.

Good luck
Visit: www.rullinguist.id

Jefriandi said...

Ni baru jawaban yang mantap,,selagi pendidikan kita yg terus seperti ini,maka Indonesia akan SEMAKIN bnyak kehilangan SDM yg berkualitas,,saya seorang guru, mgkin ini dari sisi siswa nya,lain halnya disisi guru,kalo keluhan lebih jauh mirisnya lagi..

Hello games n software said...

Syahdeini bacanya setengah setengah

Unknown said...

Sebenar'y seorang menteri berkata harus lls dismua mata pelajaran itu hnylah pemikiran purba.
#PecatMenteriDekDikBud

Roji chungbaloenk said...

Sistem gila babi,teman ku dulu,juara/peringkat terbaik terus.begitu jelas 3 SMA,hasil UAN nya jeblok.aku yg g belajar malahan masuk sepuluh besar...kalau ingat jaman itu lucu juga..

Biji said...

Sampailah saya ketemu Unas tingkat SMK, sempat2nya saya memikirkan "Unas itu jenis kelaminnya apa?" terbayang kan betapa gilanya aku ini

adi pranata said...

tapi salahnya pemerintah banyak atau bahkan sudah tidak punya hati semua, mungkin surat itu tidak bakal di mengerti, karna sudah dari dulu pasti sudah banyak yang mengusulkan seperti itu, tapi nyatanya sampai sekarang tidak di tanggapi sama sekali

Syifaa said...

Saat melihat judul nya, iseng iseng mau baca, saat di baca.hati saya menjadi getar, bercampur sedih, seperti merasakan apa yang adik sampaikan, dan memang semua benar apa yang adik curahkan. Smoga saja surat adik di tanggapi , dan bisa memperbaiki pendidikan di negeri kita

Syifaa said...

Mantap.

Unknown said...

Lo bego ya gimana mau jawab kalau belum pernah belajar tenatang materi soal UNAS nya apa lo bisa tampa pelajaran jawab soal yg belum pernah lo ketahui sebelum nya..

Super sekali otak lo..

ibu singa said...

Tidak peduli unas, sekolah2 negeri, bagi saya seorang ibu hanya mengiinginkan anak yang soleh, yang dapat menuntun ortunya ke surga, so fuck math and science!!!

Anonymous said...

haha baca dulu yg baik baru komen,, jelas2 menceritaakan dgn sopan banyak siswa yg sudah serius bahkan ga tidur belajar mengulang2 materi yg diajarkan disekolahnya sampe mnangis pas lihat soal UNAS nya berbeda bahkan asing dari yg sudah mereka pelajari disekolah,, sebagai contoh misal anda diberi pengetahuan tentang membuat TEMPE tapi pas dites anda disuruh buat martabak... apa anda tidak akan meelongo diam,, pas anda protes gampang akan dijawab sama yg berwewenang membuat soal.. katanya ' lho kan sama2 makanan,, klo tempe itu mknan kampung klo standar kota kan martabak '.. wkwkwk

Anonymous said...

senyumin aja yg komennya

Kaedan_loh said...

Sungguh super perkataan anak tersebut atas tutur sapa yang sopan, kritis dan ilmiah, yang harus dilakukan dunia pendidikan. Standarisasi sekolah toh ada, standarisasi Pendidikan Nasional toh ada bahkan standarisasi Internasional toh ada.Semuanya itu menjadi data yang outentik Negara Indonesia pada dunia Pendidikan. Jangan salahkan siapa-siapa tapi salahkan diri sendiri sebab semua itu berawal dari diri sendiri.

Abu Hanifa said...

Jangan takut menjawab soal. Selama kita rajin belajar. Jadikan soal yang sulit sebagai tantangan. Kalau bersikap pesimis kita akan sulit maju. Lagian skrg UJIAN NASIONAL bukan penentuan pasti kelulusan.

Abu Hanifa said...

Tetap optimistis dan positif thinking.

Rikson Jaya said...
This comment has been removed by the author.
Rikson Jaya said...

Coba dengarin music Pink Floyd yang judulnya Another Brick in The Wall....
Memang sytem ini kejam de,dunia pendidikan ini mesin produksi.Tapi apa daya sejak dahulu sudah di ajarkan bersekolah supaya pikiran dan wawasan kita lebih terbuka hanya system nya saja yang kurang pas...
Saya salut atas kritikan dan saran yang ade buat lewat tulisan ini, pegal leher abang membacanya...😂😜
Memang begitulah di Negara kita tercinta ini, mengapa orang luar sana lebih berkompeten dari kita...?,karena mereka di didik sesuai minat dan bakat masing-masing...
Tetap semangat, tidak harus berpendidikan tinggi menjadi orang sukses, kembangkan bakat dan hoby mu maka kau akan menjadi orang sukses....
Jadilah bijaksana jangan sekadar pintar, mencari orang bijak itu sulit..
Semakin pintar orang semakin gersang hati dan jiwanya...
Manusia ini akan berganti,system ini juga akan berganti, tidak ada kepastian dengan masa depan..
Mana tau ade menjadi menteri pendidikan dimasa yang akan datang maka rubahlah wajah dunia pendidikan di Negeri ini...!!!
Salam dari Team Boyler Aceh Tenggara...
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa menyertai kita semua dan begibegitu juga dengan Negeri yang kita Cintai ini....
Ulang Luahi, tete gat...!!!
HORAS...

Dwi Astuti Kusumawardani said...

Keren

Yan said...

Sudah benar sekali, suruh para pembuat kurikulum untuk jadi siswa biar dia rasakan bagaimana carut2nya dunia pendidikan sekarang.

Taufik 48 thn said...

Cemen deh "Bapak dan Bapak²" klo gk berani dpt tantangan dari anak SMA.... !!

Unknown said...

Tulisan yang Super keren 👍👍

Mohammad Candra P said...

Saya juga pernah merasakan. Semoga kedepan sistemnya lebih baik

feri delman said...

aku salut dengan keberanian adek,salut dengan tulisan" adek, Unas bukan tolak ukur masa depan kamu nanti dek tapi kecerdasan kamu ini yang bakal bawa kamu manjadi orang sukses,,, tetap semangat,,,,maaf ya dek, tulisan saya semerawut tak sebagus adek,,,yang pasti saya bangga sama adek semoga nanti anaku bisa pinter kayak adek

Unknown said...

Syahdeini@ kamu benar..mengingatkan pada anak yag baru selesai unas, sebab sekarang kan lagi musim MAKAR...ntar anak itu di kira makar lg..jyahahahaha...

ginanjar nurwin said...

Semoga surat ini sampai ke telinga pak de..tolong. jangan abaikan suara anak anak penerus bangsa yang peduli dengan bangsanya ini.

Lest said...

Pelajaran sekolah itu untuk melatih otak, memang susah dan rata2 tidak ada gunanya dikehidupan yg "asli" tapi jika anda membedakan pola pikir orang yg pernah sekolah dan tidak pasti akan berbeda. Karena otaknya sudah terlatih. jadi janganlah mengeluh, zaman kami lebih parah lagi dimana sumber ilmu sangat susah didapat. Kalo gk mau susah jualan saja sana palingan cuma hitung2 modal,dan laba

Unknown said...

bapak bisa gak membedahkan mana yang baik ???

dimana letak kepribadian bapak ?
siswa yang menghindari got malah bapaknya lagi yang jebak.


Handrian said...

Mas kresno Waluyo mahasiswa ITS ya???
Kata kata adik itu sudah sangat sopan loh..
Atau coba mas kresno Waluyo tulis kata kata yang lebih sopan dari tulisan adik itu..
Supaya kami tahu kalau memang benar kata kata adik itu tidak sopan.

Umar Ali Madamar said...

Saya rasa pak mentri pendidikan juga tdak bisa jawab soal itu

Umar Ali Madamar said...

Saya Rasa pak Mentri Pendidikan juga gak bisa jawab soal macam tuh

Donny Hariyanto said...

Mas syahdeini itu ya.... Sini tak kasi makan kertas Unas, biar kenyang. Sedih saya ada manusia sebangsa mas Deini itu...

Donny Hariyanto said...

Mari di share terus, supaya sampai ke tujuan dengàn selamat. Supaya sistem pendidikan negara kita bisa kembali kejalan yg benar.

Sohibulmuniri said...

Allahuakbar Allahuakbar Allahuakbar

Unknown said...

Soal UNAS SMU setara Ujian PTN

Alami 69 said...

Kejujuran dan sportifitas harus dijunjung tinggi. Tugas mulia seorang pelajar adalah belajar, belajar dan belajar. Memang nilai tinggi di pelajaran sekolah tidak menjamin seorang itu akan sukses. Tapi salah satu indikator utk mengukur kemampuan sumber daya manusia adalah kemampuan menguasai ilmu pengetahuan yg diantaranya diwakilkan oleh bidang studi yg di uji di UNAS tsb. Dari hasil UNAS tahun ke tahun di seluruh wilayah indonesia memang kemampuan siswa harus ditunjang oleh sarana dan prasarana pendidikan itu sendiri. Ini terbukti dari hasil nilai rata2 UNAS indonesia wilayah DKI, Jawa, Bali mendapat nilai tertinggi... disusul Sumatera, Kalimantan, sulawesi, maluku dan Papua. Terlihat daerah Jawa yg fasilitas pendidikannya lebih baik akan menghasilkan peserta didik yg terbaik pula. Dari sinilah diharapkan Pemerintah harus melihat daerah2 yg kekurangan segera di lengkapi infrastruktur pendidikannya agar merata keseluruh wilayah tanah air.

hanaulia said...

Akhirnya hasil UNAS bukanlah sesuatu yg layak dijadikan parameter.....

Nia margaretha said...

Setuju sekali.����

Anonymous said...

Luar biasa:")

Bikin air mata jatuh, merasa haru karena isinya benar-benar mewakili apa yang kami (para pelajar) rasakan saat menghadapi soal-soal UNAS . Sekaligus merasa sedih karena kembali teringat dimana beberapa bulan yang lalu, saya harus mengikuti ujian tersebut dimana ujian tersebut dimajukan jadwalnya, membuat kami , siswa SMA merasa waktu kami bersama teman-teman disekolah tak terasa akan berpisah, dan kesiapan kami yang tak sepenuhnya siap karena rasa takut. Dan lagi, sedih mengingat saat mengikuti ujian dimana awalnya percaya diri, namun begitu melihat soalnya, membuat rasa percaya diri itu hilang begitu saja, sirna entah kemana :"( .

Terimakasih buat kaka yang memberikan pesan ini, karena pesan kaka sangat mewakili perasaan kami (para siswa) yang tertekan oleh soal-soal tersebut.

Semoga pesan kaka ini bisa membuka hati para menteri pendidikan. Amin ya rab

Hans said...

salut ...
semangat dek . jangan karna UNAS semangat kalian hilang . Ingat , UNAS bukan titik akhir untuk kalian meraih cita-cita .
Kuatkan Tekad . Never give up

Hans said...

Salut ....
Semangat dek , UNAS bukan titik akhir untuk meraih cita2 . Terus berdoa . Kuatkan tekad .
Never give up

Try Fandy Zoe said...

yg dibahas dsini UNAS.. UN.. Ujian Nasional.. Jgn lihat keluh kesahnya bang Andy.. Tp telaah dan maknai isi keseluruhan suratnya.. Dgn bang Andi mmbuat pernyataan spt itu, seolah bg Andy menyatakan bhwa produk (sy perjelas dgn karya dan hasil SDM) yg dihasilkan tiap tiap gnerasi itu itu adalah buah hasil dr UNAS.. Universitas yg mnghasilkan produk dan hasil karya seolah olah itu buah dr diadakannya UNAS.. jgn tautkan ktika bang Andy lihat kalimat keluhan UNAS dgn produk dan hasil karya dr masing masing generasi.. saya kelahiran 1992, saya tinggal didesa, lihat mobil masa itu lewat kami bersorak bahagia krna jarang lihat mobil, apalagi lihat pesawat.. generasi kelahiran 2001 keatas, yg udh bisa bawa mobil juga ada pd status msh dibawah umur.. generasi ya pasti beda situasi n kondisi lah bang.. apalagi produk n hasil karya.. Yg lucunya abg seolah melupakan kreatifitas (diluar bimbingan belajar formal sekolah) dan juga melupakan ilmu yg dipetik oleh murid dr sekolah selama 6 thn di SD, 3 tahun SMP dan 3 tahun di SMA, seolah itu dibelakangkan dan bg menautkan dgn problematik (bagi siswa) trhadap UNAS itu hasilnya pada SDM yg bisa mnghasilkan sesuatu.. justru saya akan katakan SDM lah yg mampu bersaing sesuai dgn tiap generasinya utk mnghasilkan sesuatu, bkn uji kemampuan yg seolah jd status layak atau tidaknya murid itu melalui UNAS.. oke saya kasih contoh umum dan sangat sederhana.. didesa saya ada seseorang yg hanya punya ijazah SD dgn nilai kelulusan tidak terlalu bagus, bahkan dia mengakui disekolah bkn merupakan murid yang menonjol nilai kesehariannya.. skarang dia sdh bekeluarga dan memiliki usaha kuliner wusata dgn sgala corak keunikannya dan juga melengkapi wahana wahana hiburan pantai yg seru.. tiap hari dia didatangi pelanggan, terlebih aakhir pekan pasti banjir pengunjung.. dia sanggup menguliahkan anaknya, beli mobil, bangun rumah besar, kehiduoannya cukup sukses.. apa itu adalah buah dari UNAS? dia hanya mengikuti EBTANAS sewaktu SD, dan berhenti sekolah dikelas 2 SMP.. yg objektif dong bang..

Try Fandy Zoe said...

yg dibahas dsini UNAS.. UN.. Ujian Nasional.. Jgn lihat keluh kesahnya bang Andy.. Tp telaah dan maknai isi keseluruhan suratnya.. Dgn bang Andi mmbuat pernyataan spt itu, seolah bg Andy menyatakan bhwa produk (sy perjelas dgn karya dan hasil SDM) yg dihasilkan tiap tiap gnerasi itu itu adalah buah hasil dr UNAS.. Universitas yg mnghasilkan produk dan hasil karya seolah olah itu buah dr diadakannya UNAS.. jgn tautkan ktika bang Andy lihat kalimat keluhan UNAS dgn produk dan hasil karya dr masing masing generasi.. saya kelahiran 1992, saya tinggal didesa, lihat mobil masa itu lewat kami bersorak bahagia krna jarang lihat mobil, apalagi lihat pesawat.. generasi kelahiran 2001 keatas, yg udh bisa bawa mobil juga ada pd status msh dibawah umur.. generasi ya pasti beda situasi n kondisi lah bang.. apalagi produk n hasil karya.. Yg lucunya abg seolah melupakan kreatifitas (diluar bimbingan belajar formal sekolah) dan juga melupakan ilmu yg dipetik oleh murid dr sekolah selama 6 thn di SD, 3 tahun SMP dan 3 tahun di SMA, seolah itu dibelakangkan dan bg menautkan dgn problematik (bagi siswa) trhadap UNAS itu hasilnya pada SDM yg bisa mnghasilkan sesuatu.. justru saya akan katakan SDM lah yg mampu bersaing sesuai dgn tiap generasinya utk mnghasilkan sesuatu, bkn uji kemampuan yg seolah jd status layak atau tidaknya murid itu melalui UNAS.. oke saya kasih contoh umum dan sangat sederhana.. didesa saya ada seseorang yg hanya punya ijazah SD dgn nilai kelulusan tidak terlalu bagus, bahkan dia mengakui disekolah bkn merupakan murid yang menonjol nilai kesehariannya.. skarang dia sdh bekeluarga dan memiliki usaha kuliner wusata dgn sgala corak keunikannya dan juga melengkapi wahana wahana hiburan pantai yg seru.. tiap hari dia didatangi pelanggan, terlebih aakhir pekan pasti banjir pengunjung.. dia sanggup menguliahkan anaknya, beli mobil, bangun rumah besar, kehiduoannya cukup sukses.. apa itu adalah buah dari UNAS? dia hanya mengikuti EBTANAS sewaktu SD, dan berhenti sekolah dikelas 2 SMP.. yg objektif dong bang..

Unknown said...

Syahdeini. Mau belajar gimanaa lagiii? Tugas aja buuanyaakk kok belajar dari mana? Udah lelah ngerjain tugasnyaa. Kalo soal try out itu mahh nggak ada hubungannya ke UN. Dari soal try out apakah sama dengan soal UN? Tidak kann itu juga tidak mungkin sama persis, orang juga berbeda beda kecerdasannyaa. Terkadang orang lebih banyakk fokus ke non akademik daripada akademik nyaa.begitu juga dengan saya pak hehe, apakah sebanyak ituu Rumus matematika di gunakan dalam kehidupan sehari hari? Dengan anda bapak Syahdeini apakah anda juga bisa mengerjakan soal 2 jam tidak membuka internet DLL kecuali soal yang disediakan? selesai?

Unknown said...

. h

Arif Yanto said...

kalau sebagai orang tua terus kita mengikuti kemauan anak ya mreka pasti maunya yang enak, mudah, bisa bermalas malasan. sedangkan level pendidikan kita ini harus terus naik. kalau itu terlalau sulit, bukan levelnya yang minta diturunin, seharusnya kualitas pendidikannya yang diminta untuk disesuaikan dengan level ujianya. kalau ada sekolah yang belum memadai, bukan standart ujiannya yang harus mengikuti kondisi sekolah. kalau kita mengajarkan anak2 kita dengan kemudahan, ya jadinya anak2 kita ya seperti INI, bermental,,, ya tau sendirilah

Ebik Sarkobi said...

Apapun bentuknya pendidikan, kalau niat benar-benar mendidik tidakakan mungkin memebodohi.

Unknown said...

Syahdeini,, anda jangan asal komen deh,,

Unknown said...

Mantap dek.....Memang Betul kl Lidah itu tidak bertulanG...

Unknown said...

Ini yg harus di perhatikan, bagi para pejabat terkait jangan hanya buat rancangan" saja.👍👍

PONDOK PESANTREN ISLAMIYAH SALAFIYAH SABILAL MUTTAQIN said...

kami dipesantre dibiasakan untuk berusaha hafal dan memahami,sedangkan penilaian guru bukan berdasarkan ujian mutlaq tapi itu hanya 30 persen saja,sisanya penilaian betdasarkan aktifitas,kelakuan,praktek,dan kefahaman,juga penilaian kelas sehari2 akan dilihat dalam bidang apa anak itu unggul dan merasa enjoy,maka kami akan arahkan dia ke arah faktor yg disukainya,walaupun itu sekedar hoby seni,karena terkadang dia akan bisa memaknai hidupnya berdasarkan seni dan sesuatu yg disuka,kita sebagai guru hanya mengarahkan bagaimana membuat seni itu bisa bermakna dan bermanfaat bagi siswa

Kidol said...

Recommended banget ini surat terbuka nya.. semoga pak menteri bisa legowo membacanya .. dari ibu yg anak2nya menjelang Unas

dieand said...

MATEMATIKA,FISIKA,KIMIA,ELEKTRO ,EMANG MEREKA KOMPUTER PA...KOMPUTER AJA BISA NGEHANG

Unknown said...

Saya sebagai seorang siswi setuju. Karna di zaman sekarang banyak siswa/siswi yang melakukan jalur kecurangan karna soal² ujian tidak seperti apa yang mereka pelajari. Dan guru tidak akan pernah tau 100% apakah siswa/siswi ny murni melakukan ujian dengan jujur. Semoga surat ini bisa sampai kepada yang berwenang,dan pendidikan di Indonesia bisa menjadi lebih baik lagi

Anonymous said...

Di tambah dengan orang dalam

-- said...

tulisan yg bagus dan keuntungan buat yg bodoh jika UN dihapus...dah gitu az

Anonymous said...

lha gmn anda tau? bukan ne soal uas itu rahasia?? jgn jgn anda yg joki y??

Julius said...

background nya gak pas gan
sakit mata pas membaca

Unknown said...

The Best buat coment mba nya, seakan-seakan kami(pelajar) cuma di jadiin bahan percobaan, mereka yang bikin peraturan tersebut hanya bisa berkata memotivasi dan belum tentu juga mereka paham akan hal itu.

Anak bangsa said...

Jujur miris yang aku rasakan tahun lalu , hal ini yang membuat generasi muda untuk mundur di medan perang hal ini pula yang membuat para remaja enggan untuk melanjutkan pendidikan mereka , kita di tuntut untuk menjadi generasi yang mampu membangun bangsa namun apa yang kami rasakan setelah UNAS, kami takut nilai dan otak kami tak sanggup untuk melanjutkan jenjang universitas kami takut untuk prestasi kami tidak bisa mengejar beasiswa.

Khotib said...

Syahdeini...lu gak baca semua yg ditulis anak sma ini ya..makannya baca sampai habis..kata katanya aja sopan..lu yang gak sopan tau...pikir makannya kalo mau ngomong..disini banyak yg gak suka komentarmu

Unknown said...

Superrrrrrrrr 💪💪💪💪👍👍👍👍

Unknown said...

Superrrrrrrrr 💪💪💪💪👍👍👍👍

Anonymous said...

Kok pelajar sekarang cemen sih, kami dulu ngelewatinnya gk ada tuh protes²,, itu baru awal dik kalian belum masuk ke kehidupan yang sebenarnya.. tetap semangat..

Kutsel said...

Semangat semuanya wkwkwwk
Kunjungi Blog Saya

Unknown said...

Mengharapkan pemerintah itu sia sia.
Nangis boleh
Sedih boleh
Marah marah juga boleh
Nyerah JANGAN

killmeplz said...

UNTUNG SUDAH DIGANTI MENDIKBUDNYA -_- YG DULU MAH COPO, DITANTANG GA BERANI

Unknown said...

Si syahdeini ini disuruh ngerjain soal juga paling ga bisa, gaya nya aja intelek sok nasehatin padahal bisa juga dia cuma sok sok an aja, padahal nol

Dwana post said...

2019 baru tahu, jangan lupa like and share artikel ini.

Unknown said...

Andaikan pendidikan di Indonesia kayak dengan di luar negeri pasti lebih bagus apakah hanya dengan UNAS saja siswa bisa lulus ohh salah. Kita liat saja dari kemampuannya apakah dia punya skil atau tidak.saya rasa UNAS TIDAK COCOK ADA DI INDONESIA

TERIMAKASIH

Unknown said...

Peningkatkan kualitas tenaga pendidik, dan sejahtera kan guru honor.

Unknown said...

Iya tai lah soal ku yg kejuruan lebih susah dari punya temen2 ku.yg lain cuma identifikasi kerusakan mesin kenapa punyaku jadi hitung²an hambatan kerusakan mesin.yg lain dapet gambar mudah kenapa punyaku gambar kode² suek lah gak adil bener.dalam hati ingin sekali teriak anjinggggggggg

Unknown said...

Setuju dg adx ini,, lebih baik d hapuskan krna ujian tu menjebak buat anak" mana yg pintar maupun kurang pintar,.


Saya juga merasakan setelah sya lulus DIII di suatu pendidikan dan d haruskan ikut UKOM ( Ujian Kompetensi) nah disini tu ada juga yg salah buat apa UKOM sedangkan saya sendiri sudh bekerj d bidang kesehatan dan bukan saya ja yg mengalami, kawan sya lebih nya lagi bkrja d Rumah Sakit,, nah tujuan ukom tu untuk apa coba?? Tanpa ada ukom saja kami di butuh kan

Saya juga berharap mudah kan lah segala hal yg bersangkutan dg pendidikan, dan jangan mematahkan semngat nya para anak bangsa.

Buat adek Saya dukung Semoga Surat Yang adek Buat bisa Di terima

Unknown said...

Setuju dg adx ini,, lebih baik d hapuskan krna ujian tu menjebak buat anak" mana yg pintar maupun kurang pintar,.


Saya juga merasakan setelah sya lulus DIII di suatu pendidikan dan d haruskan ikut UKOM ( Ujian Kompetensi) nah disini tu ada juga yg salah buat apa UKOM sedangkan saya sendiri sudh bekerj d bidang kesehatan dan bukan saya ja yg mengalami, kawan sya lebih nya lagi bkrja d Rumah Sakit,, nah tujuan ukom tu untuk apa coba?? Tanpa ada ukom saja kami di butuh kan

Saya juga berharap mudah kan lah segala hal yg bersangkutan dg pendidikan, dan jangan mematahkan semngat nya para anak bangsa.

Buat adek Saya dukung Semoga Surat Yang adek Buat bisa Di terima

Unknown said...

Makanyaaa belajar asuu..jgn ngeluh mulu.. Bukti nya tahun lalu ad siswa sma yg niali UN nya 100 semua.. Lu jga bisa cmn lu nya males

ianthebacha said...

PlayAmo Casino Bonus Code - JTRHUB
PlayAmo 김천 출장샵 casino offers 포항 출장마사지 no deposit bonus codes. Claim this amazing 하남 출장샵 sign 창원 출장안마 up bonus here. The casino offers a wide range of games and casino 서울특별 출장샵 games.

«Oldest ‹Older   801 – 969 of 969   Newer› Newest»

Post a Comment

SAHABAT YANG BAIK SENANTIASA MEMBERIKAN KOMENTAR YANG BAIK PULA